Merintis Bale Baca Hasanah Sejak di Bangku Kuliah

Posted on

Rina Marwati bisa disebut sosok Kartini masa kini dari Dusun Beak Daya, Desa Wanasaba, Kecamatan Wanasaba, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berangkat dari kegelisahan dengan kondisi masyarakat yang tidak begitu peduli dengan pentingnya literasi, perempuan berusia 29 tahun itu mendirikan Bale Baca Hasanah (BBH).

Mayoritas masyarakat Dusun Beak Daya berprofesi sebagai petani, peternak, buruh bangunan. Sehingga, menurut Rina itu berpengaruh terhadap pola asuh yang kurang baik terhadap anak.

“Salah satunya tidak begitu peduli terhadap literasi anaknya. Sepulang sekolah kebanyakan bermain, ada juga kadang diajak orang tuanya pergi bekerja di sawah,” kata Rina ketika ditemui infoBali disela-sela kesibukanya mengajar anak-anak, beberapa waktu lalu.

Selain itu, stigma masyarakat terhadap pendidikan untuk perempuan di tempat tinggal Rina. Mereka menganggap perempuan hanya berperan di rumah setelah kuliah. Rina mengalaminya sendiri.

Saat itu ia lulus di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Namun, orang tuanya tidak mengizinkan Rina kuliah di luar daerah.

“Orang tua saya menilai perempuan jika keluar daerah itu pasti akan dianggap buruk,” kata Rina.

Akhirnya, Rina mendaftar kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bali tanpa sepengetahuan orang tuanya. “Saya diam-diam mendaftar. Waktu itu saya daftar di perguruan tinggi di Bali, Alhamdulillah saya diterima. Saya kasih tahu orang tua ketika sudah di sana,” jelas perempuan yang juga sebagai ibu rumah tangga ini.

Pada 2017, Rina aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan terutama berkaitan dengan pengembangan literasi. Sehingga ketika pulang ke kampung, ia berinisiatif untuk membuat gerakan yang sama, yaitu mendirikan Bale Baca Hasanah.

“Di Bali dulu saya ikut membuka lapak-lapak baca di pinggir jalan. Akhirnya saya berpikir kenapa tidak saya membuat hal yang sama di desa saya ketika libur perkuliahan saya pulang,” jelas Rina.

Awalnya, ibu satu anak ini mencoba menjejerkan buku bacaan koleksi miliknya dan asiknya di teras rumahnya. Saat itu anak-anak tetangganya berdatangan untuk membaca buku.

“Awalnya hanya keponakan yang datang. Keesokan harinya saya jejerkan kembali buku-buku tersebut, akhirnya lama kelamaan ada 10 anak yang datang mereka duduk di teras sambil membaca buku,” cerita Rina.

Rina melanjutkan, seiring waktu berjalan, jumlah anak-anak yang datang membaca buku di rumahnya semakin bertambah dan tidak muat, sehingga saat itu berfikir untuk membuat bangunan semi permanen yang terbuat dari bambu di lahan milik bibiknya.

“Karena ramai akhirnya saya mencoba komunikasi dengan keluarga, dan syukurnya keluarga juga mendukung, akhirnya saya dan anak-anak pergi ke kebun untuk menebang pohon bambu untuk menjadi bahan-bahan membuat bangunan semacam pondok bambu,” tutur perempuan bercadar itu.

Proses pembuatan bangunan Bale Baca Hasanah tidak begitu berjalan mulus. Banyak cemooh yang dilontarkan oleh masyarakat sekitar.

“Saya dikira mau bangun tempat kajian khusus. Ada juga yang bilang mau bikin tempat kajian teroris, kebetulan kan saya pakai cadar, tapi itu semua kami maklumi karena masyarakat kan masih belum tahu,” kenang Rina.

Setelah bangunan Bale Baca Hasanah jadi, anak-anak yang awalnya belajar di rumah Rina kini sudah memiliki tempat belajar sendiri.

Setelah lulus kuliah pada 2020, Rina meresmikan Bale Baca Hasanah dengan mengundang masyarakat sekitar. Tujuannya untuk sosialisasi tentang program apa saja yang dilakukan di tempat tersebut.

“Kami meresmikanya tahun 2020, seiring dengan penerbitan Akta Notaris sebagai bentuk legalitas itu semua sudah kami urus,” kata Rina.

Rina mengelola Bale Baca Hasanah tidak sendirian, ia melibatkan relawan dari kalangan pemuda dan mahasiswa.

Sebagai Pusat Literasi

Bukan hanya tempat membaca buku, Bale Baca Hasanah juga dimanfaatkan sebagai sentra literasi warga setempat. Mulai dari anak usia Paud hingga perguruan tinggi.

Bale Baca Hasanah buka sejak pukul 13.00 Wita sampai 18.00 Wita. Anak-anak hingga mahasiswa ramai-ramai berkunjung untuk belajar, diskusi, hingga berlatih untuk keperluan tes perguruan tinggi pun ada.

“Kalau anak-anak TK kadang mereka senang ketika diajarkan menggambar, apalagi diajarin sambil bermain. Ada juga adik-adik yang baru lulus SMA yang hendak masuk perguruan tinggi negeri, kadang mereka datang untuk diskusi dan berbagi tips supaya bisa diterima,” beber Rina.

Saat ini, member Bale Baca Hasanah sudah mencapai puluhan anak yang berasal dari beberapa desa. Mulai dari Desa Wanasaba hingga desa lain juga.

Karena tempat terbatas, membuat Rina dan kawan-kawan membagi kunjungan menjadi dua kelas. Yaitu kelas Intensif dan kelas Reguler.

“Kelas Intensif sendiri yang terdata ada sekitar 80 anak. Sementara sisanya itu mereka di kelas regulernya,” beber Rina.

Anak-anak di kelas Reguler hanya datang membaca buku dan dibimbing untuk belajar sesuai dengan kurikulum yang telah disusun oleh tim Bale Baca Hasanah. Sementara untuk kelas Intensif, dibimbing berdasarkan minat dan bakat anak serta sesi belajar yang fleksibel.

“Kalau kelas reguler, anak-anak kami gratiskan. Kalau di kelas intensif itu mereka dikenakan Rp 5 ribu setiap sesi pertemuan. Mereka bisa memilih sendiri apa yang ingin dipelajari sesuai dengan bakat dan minat, kami akan siapkan tutornya,” ujar Rina.

Respons Positif Warga

Seiring berjalannya waktu, orang tua anak-anak yang menjadi member Bale Baca Hasanah merespons positif. Mereka senang dengan adanya wadah literasi untuk anak-anak mereka.

Seperti Baiq Anita (28). Ia senang anaknya ikut belajar di Bale Baca Hasanah sejak setahun lalu. Ia bahkan mengaku setelah aktif belajar di Bale Baca Hasanah, anaknya selalu mendapatkan juara di sekolahnya.

“Sejak duduk di kelas 2 SD (anak ikut belajar), ketimbang main HP terus di rumah. Alhamdulillah anak saya semangat ikut belajar karena banyak teman dan ada permainan edukatif juga,” kata Baiq Anita.

Orang tua lainya Laspuji (33), menceritakan anaknya ikut kelas Intensif Bahasa Inggris di Bale Baca Hasanah. “Anak saya baru kelas 3 SD masuk di kelas Intensif Bahasa Inggris dasar. Dia terlihat sangat senang belajar,” kata Laspuji sembari menunjukan anaknya yang sedang belajar.

Sementara, salah satu tokoh masyarakat setempat, Hasan (47), mengatakan selalu mendukung pendirian Bale Baca Hasanah sejak awal. Ia justru mengharapkan kegiatan seperti yang diinisiasi Rina ada di desanya.

“Meskipun Rina seorang perempuan, tapi bisa mengajak anak-anak dan pemuda di sini mengadakan berbagai kegiatan positif, itu yang kami syukuri,” kata Hasan.

Hasan menyebut tempat Bale Baca Hasanah kini bertransformasi dari tempat pembuatan bata menjadi pusat edukasi anak-anak, memberikan peluang belajar yang lebih baik.

Merintis Bale Baca Hasanah Sejak di Bangku Kuliah

Dicemooh Bikin Tempat Kajian Teroris