Rekam jejak hitam Dwi Hartono, salah satu tersangka penculikan dan pembunuh Mohamad Ilham Pradipta, kacab bank di Jakarta terungkap. Dwi ternyata residivis pemalsuan ijazah.
Seperti diketahui, Ilham ditemukan tewas dalam kondisi mata, kaki, dan tangannya terikat lakban hitam di Serang Baru, Kabupaten Bekasi, pada Kamis (21/8/2025). Tim gabungan Subdit Jatanras dan Resmob Polda Metro Jaya sudah menangkap 15 tersangka kasus penculikan dan pembunuhan Ilham.
Dari 15 tersangka itu, polisi membagi menjadi beberapa klaster, antara lain klaster pengintai, penculik, eksekutor pembunuh, dan dalang atau otak intelektual di balik penculikan dan pembunuhan.
Para tersangka ditangkap di beberapa tempat ini, dua di antaranya yakni Dwi Hartono dan C alias Ken merupakan dalangnya. Namun, hingga kini pihak kepolisian belum mengungkap apa motifnya.
“Saat ini masih dilakukan pendalaman,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, Rabu (27/8).
Dwi Hartono sendiri yang disebut-sebut sebagai salah satu dalang dari kejahatan ini ternyata residivis. Di balik topengnya sebagai pengusaha bimbingan belajar (bimbel) online nan dermawan ini, Dwi Hartono ternyata menyimpan masa lalu yang hitam.
Menurut catatan di Polrestabes Semarang, Dwi Hartono pernah ditangkap atas kasus pemalsuan ijazah. Kasus ini membuat Dwi Hartono divonis selama 2 tahun penjara.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Andika Darma Sena, membenarkan Dwi Hartono sempat tersandung kasus pemalsuan ijazah. Dwi Hartono memalsukan ijazah tingkat SMA dalam sekolah paket C.
“Iya benar di tahun 2012 terkait pemalsuan ijazah SMA, paket C kalau nggak salah,” kata Andika saat dihubungi wartawan, Rabu (27/8/2025).
Andika mengatakan Dwi Hartono sudah diproses oleh pengadilan. Dia menyebut Dwi dijatuhi vonis selama 2 tahun penjara dalam kasus itu.
“Informasinya sudah divonis kurang lebih 2 tahun penjara, bisa dipastikan ke PN ya. Data yang ada di kita hanya terkait kasus pemalsuan ijazah. Sebagai pelaku yang mengkondisikan pemalsuan ijazah tersebut,” kata Andika.
Melansir infoJateng, Saat itu Dwi Hartono merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Dwi Hartono memanipulasi nilai milik empat calon mahasiswa agar masuk ke FK Unissula.
“Lewat bimbingan belajar bernama Smart Solution, dia (Feri) bisa membuat orang masuk ke universitas bahkan dengan mengubah ijazah IPS menjadi IPA,” ungkap Kapolrestabes Semarang yang saat itu dijabat oleh Kombes Elan Subilan di Mapolres, Jalan Dr. Sutomo, Semarang, Senin, 28 Mei 2012.
Kasus ini terungkap setelah surat kaleng yang memuat informasi soal kelakuan Dwi Hartono itu didapat Elan pada Sabtu, 26 Mei 2012. Disebutkan dalam surat tersebut sejumlah nama diduga berkaitan dengan kasus pemalsuan ijazah itu.
Surat tersebut turut mengungkap modus penyebarluasan jasa pemalsuan ijazah yang dilakukan Dwi Hartono. Dwi Hartono membanderol Rp 100-500 juta untuk calon mahasiswa yang ingin masuk lewat ‘pintu belakang’.
Dwi Hartono yang merupakan mahasiswa FK Unissula angkatan 2004 itu juga melakukan joki pengerjaan tes masuk kampus. Adapun modusnya yakni melibatkan joki dalam pengerjaan tes dan jawaban diberikan penjoki kepada calon mahasiswa melalui pesan singkat menggunakan ponsel berbentuk jam tangan.
“Jadi modusnya menggunakan jam tangan canggih yang bisa digunakan untuk SMS dan telepon,” ujar Elan.
Kasus tersebut sempat dilaporkan oleh Dekan FK Unissula yang kala itu dijabat Taifuqurrachman ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang pada 23 April 2012. Meski pihak kampus sempat hendak mencabut laporan yang dilayangkan itu, pihak kepolisian menolak lantaran kasus tersebut bukanlah delik aduan melainkan pidana murni.
Adapun barang bukti yang disita dalam kasus pemalsuan ijazah yang dilakukan Dwi Hartono itu yakni satu unit mobil, sejumlah stempel berlogo universitas dan SMA, dan proposal rincian harga yang disiapkan Dwi Hartono untuk pelanggannya. Dwi Hartono melakukan aksinya sejak 2006 silam.
Perihal pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh Dwi Hartono ini diakui oleh pihak kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Wakil Rektor I Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Bidang Akademik dan Kerja Sama, Andre Sugiono mengungkapkan Dwi Hartono adalah makelar penerimaan mahasiswa baru.
“Yang bersangkutan itu dulu itu makelar penerimaan mahasiswa baru. Jadi dia memalsukan ijazah SMA calon mahasiswa baru dari IPS menjadi IPA, atau paket C, supaya bisa diterima di Fakultas Kedokteran Unissula,” kata Andre dilansir infoJateng, Kamis (28/8).
Andre mengatakan praktik kotor itu sudah terbongkar dan langsung diproses hukum. Mahasiswa yang ijazahnya dipalsukan juga sudah tidak diterima Unissula.
“Ketahuannya dari prosedur ada verifikasi dan validasi ijazah SMA calon mahasiswa baru. Yang dipalsukan ijazah SMA, bukan Unissula,” ungkapnya.
“Yang jelas pada saat itu 2012 terungkap dan sudah divonis hukumannya. Siswanya nggak ada yang keterima,” lanjutnya.
Dwi Hartono Residivis Pemalsuan Ijazah
Rekam Jejak Dwi Hartono di Kasus Pemalsuan Ijazah
Dwi Hartono Makelar Penerimaan Mahasiswa Baru
Melansir infoJateng, Saat itu Dwi Hartono merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Dwi Hartono memanipulasi nilai milik empat calon mahasiswa agar masuk ke FK Unissula.
“Lewat bimbingan belajar bernama Smart Solution, dia (Feri) bisa membuat orang masuk ke universitas bahkan dengan mengubah ijazah IPS menjadi IPA,” ungkap Kapolrestabes Semarang yang saat itu dijabat oleh Kombes Elan Subilan di Mapolres, Jalan Dr. Sutomo, Semarang, Senin, 28 Mei 2012.
Kasus ini terungkap setelah surat kaleng yang memuat informasi soal kelakuan Dwi Hartono itu didapat Elan pada Sabtu, 26 Mei 2012. Disebutkan dalam surat tersebut sejumlah nama diduga berkaitan dengan kasus pemalsuan ijazah itu.
Surat tersebut turut mengungkap modus penyebarluasan jasa pemalsuan ijazah yang dilakukan Dwi Hartono. Dwi Hartono membanderol Rp 100-500 juta untuk calon mahasiswa yang ingin masuk lewat ‘pintu belakang’.
Dwi Hartono yang merupakan mahasiswa FK Unissula angkatan 2004 itu juga melakukan joki pengerjaan tes masuk kampus. Adapun modusnya yakni melibatkan joki dalam pengerjaan tes dan jawaban diberikan penjoki kepada calon mahasiswa melalui pesan singkat menggunakan ponsel berbentuk jam tangan.
“Jadi modusnya menggunakan jam tangan canggih yang bisa digunakan untuk SMS dan telepon,” ujar Elan.
Kasus tersebut sempat dilaporkan oleh Dekan FK Unissula yang kala itu dijabat Taifuqurrachman ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang pada 23 April 2012. Meski pihak kampus sempat hendak mencabut laporan yang dilayangkan itu, pihak kepolisian menolak lantaran kasus tersebut bukanlah delik aduan melainkan pidana murni.
Adapun barang bukti yang disita dalam kasus pemalsuan ijazah yang dilakukan Dwi Hartono itu yakni satu unit mobil, sejumlah stempel berlogo universitas dan SMA, dan proposal rincian harga yang disiapkan Dwi Hartono untuk pelanggannya. Dwi Hartono melakukan aksinya sejak 2006 silam.
Perihal pemalsuan ijazah yang dilakukan oleh Dwi Hartono ini diakui oleh pihak kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Wakil Rektor I Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Bidang Akademik dan Kerja Sama, Andre Sugiono mengungkapkan Dwi Hartono adalah makelar penerimaan mahasiswa baru.
“Yang bersangkutan itu dulu itu makelar penerimaan mahasiswa baru. Jadi dia memalsukan ijazah SMA calon mahasiswa baru dari IPS menjadi IPA, atau paket C, supaya bisa diterima di Fakultas Kedokteran Unissula,” kata Andre dilansir infoJateng, Kamis (28/8).
Andre mengatakan praktik kotor itu sudah terbongkar dan langsung diproses hukum. Mahasiswa yang ijazahnya dipalsukan juga sudah tidak diterima Unissula.
“Ketahuannya dari prosedur ada verifikasi dan validasi ijazah SMA calon mahasiswa baru. Yang dipalsukan ijazah SMA, bukan Unissula,” ungkapnya.
“Yang jelas pada saat itu 2012 terungkap dan sudah divonis hukumannya. Siswanya nggak ada yang keterima,” lanjutnya.