Penampilan Tari Joged Gek Wik di Bali Menuai Kontroversi

Posted on

Sebuah video penampilan tari joged kembali viral di media sosial dan menuai sorotan publik. Dalam video yang direkam di Jimbaran pada 2024 itu, seorang penari bernama Gek Wik tampak membawakan Joged Bumbung dengan gerakan yang dinilai terlalu erotis dan tidak sesuai dengan pakem seni tari tradisional Bali.

Meski bukan video baru, unggahan ulang video tersebut membuatnya kembali tersebar luas dan memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Penampilan Gek Wik dianggap merusak citra seni budaya Bali yang adiluhung.

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali kemudian memanggil Gek Wik untuk diberikan pembinaan. Kepala Satpol PP Provinsi Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi menegaskan gerakan dalam video tersebut bukanlah representasi dari tari joged yang sesungguhnya.

“Itu bukan tarian joged, hanya menggunakan pakaian joged. Ini yang menjadi penekanan kami agar Gek Wik dan penari lainnya tidak melakukan hal serupa. Kita harus menjaga citra seni dan budaya kita yang adiluhung,” ujar Dharmadi, Senin (19/5/2025).

Dharmadi menilai, gerakan dan kostum dalam video tersebut mencederai nilai-nilai sakral seni tari Bali. Ia mengingatkan bahwa dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Ketertiban Umum terdapat ancaman pidana kurungan tiga bulan dan/atau denda Rp25 juta bagi pelanggar.

“Ini belum kami sampai ke sana, tapi lebih kepada pembinaan dulu. Tapi catatan ke depan, kalau saja kami dapati hal seperti ini pada yang lain, termasuk Gek Wik juga,” tegasnya.

Pemanggilan Gek Wik juga melibatkan Dinas Kebudayaan dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Bali. Kepala Dinas PMA I G.A.K. Kartika Jaya Seputra menilai penampilan Gek Wik mencoreng pakem tari Bali.

“Sebagai orang Bali, harus menjaga dan memuliakan adat tradisi seni budaya dan kearifan lokal kita. Jangan malah merusak, menari tarian Bali harusnya sesuai dengan pakem,” ucap Kartika.

Kartika menambahkan, desa adat perlu menetapkan perarem atau aturan adat yang mengatur tata krama penampilan seni warganya. Menurutnya, tak hanya penari, pihak yang mengundang juga dapat dikenakan sanksi adat jika melanggar nilai kesopanan.

“Tentu ini menjadi salah satu konsen kami dengan para penglingsir kita, Bendesa Adat dan Majelis Desa Adat untuk membina kramo desa adatnya agar bisa melaksanakan, menjaga tradisi seni, budaya dan kearifan lokal kita,” katanya.

Setelah pembinaan, Gek Wik menyatakan menerima seluruh masukan. Ia mengakui bahwa sejumlah gerakan yang ia tampilkan selama ini ternyata tidak sesuai dengan pakem joged Bali.

“Menurut saya bagus banget dipanggil ke sini, karena benar-benar dapat pembinaan. Mana yang boleh ditarikan, mana yang tidak. Seperti gerak-gerakan itu juga harus dijaga,” ujar penari berusia 25 tahun itu.

Gek Wik telah menekuni tari joged selama hampir 10 tahun dan tampil sebagai penari freelance tanpa naungan sanggar, sehingga minim mendapat pembinaan formal. Ia juga menyebut bahwa permintaan dari pihak pengundang sering menjadi acuan dalam menentukan gerakan saat tampil.

“Kebanyakan sekarang permintaan dari yang nyari, otomatis penarinya mengikuti arahan dari yang mengupah,” ujarnya.

Kini, ia berkomitmen untuk lebih berhati-hati dan tidak mengulangi kesalahan serupa di masa mendatang.

Gek Wik Akui Salah dan Terima Pembinaan