Reklamasi di Pantai Sawangan, Badung, yang dilakukan PT Kedaung Group Badung disetop oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Agraria, dan Pertanahan (TRAP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali. Penyetopan proyek itu dilakukan saat inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi, Selasa (30/12/2025).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, Gede Trisna Wijaya, menyampaikan belum mengeluarkan izin terkait kegiatan tersebut. Dokumen yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan Bali hanya berupa klarifikasi dan informasi, bukan izin resmi.
“Setelah dilihat data yang disampaikan ke kami bahwa itu bukan izin, melainkan klarifikasi dan informasi dan an Dinas Kelautan sampai saat ini belum mengeluarkan rekomendasi,” jelas Trisna.
Diketahui, kewenangan pengelolaan laut hingga 12 mil berada di bawah pemprov, sedangkan di atas 12 mil menjadi kewenangan kementerian. Pembagian kewenangan itu sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Kegiatan reklamasi tersebut diketahui berada di atas lahan seluas sekitar 20 hektare (Ha) yang berbatasan langsung dengan Pantai Sawangan. Selain itu, aktivitas reklamasi juga dinilai mengganggu keberadaan dua pura, yakni Pura Batu Belah dan Pura Batu Belig.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Made Suparta, menegaskan kegiatan penambahan pemecah ombak yang dilakukan termasuk reklamasi karena dilakukan di luar sempadan pantai sejauh 100 meter dari titik air pasang tertinggi.
“Pemecah ombak ini reklamasi namanya, Jangan membalikkan kata-kata, kegiatan yang dilakukan di luar daripada sempadan pantai 100 meter sejak air pasang itu reklamasi,” ujar Suparta.
Kristian selaku penanggung jawab proyek PT Kedaung Group Badung menjelaskan reklamasi dilakukan karena adanya abrasi di Pantai Sawangan. Ia mengaku sebelumnya menerima arahan dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida.
“Awalnya kan ada abrasi di pantai. Pada saat pengajuan izin diminta BWS sampai ke tebing untuk mengamankan di atas kan ada Pura Batu Belig. Diawal kami kira ini (surat dari BWS) izin,” jelas Kristian.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Namun, setelah dilakukan pengecekan, rekomendasi dari BWS Bali Penida yang dimiliki PT Kedaung ternyata masih berupa permohonan dan belum berbentuk izin resmi.
Anggota DPRD Badung, I Wayan Luwir Wiana, menyimpulkan telah terjadi tumpang tindih teknis perizinan antara kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Bali dan BWS Bali Penida. Ia akan melakukan panggilan terhadap PT Kedaung dalam rapat dengar pendapat (RDP) karena reklamasi yang dilakukan dinilai telah merusak alam.
“Jadi pada intinya kami akan pertajam untuk di RDP. Kami panggil dari PT Kedaung karena sudah merusak alam, ada air klebutan untuk melukat dirusak, sungai di atas dipindahkan, gampang sekali memindahkan,” jelas Luwir.
