Sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) kembali mencuri perhatian publik. Kali ini bukan hanya karena kemudahannya, tetapi juga karena sorotan dari pemerintah Amerika Serikat (AS) yang mempertanyakan kebijakan QRIS di Indonesia.
Pemerintah AS melalui Kantor Perwakilan Dagang (USTR) menyoroti sistem pembayaran domestik ini dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis akhir Maret 2025. USTR menyebut, penerapan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 dinilai membatasi ruang gerak perusahaan asing.
“Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, khawatir selama proses pembuatan kebijakan kode QR BI, para pemangku kepentingan internasional tidak diberi tahu tentang perubahan yang mungkin terjadi atau diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka mengenai sistem tersebut, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang untuk berinteraksi secara lancar dengan sistem pembayaran yang ada,” tulis USTR, dikutip dari infoFinance, Senin (21/4/2025).
Alih-alih menimbulkan keresahan, sorotan dari AS ini justru memicu gelombang dukungan dari warganet Indonesia. Tagar #QRIS trending di berbagai media sosial. Ribuan komentar bermunculan, menyuarakan pembelaan terhadap sistem pembayaran karya anak bangsa ini.
“Kalau sampai GPN dan QRIS yang bikin Indonesia 🇮🇩 berdikari dikorbanin demi ‘yes sir, thank you sir’ sih beneran omon-omon doang,” tulis akun @ainunnajib, dikutip infoINET.
“QRIS ini salah satu government win di Indonesia. Kalau sampai manut Amerika soal ini, nggak tau lagi deh. Agenda titipan Visa/Master mungkin…,” ujar @NOTASLIMBOY.
“QRIS dan GPN harus nonnegotiable. Transaksi domestik seharusnya tidak perlu melibatkan payment asing. Transaksinya di Indonesia, rekeningnya Indonesia, usernya orang Indonesia, uangnya rupiah, gak perlu bayar persenan ke luar negeri,” ucap @habibienomics.
Komentar lain juga menyebut QRIS sebagai simbol kedaulatan digital bangsa yang tak bisa ditawar-tawar.
QRIS (dibaca: KRIS) merupakan standar kode QR nasional yang diluncurkan Bank Indonesia (BI) pada 17 Agustus 2019. Sistem ini menyatukan berbagai QR dari Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), sehingga pengguna bisa melakukan pembayaran di mana saja dengan satu sistem terintegrasi.
Penggunaan QRIS diatur dalam PADG Nomor 24/1/PADG/2022 tentang perubahan atas aturan implementasi QRIS sebelumnya. Tujuannya agar transaksi domestik lebih cepat, mudah, dan aman.
Kini, masyarakat bisa membayar dengan QRIS melalui seluruh aplikasi pembayaran, baik dari bank maupun dompet digital. Cukup dengan memindai kode QR di toko atau restoran, pembayaran bisa dilakukan tanpa uang tunai atau kartu.
“Cukup dengan mengandalkan aplikasi e-wallet atau mobile banking di smartphone milikmu, maka bisa melakukan pembayaran cashless secara praktis dan mudah hanya dengan memindai barcode di toko atau restoran,” tulis BI dikutip Minggu (20/4/2025).
Pandemi COVID-19 pada 2020 menjadi momentum penting bagi QRIS. Kebutuhan akan sistem pembayaran nontunai yang aman dan tanpa kontak fisik membuat adopsi QRIS meningkat tajam. Hingga akhir 2020, lebih dari 3 juta merchant sudah menggunakan QRIS.
Pada 2021, BI menambahkan fitur baru lewat QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer, dan Setor), yang memperluas fungsi QRIS tak hanya untuk pembayaran, tapi juga penarikan dan transfer uang.
Per akhir 2023, jumlah merchant pengguna QRIS mencapai lebih dari 26 juta, dari warung kaki lima hingga ritel modern. Sistem ini juga sudah mendukung transaksi lintas negara, atau cross-border, yang memungkinkan turis asing menggunakan aplikasi pembayaran dari negara asalnya.
Tak berhenti di dalam negeri, pemerintah Indonesia juga memperluas penerapan QRIS ke luar negeri. Sejauh ini, QRIS sudah bisa digunakan di Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut ada delapan negara di Asia yang menjadi target pengembangan QRIS. Negara-negara tersebut adalah Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, Korea Selatan, India, dan Uni Emirat Arab.
“Kami akan fokus dulu dari 8 negara, yaitu adalah di Asia, Malaysia, Singapura, Thailand. Kemudian Filipina, tapi empat negara lain Jepang, Korea Selatan, India, dan Uni Emirat Arab,” ujar Perry dalam sambutannya di agenda Peluncuran Blueprint Sistem Pembayaran 2030 di Jakarta Convention Center, Jumat (2/8/2024).
Artikel ini telah tayang di infoINET. Baca selengkapnya