Gerakan penggunaan tumbler di Bali untuk mengurangi sampah botol dan gelas plastik belum didukung dengan berbagai infrastruktur. Salah satunya infrastruktur terkait fasilitas pengisian air minum (water station) di tempat umum.
Minimnya fasilitas pengisian air minum di tempat umum ini disoroti oleh Akademisi Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Sains, dan Teknologi Universitas Warmadewa (Unwar), I Nengah Muliarta. Tanpa fasilitas itu, masyarakat dinilai akan kesulitan memakai tumbler.
“Tanpa akses yang memadai, masyarakat akan merasa kesulitan untuk menggunakan tumbler, mengurangi motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam inisiatif ramah lingkungan,” jelas Muliarta dalam siaran pers kepada infoBali, Senin (14/4/2025).
Tanpa infrastruktur yang mendukung, ujar Muliarta, kebijakan ini berisiko menjadi simbolisme semata. Artinya, meskipun ada dorongan untuk menggunakan tumbler, tanpa adanya langkah konkret dalam bentuk penyediaan fasilitas pengisian air, kebijakan ini dapat dipandang sebagai tindakan yang tidak lebih dari sekadar retorika.
Selain infrastruktur pengisian air minum, Muliarta juga menyoroti aksesibilitas tumbler yang masih menjadi tantangan bagi individu dengan kondisi ekonomi terbatas. “Harga tumbler yang bervariasi menciptakan ketidaksetaraan dalam partisipasi gerakan lingkungan ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, Muliarta turut menyoroti banyaknya produk tumbler yang masih terbuat dari plastik. Hal itu bertentangan dengan tujuan mengurangi sampah plastik. “Jika produk yang digunakan tidak memenuhi standar keberlanjutan, upaya kita untuk mengatasi masalah sampah plastik menjadi diragukan,” tambahnya.
Muliarta menekankan pentingnya pemerintah menetapkan pedoman harga yang jelas untuk pengisian air serta menciptakan kolaborasi dengan produsen air kemasan. “Langkah-langkah ini diharapkan membuat kebijakan penggunaan tumbler dapat diimplementasikan secara efektif, berkontribusi pada upaya menjaga lingkungan yang lebih bersih,” ujarnya.
Kolaborasi dapat mencakup pengembangan produk baru yang ramah lingkungan. Produsen air kemasan dapat berinvestasi dalam kemasan yang dapat didaur ulang atau biodegradable, serta mempromosikan penggunaan tumbler. Melalui penyediaan produk yang sesuai, produsen dapat mendukung transisi masyarakat ke penggunaan tumbler sekaligus tetap menjaga bisnis mereka.
Menurut Muliarta, dengan kolaborasi yang kuat, pemerintah dan produsen air kemasan dapat menciptakan ekosistem yang mendukung penggunaan tumbler, mengurangi sampah plastik, dan meningkatkan kesadaran lingkungan. Sinergi ini akan memastikan langkah-langkah yang diambil tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga menjaga keberlanjutan bisnis.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengajak seluruh instansi untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai dengan membawa botol minum atau tumbler pribadi. Ajakan itu disampaikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (forkopimda), perguruan tinggi negeri maupun swasta, hingga perusahaan swasta.
“Saya mengajak kita semua untuk membudayakan membawa tumbler untuk memenuhi kebutuhan minum saat kerja, rapat, pertemuan, seminar, acara-acara seremonial. Mari kita jadikan membawa tumbler sebagai lifestyle atau gaya hidup sehat dan bagian dari budaya kerja di semua instansi/lembaga/organisasi,” ajak Sekretaris Daerah (Sekda) Bali, Dewa Made Indra, melalui keterangan resminya, Minggu (9/2/2025).
Indra meminta seluruh media untuk berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. “Silakan viralkan jika ada instansi yang masih mengabaikan ajakan ini,” ucap mantan Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali itu.