Tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal di Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali, masih beroperasi meskipun telah ditutup sementara oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Buleleng.
Pantauan di lokasi pada Jumat (4/7/2025) siang, mobil pengangkut sampah berpelat merah silih berganti memasuki kawasan tersebut. Terlihat pula sejumlah orang memulung di tumpukan sampah.
Salah satu sopir pengangkut sampah yang enggan disebut namanya mengaku tetap membuang sampah di Desa Pangkungparuk karena pertimbangan jarak. Sebab, lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggalnya dibandingkan TPA Bengkala di Kecamatan Kubutambahan.
“Di sana ramai ngantre. Saya pernah ke sana, jam 11 sampai di sana, dapat membuang jam 4 sore, pulangnya ke sini dah malam. Upahnya hanya Rp 40 ribu,” katanya.
Selain itu, kata dia, TPA Bengkala juga menerapkan jadwal bagi kendaraan pengangkut sampah kecil. Hal itu membuat proses pembuangan sampah di sana memakan waktu lama.
Para sopir pengangkut sampah di wilayah tersebut berharap agar pemerintah menyediakan lokasi TPA yang strategis di wilayah barat. Adapun berdasarkan informasi yang dihimpun, TPA ilegal tersebut digunakan oleh 19 desa di empat kecamatan.
“Kalau misalnya ada tempat strategis yang lebih bagus (kami) setuju. Pemerintah turun tangan untuk menyediakan tpa sampah untuk Buleleng barat,” jelasnya.
infoBali juga berupaya untuk mencari pemilik lahan TPA ilegal, I Wayan Sudiarjana, dan sempat bertemu dengan sang istri. Namun, ia enggan menanggapi permintaan infoBali dengan alasan suaminya tidak berada di rumah.
Sebelumnya, sidang tindak pidana ringan (Tipiring) terkait tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal di Desa Pangkungparuk, Buleleng, Bali, ditunda karena berkas tidak lengkap. Saat ini, aktivitas pembuangan sampah di TPA ilegal tersebut telah disegel sementara oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Buleleng.
Kepala Satpol PP Buleleng Gede Arya Suardana menjelaskan TPA ilegal tersebut telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Buleleng Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah yang telah diubah melalui Perda Nomor 6 Tahun 2018
Suardana menegaskan penyegelan dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat yang merasa dirugikan akibat aktivitas pembuangan sampah terbuka (open dumping) di lokasi tersebut. Sebelum itu, Satpol PP juga telah melayangkan surat peringatan (SP) sebanyak tiga kali kepada pengelola.
“Sudah diberikan SP ketiga, tapi kegiatan pembuangan sampah secara terbuka tetap berlangsung. Karena itu, kami ambil langkah tegas dengan menghentikan sementara operasional TPA tersebut,” ujar Arya Suardana, Kamis (3/7/2025).
Suardana mengungkapkan praktik open dumping berbahaya bagi lingkungan karena sampah tidak dipilah maupun ditimbun dengan tanah. Hal ini menyebabkan gas metana dari tumpukan sampah mudah terbakar. Walhasil, hal itu memicu kemunculan asap yang mengganggu warga sekitar.
“Kami memahami niat menyediakan tempat pembuangan, tapi pelaksanaannya menyalahi aturan. Tanpa pengurukan tanah, gas metana bisa keluar dan terbakar oleh panas matahari atau tersulut angin, menyebabkan asap. Itu yang sangat dikeluhkan warga,” urainya.
Menurut Suardana, sekitar 60 warga juga telah menandatangani petisi sebagai dasar untuk menghentikan aktivitas di TPA ilegal tersebut. Warga mengeluhkan munculnya asap pekat, bau menyengat, serta dugaan pencemaran sumber air akibat air rembesan dari sampah.
“Jangan mengesampingkan petisi dari masyarakat Banjarasem dan Pangkungparuk, ada 60 orang,” ujarnya
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng, I Gede Putra Aryana, setali tiga uang. Ia menekankan pembuangan sampah secara terbuka berdampak serius pada kualitas udara, air, dan kesehatan masyarakat.
“Ini juga menimbulkan potensi penyebaran vektor penyakit serta gangguan ketertiban masyarakat,” terang Aryana.
Aryana menjelaskan pengelolaan sampah harus merujuk pada kerangka hukum nasional dan daerah. Termasuk Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011, serta Perda Kabupaten Buleleng Nomor 6 Tahun 2018.
Menurutnya, lokasi TPA harus memiliki izin resmi, dokumen analisis dampak lingkungan (amdal), fasilitas pemilahan sampah, serta sistem pengolahan air lindi yang memadai. Saat ini, DLH Buleleng tengah merancang tindak lanjut jangka panjang guna mendorong pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
“Kami harap masyarakat turut aktif mendukung pengelolaan sampah yang baik demi menjaga kesehatan lingkungan dan kualitas hidup bersama,” pungkas Putra Aryana.