Pemprov NTB Bakal Bentuk Forum Pencegahan-Penanganan Kekerasan Seksual baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) akan membentuk Forum Kolaborasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (FKP2KS). Forum itu dibentuk buntut maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di NTB dalam tiga tahun terakhir.

Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, terdapat 640 kasus kekerasan anak dan perempuan pada 2022. Kemudian, 607 kasus pada 2023 dan 633 kasus pada 2024.

“Ini adalah inisiatif menyikapi berbagai peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jadi Pak Gubernur mengajak kami diskusi,” kata Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Kominfotik) NTB, Yusron Hadi, di kantor Gubernur NTB, Senin (16/6/2025).

Pembentukan FKP2KS akan melibatkan beberapa dinas dan stakeholder terkait, termasuk pemerintah kabupaten dan kota di NTB. Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) NTB juga turut dilibatkan.

Tak cuma itu, FKP2KS juga akan memasukkan beberapa unsur, yakni dinas, stakeholder terkait, masyarakat, dan non governmental organization (NGO). Yusron berharap pelibatan lintas sektor diharapkan dapat meminimalisasi kasus kekerasan perempuan dan anak di NTB.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

DP3AP2KB NTB akan merumuskan dan menyiapkan payung hukum. Pembentukan forum ini ditargetkan selesai pada awal Juli 2025.

“Apakah ada unsur aparat penegak hukum? Kita lihat nanti konsep yang disusun oleh teman-teman,” terang Yusron.

FKP2KS akan berperan dalam mencegah maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di NTB. FKP2KS juga akan mengantisipasi kelompok yang rentan terkena kasus kekerasan seksual.

“Semua sudah didiskusikan tadi. Ini tindak lanjut cepat Pak Gubernur sebagai bentuk perhatian NTB darurat kasus kekerasan ini,” ujar Yusron.

Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kanwil Kemenag NTB, Muhammad Ali Fikri, mengapresiasi langkah Gubernur NTB dalam membentuk FKP2KS.

“Tentu nanti akan ada semacam kolaborasi semua instansi. Jadi, misal ada kekerasan seksual di pondok pesantren, bukan hanya menjadi tugas Kemenag saja, tetapi ada pihak lain juga,” ujar Ali.

Menurut Ali, Kemenag juga bakal ikut merumuskan rencana kerja FKP2KS. Selain itu, Kemenag sendiri juga sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

PMA itu, jelas Ali, terdapat wewenang Kemenag provinsi untuk melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual jika terjadi dalam lingkungan ponpes. Ali mengeklaim sudah melakukan hal tersebut.

“Kan ada satgas di masing-masing ponpes, tetapi itu perlu kita kaji lebih dalam. Nanti inilah yang akan dikoordinasikan melakukan penanganan dan pencegahan di ponpes,” ujar Ali.

Ali menuturkan, dalam menangani beberapa kasus kekerasan seksual di ponpes, pesantren memang memiliki aturan sendiri dalam penerapan sistem pendidikan. Hal itu akan menjadi poin kajian FKP2KS. Ali meminta ponpes di NTB tetap terbuka.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi, sangat mendukung pembentukan FKP2KS. Menurut Joko, kerja forum ini nantinya meliputi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di semua sektor.

“Jadi ini meliputi semua OPD. Jadi nanti OPD tidak lagi bicara ini bagian Dinas Sosial ini DP3AP2KB. Intinya ini tugas semua,” terang Joko.

Menurut Joko, satgas yang sudah terbentuk akan diajak untuk bergabung dalam FKP2KS untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan bersama-sama. “Jadi sekarang jangan ada parsial-parsial. Nanti semua kolaborasi mulai dari pencegahan hingga penanganan,” jelas Joko.