Hakim Kabulkan Penangguhan Penahanan Nenek Reja, Terdakwa Berusia 93 Tahun

Posted on

Nenek berusia 93 tahun, Ni Nyoman Reja (93), kembali menjalani sidang sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (22/5/2025). Pada akhir sidang, Hakim Ketua Aline Oktavia Kurnia mengabulkan permohonan penangguhan penahanan nenek Reja bersama para terdakwa lain.

Sidang kasus dugaan pemalsuan silsilah dalam sengketa tanah warisan itu mengagendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan. Reja datang ke ruang sidang menggunakan kursi roda.

Penasihat hukum 17 terdakwa, termasuk Reja, menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) prematur dan mengandung cacat hukum karena perkara pokoknya masih berupa sengketa perdata dan belum inkrah. Warsa T Bhuwana, salah satu anggota tim penasihat hukum terdakwa, menegaskan dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 dan 3 KUHP, sehingga harus batal demi hukum.

“Perkara ini seharusnya menjadi ranah perdata dan belum dapat dibawa ke ranah pidana karena masih terjadi sengketa. Keabsahan silsilah belum diputus secara sah dan berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan,” ujar Warsa yang didampingi Semuel Hanok Yusuf Uruilal, Vincensius Jala, I Gede Bina, Kadek Eddy Pramana, Ni Nyoman Widi Trisnawati, Maria M Pakel, dan Junia Adolfina Blegur Laumuri.

Warsa menyoroti persoalan perdata yang mendahului proses pidana sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956. Untuk itu, tim penasihat hukum meminta majelis hakim untuk menunda atau membatalkan proses pidana hingga ada kejelasan hukum dalam perkara perdata terkait silsilah dan hak waris tersebut.

Menurut Warsa, perkara pidana ini bahkan telah menyangkut warga yang telah lanjut usia dan memerlukan perlindungan hukum.

“Meminta agar majelis hakim agar menyatakan surat dakwaan JPU tidak dapat diterima atau batal demi hukum, memerintahkan pembebasan para terdakwa dari tahanan, dan membebankan biaya perkara kepada negara,” kata Warsa di hadapan majelis hakim yang diketuai Aline Oktavia Kurnia.

Atas permohonan tim penasihat hukum, majelis hakim mengabulkan penangguhan penahanan para terdakwa, termasuk nenek Reja. Saat ini, dari 17 terdakwa, hanya seorang saja yang ditahan.

Para terdakwa didominasi orang-orang berusia paruh baya dan lanjut usia (lansia). Selain nenek Reja, ada I Made Dharma (64), I Ketut Sukadana (58), I Made Nelson (56), Ni Wayan Suweni (55), I Ketut Suardana (51), I Made Mariana (54), dan I Wayan Sudartha (57). Kemudian, I Wayan Arjana (48), I Ketut Alit Jenata (50), I Gede Wahyudi (30), I Nyoman Astawa (55), I Made Alit Saputra (45), I Made Putra Wiryana (22), I Nyoman Sumertha (63), I Ketut Senta (78), dan I Made Atmaja (61). Para terdakwa datang ke PN Denpasar dengan pakaian adat Bali berwarna putih.

Sementara itu, salah seorang penasihat hukum terdakwa, Vincencius Jala, mengungkapkan nenek Reja menjadi terdakwa bersama salah seorang anak kandungnya, I Made Dharma (64).

Menurut Vincen, sapaan Vincencius, nenek Reja cukup sehat secara fisik. Namun, ingatannya terus menurun. Reja juga tidak ingat dengan perkara kasus pemalsuan silsilah ini.

“Setelah ditanya sesuatu, sesaat sebelumnya ia lupa dengan ucapannya,” kata Vincen yang ditemui seusai sidang.

Sebelumnya, dalam dakwaan JPU I Dewa Gede Anom Rai, para terdakwa diduga melakukan pemalsuan silsilah keluarga I Riyeg pada 14 Mei 2021. Dalam silsilah itu disebutkan bahwa I Riyeg alias I Wayan Riyeg merupakan anak dari I Made Gombloh.

Lebih lanjut, I Made Gombloh disebut menikah secara ‘nyentana’ dengan Ni Rumpeng, putri dari I Wayan Selungkih. Dari perkawinan itu, lahirlah anak bernama I Wayan Sadera dan keturunannya.

Penyusunan silsilah tersebut didasarkan pada keterangan orang tua dan pihak yang dianggap kompeten. Dokumen silsilah juga menyebut bahwa leluhur yang tidak dikenal memiliki tiga anak laki-laki, yakni I Wayan Selungkih, I Made Gombloh, dan I Nyoman Lisir. Adapun penyusunan silsilah itu diduga dimanipulasi pada terdakwa untuk kepentingan menguasai tanah warisan.