Kisah Temuan Lingga Yoni Kuno di Denpasar Timur

Posted on

Di balik padatnya Denpasar Timur, satu temuan tak terduga muncul dari bantaran sungai. Di Banjar Ujung, Kelurahan Kesiman, warga menemukan sebuah lingga yoni yang diyakini sudah berdiri sejak abad ke-12. Temuan itu muncul bukan lewat ekskavasi resmi, melainkan dari kerja bakti biasa yang mengubah cara warga memandang lingkungan mereka sendiri.

Lingga yoni itu baru diketahui sekitar 2010-an. Saat itu, warga Banjar Ujung sedang membersihkan aliran Tukad (Sungai) Bindu. Tanpa sengaja, struktur batu yang selama ini dibiarkan begitu saja mulai terlihat bentuknya.

Salah satu tokoh warga, Ida Bagus Made Ari Manik, mengingat masa ketika batu-batu itu belum ditata. Ia mengatakan situs tersebut sempat terbengkalai sebelum akhirnya Dinas Kebudayaan bagian Purbakala Denpasar datang untuk meneliti.

Setelah proses kajian, barulah dipastikan bahwa lokasi yang selama ini disebut warga sebagai “pura babi” ternyata merupakan lingga yoni, simbol kesuburan yang usianya diperkirakan mencapai abad ke-12.

“Diawal ditemukannya situs ini masih berantakan, hingga akhirnya ditata kembali untuk menjaga situs sejarah yang diperkirakan sudah sejak abad ke-12,” ungkap Manik ditemui infoBali, Minggu (16/11/2025).

Bentuk lingga yang terdiri dari alas segi empat, bagian tengah segi delapan, dan ujung berbentuk bulat itu diyakini sebagai simbol kesuburan. Namun sebelum status itu diketahui, warga menyebutnya pura babi.

Julukan itu muncul karena banyak babi dipelihara di sekitar lokasi. Ketika ternak warga sakit dan tak bisa melahirkan, para peternak kemudian mengambil air suci dari lingga yoni untuk diberikan pada hewan mereka.

“Hasilnya, banyak hewan ternak sembuh dan menghasilkan, ya melahirkan anak babi,” jelas Manik.

Rencana restorasi situs sempat muncul, tetapi hingga kini belum terwujud. Meski begitu, warga tetap meyakini lingga yoni merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa.

Manik menyebut ada kemungkinan pada masa lampau seorang maharesi pernah datang untuk melakukan pemujaan di tempat tersebut.

“Kemungkinan, itu dilambangkan untuk memuja Dewa Siwa,” imbuhnya.

Lingkungan sekitar lingga yoni masih asri dan tenang, berada tidak jauh dari aliran Tukad Bindu. Warga pun merasa situs ini memiliki nilai sejarah yang tak bisa dilepaskan dari identitas banjar.

Karena itu, sampai hari ini masyarakat tetap menjaga, merawat, dan melestarikan lingga yoni sebagai bagian dari warisan budaya mereka.

Diyakini Tempat Pemujaan Dewa Siwa

“Diawal ditemukannya situs ini masih berantakan, hingga akhirnya ditata kembali untuk menjaga situs sejarah yang diperkirakan sudah sejak abad ke-12,” ungkap Manik ditemui infoBali, Minggu (16/11/2025).

Bentuk lingga yang terdiri dari alas segi empat, bagian tengah segi delapan, dan ujung berbentuk bulat itu diyakini sebagai simbol kesuburan. Namun sebelum status itu diketahui, warga menyebutnya pura babi.

Julukan itu muncul karena banyak babi dipelihara di sekitar lokasi. Ketika ternak warga sakit dan tak bisa melahirkan, para peternak kemudian mengambil air suci dari lingga yoni untuk diberikan pada hewan mereka.

“Hasilnya, banyak hewan ternak sembuh dan menghasilkan, ya melahirkan anak babi,” jelas Manik.

Rencana restorasi situs sempat muncul, tetapi hingga kini belum terwujud. Meski begitu, warga tetap meyakini lingga yoni merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa.

Manik menyebut ada kemungkinan pada masa lampau seorang maharesi pernah datang untuk melakukan pemujaan di tempat tersebut.

“Kemungkinan, itu dilambangkan untuk memuja Dewa Siwa,” imbuhnya.

Lingkungan sekitar lingga yoni masih asri dan tenang, berada tidak jauh dari aliran Tukad Bindu. Warga pun merasa situs ini memiliki nilai sejarah yang tak bisa dilepaskan dari identitas banjar.

Karena itu, sampai hari ini masyarakat tetap menjaga, merawat, dan melestarikan lingga yoni sebagai bagian dari warisan budaya mereka.

Diyakini Tempat Pemujaan Dewa Siwa