Stunting di Mataram Turun Jadi 6,6 Persen, Pemkot Bidik di Bawah 5 Persen

Posted on

Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), terus menekan angka stunting di wilayahnya. Jika pada 2024 lalu angka stunting masih 7,6 persen atau sekitar 1.900 anak, kini turun menjadi 6,6 persen.

Wali Kota Mataram Mohan Roliskana mengatakan penurunan angka stunting ini cukup signifikan.

“Sampai dengan hari ini, kita di posisi 6,6 persen, alhamdulillah penurunannya sangat signifikan di tahun ini,” kata Mohan saat diwawancarai di Mataram, Jumat (4/7/2025).

Mohan menegaskan Pemkot Mataram akan terus berupaya menekan angka stunting, salah satunya dengan melibatkan kader, pemangku kepentingan, dan pihak terkait.

“Target kami di tahun ini angka stunting (bisa kurang dari) 5 persen,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram Emirald Isfihan menyebut, per Juli 2025 angka stunting di Mataram turun menjadi 6,6 persen, atau sekitar 1.600 anak.

“Angkanya terus menurun, dari yang awalnya 9,8 persen, lalu turun 7,9 persen, sekarang ada di angka 6,6 persen. Semoga di tahun ini ini bisa terus menurun hingga di angka 5 persen, atau di bawah 1.000 anak,” kata Emirald.

Menurut Emirald, rata-rata anak stunting di Mataram berusia 5-6 tahun. Ia memaparkan beberapa faktor yang memicu stunting, mulai dari asupan gizi ibu saat hamil, kebiasaan konsumsi makanan instan, hingga pola asuh.

“Faktor lainnya, dari dampak pola asuh, adanya penyakit penyerta, lalu faktor ibu saat hamil. Sebisa mungkin, saat hamil harus dipastikan usia dia mencukupi untuk kelayakan hamil. Jangan sampai menikah di usia dini. Karena menikah di usia dini itu menunjukkan belum siapnya secara mental, kemampuan organnya untuk melahirkan anak yang sehat, mangkanya sekarang ada pemeriksaan calon pengantin,” beber Emirald.

Ia juga menyoroti tingkat stres ibu hamil yang berpotensi memicu stunting pada anak.

“Mangkanya, jangan sampai suaminya ini buat istrinya stres. Kalau istri stres, ini akan mengakibatkan kerdil di dalam, dan akhirnya lahir menjadi stunting,” tambah Emirald.

Untuk meminimalisir risiko stunting, Pemkot Mataram menyediakan layanan USG gratis dua kali di setiap puskesmas.

“Kita berikan USG gratis sebanyak dua kali, ini bisa dilakukan di puskesmas (terdekat) di Kota Mataram. Nggak hanya itu, kita juga sudah meniadakan persalinan di polindes, sekarang persalinan bisa di puskesmas agar aman. (Ini kita lakukan) agar dia aman, kalau dia lahir dalam kondisi sakit, maka akan memperbesar risiko untuk jadi anak stunting yang baru,” ujarnya.

Emirald menambahkan konsumsi makanan instan juga perlu dibatasi agar kebutuhan gizi anak tetap terpenuhi.

“Itu salah satu faktornya, tetapi bukan secara langsung mie instan akan menyebabkan anak stunting, tetapi pemberian makanan instan itu tidak akan mencukupi kebutuhan makanan mereka, jadi gizi anak itu nggak terpenuhi, padahal dia membutuhkan gizi yang maksimal,” ucapnya.

Kader Posyandu dan Peran Keluarga

Salah seorang kader Posyandu di Kota Mataram mengatakan, stunting dapat dikenali dari pertumbuhan fisik dan perilaku anak.

“Kalau di Posyandu kami, biasanya kami bisa tahu anak itu stunting dari beberapa hal. Pertama, ya dari pengukuran tinggi badan dan berat badan sesuai usianya. Kalau pertumbuhannya tidak sesuai grafik, itu sudah jadi sinyal. Terutama kalau berat badan nggak naik-naik atau tinggi badannya jauh di bawah rata-rata anak seusianya,” katanya, Jumat.

Ia menambahkan, perilaku anak juga bisa menjadi petunjuk penting.

“Anak stunting itu biasanya lebih pendiam, kurang aktif, gampang sakit, dan kadang lambat bicara atau bergeraknya. Tapi itu juga harus kita lihat bareng data ukurannya, nggak bisa nebak-nebak,” jelasnya.

Banyak kasus stunting ditemukan pada pasangan muda yang menikah di usia dini dan kurang memahami pola asuh dan gizi.

“Kadang ibunya sendiri masih remaja, kurang nutrisi sejak hamil, terus nggak ngerti pentingnya ASI eksklusif, imunisasi, atau MPASI yang benar,” terangnya.

Nabila, warga Mandalika, Kota Mataram, mengaku rutin memanfaatkan layanan posyandu untuk memastikan anaknya terhindar dari stunting.

“Saya ibu muda, jadi masih harus banyak belajar. Sebisa mungkin anak saya dapat ASI, karena mau masuk 6 bulan, saya sedang belajar cara memberikan MPASI yang benar, bukan malah ikut-ikutan ala video di TikTok. Jadi saya banyak belajar di kader-kader posyandu,” ujarnya.