Cerita seorang dokter yang menangani pasien dengan kondisi yang disebut ‘rahim copot’ viral di media sosial (medsos). Kondisi itu diduga terjadi setelah pasien melahirkan dengan bantuan dukun beranak atau paraji ketika tali pusar ditarik paksa saat proses persalinan.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Muhammad Fadli, menanggapi kondisi tersebut. Dilansir dari infoHealth, Fadli menjelaskan istilah ‘rahim copot’ yang ramai dibicarakan bisa jadi mengacu pada kondisi medis inversio uteri.
“Jadi rahimnya itu bukan ‘copot’, melainkan rahim yang terbalik. Biasanya terjadi ketika kontraksi rahim tidak adekuat, lalu tali pusat ditarik terlalu kuat saat plasenta belum lepas sepenuhnya,” jelas Fadli kepada infocom, Rabu (12/11/2025).
Dalam proses persalinan normal, setelah bayi lahir, tali pusat digunting dan plasenta akan keluar secara alami. Namun, bila kontraksi rahim lemah dan tenaga penolong menarik tali pusat terlalu keras, bagian dalam rahim bisa ikut tertarik keluar. Kondisi inilah yang disebut inversio uteri.
“Kalau kita tarik terlalu cepat sementara plasenta belum copot, rahimnya bisa ikut ketarik dan jadi terbalik. Ini keadaan gawat darurat karena bisa menyebabkan perdarahan hebat,” terang Fadli.
Penarikan tali pusar, jelas Fadli, seharusnya dilakukan perlahan dan terkendali. Dokter atau tenaga medis biasanya memberi waktu hingga 30 menit agar plasenta keluar spontan sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Fadli menegaskan inversio uteri perlu segera dikembalikan ke posisi semula. Jika terlambat, rahim akan sulit dikembalikan dan memerlukan tindakan operasi.
“Kalau memang terjadi inversio uteri, harus segera dikembalikan ke posisi normal dan dilakukan penanganan khusus untuk mencegah perdarahan,” ujar Fadli.
Meski terdengar menakutkan, Fadli menegaskan melahirkan secara normal tetap aman selama ditangani oleh tenaga medis terlatih.
“Tenaga kesehatan di Indonesia sudah paham prosedurnya. Yang penting, rutin periksa kehamilan dan pilih tempat bersalin yang aman,” jelas Fadli.
Artikel ini telah tayang di infoHealth. Baca selengkapnya
