Respons Menteri Abdul Mu’ti soal Program Sekolah Barak Gagasan Dedi Mulyadi

Posted on

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti merespons kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait program sekolah barak militer bagi siswa bermasalah. Abdul Mu’ti enggan menanggapi kebijakan itu.

Mu’ti dimintai tanggapan seusai menghadiri acara Denpasar Education Festival di Dharma Negara Alaya, Denpasar, Kamis (8/5/2025). Namun, ia tidak menjawab pertanyaan awak media dan memilih berjalan menuju pintu keluar.

“Kalau ada pertanyaan lain aja ya. Cukup ya,” kata Mu’ti sambil berlalu dari kerumunan wartawan.

Diketahui, Dedi Mulyadi mulai menerapkan kebijakan pengiriman siswa yang berperilaku menyimpang ke barak militer sebagai bagian dari pendidikan karakter.

Dilansir dari infoJabar, kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor: 43/PK.03.04/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya. Dalam SE tersebut dijelaskan adanya klasifikasi siswa dengan perilaku menyimpang yang perlu dibina secara khusus melalui pelatihan di lingkungan militer.

“Bagi peserta didik yang memiliki perilaku khusus, yang sering terlibat tawuran, main game, merokok, mabuk, balapan motor, menggunakan knalpot brong dan perilaku tidak terpuji lainnya, akan dilakukan pembinaan khusus,” ucap Dedi dalam SE tersebut seperti dilihat infoJabar, Minggu (4/5/2025).

Kategori perilaku menyimpang yang dimaksud meliputi keterlibatan dalam tawuran, kecanduan bermain game, kebiasaan merokok, konsumsi minuman keras, hingga aksi balapan liar di jalanan. Siswa dengan catatan semacam ini akan dikirim ke barak TNI sebagai bagian dari pembinaan karakter.

Meski menuai pro dan kontra, Dedi tetap melanjutkan kebijakan ini sebagai bentuk intervensi terhadap kenakalan remaja di wilayahnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) belum berencana menerapkan kebijakan yang sama. “Itu kan (baru) di Provinsi Jabar dulu, biar saja di sana dulu. Saya pikir kita tidak mesti sama dengan provinsi lain,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Abdul Aziz, saat dikonfirmasi di Hotel Lombok Raya, Kamis (8/5/2025).

Aziz menilai, pendidikan karakter tidak harus dilakukan di barak militer. Pemprov NTB lebih memilih pendekatan melalui kegiatan sekolah seperti baris-berbaris atau program pada masa Penerimaan Murid Baru (PMB).

“Kami (bisa berikan) pendidikan karakter pada saat rekrutmen Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Misalkan saja baris-berbaris untuk membentuk karakter tertentu. Ya, kami ikhtiarkan seperti itu,” ujarnya.

Adapun siswa yang masuk kategori ini adalah mereka yang terlibat tawuran, kecanduan game, merokok, mengonsumsi minuman keras, hingga balapan liar.

Jika merujuk pada kategori tersebut, pelajar NTB sebenarnya berpotensi masuk dalam sasaran pembinaan karakter. Pasalnya, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah pelajar di NTB terlibat aksi balapan liar hingga tawuran petasan saat bulan Ramadan.

Namun, Aziz menegaskan bahwa kebijakan itu belum menjadi pertimbangan Pemprov NTB. “(NTB) belum (ke arah) sana,” tegasnya.

Wakil Wali Kota Mataram, TGH Mujiburrahman, juga menyatakan belum ada rencana menerapkan pola barak militer untuk mendisiplinkan pelajar bermasalah.

“Belum ada rencana ke sana, karena untuk penanganan secara khusus seperti itu kan banyak caranya. Bisa (saja) kita menggemblengnya di pondok pesantren misalnya. Kita titipkan di situ, lalu kita lakukan pendekatan-pendekatan agama. Saya malah lebih cenderung (memilih) ke sana (titip di pondok pesantren daripada kirim ke barak militer),” kata Mujib.

Ia menilai, pendekatan spiritual bisa menjadi metode efektif untuk menyentuh sisi batin pelajar dan membentuk karakter mereka.

“Saya kira semua opsi itu ada positif dan ada kurang lebihnya, tinggal nanti tergantung kearifan lokal kita saja. Kami cenderung dengan sentuhan spiritual yang menyentuh batin dan hatinya. Tapi nanti kami akan bahas secara lebih dalam lagi,” tandasnya.

Pemprov NTB Belum Tertarik

Pemkot Mataram Pilih Pendekatan Spiritual