Menjelang penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung pada akhir 2025, Pemerintah Provinsi Bali mendorong pembangunan ribuan teba modern sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan sampah organik. Konsep ini dinilai efektif karena memadukan teknologi sederhana dengan kearifan lokal.
Teba modern adalah lubang sedalam sekitar dua meter yang diperkuat dengan beton dan biasanya diberi tutup di atasnya. Biaya pembuatannya relatif terjangkau, berkisar Rp 1-1,5 juta per unit. Karena tidak membutuhkan lahan luas, teba modern bisa dibuat di halaman rumah, pura, perkantoran, hingga sekolah.
Lubang ini digunakan untuk membuang sampah organik seperti daun, buah, sayuran, dan sisa makanan. Di dalamnya, mikroorganisme akan menguraikan sampah secara alami dalam beberapa bulan. Sampah yang telah terurai dapat dimanfaatkan kembali, misalnya menjadi pupuk.
Pendiri Komunitas Malu Dong, Komang Sudiarta, menyebut satu teba modern tidak akan penuh dalam waktu 8-9 bulan karena proses penguraian berlangsung terus-menerus. Konsep ini membawa beberapa manfaat:
Teba modern juga merupakan bentuk adaptasi dari kearifan lokal masyarakat Bali dalam mengelola sampah, sekaligus menjawab tantangan penutupan TPA Suwung.
Selain teba modern, ada pula teba vertikal dengan fungsi yang sama. Bentuknya berupa beton vertikal sedalam sekitar dua meter, dilengkapi jendela kecil sebagai tempat memasukkan sampah organik. Bagian atasnya sering dimanfaatkan sebagai meja karena permukaannya rata dan berbentuk bulat.
Dengan berbagai inovasi ini, Bali berupaya mengelola sampah organik langsung di sumbernya sehingga mengurangi beban TPA dan menciptakan manfaat ekonomi bagi warga.