Di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), terdapat sebuah galeri kecil tenun khas. Namanya Galeri Tenun Solah (GTS).
Galeri Tenun Solah (GTS) ini memiliki misi menyelamatkan warisan tenun tradisional Lenek yang nyaris tenggelam oleh zaman. Galeri Tenun Solah (GTS) didirikan oleh Andi Winata (34) bersama temannya, Deni Awansyah, pada Agustus 2024.
Mereka prihatin melihat semangat para pengrajin tenun di Kecamatan Lenek, Lombok Timur, kian redup karena kesulitan pemasaran dan minimnya penghasilan.
“Sebelumnya para pengrajin tenun merasa kebingungan untuk memasarkan kain tenun mereka. Kami menilai kain tenun khas Lenek ini sebagai potensi lokal yang harus kami selamatkan sebagai generasi muda,” tutur Andi ditemui infoBali di Galeri Tenun Solah, Sabtu (31/5/2025).
Kecamatan Lenek terdiri dari 10 desa. Namun kini, hanya tiga desa yang masih aktif memproduksi tenun secara tradisional, yakni Desa Lenek Baru, Desa Lenek Lauq, dan Desa Lenek Pesiraman.
Proses produksinya tidak sederhana karena memerlukan tenaga, waktu, dan modal yang tidak sedikit. Dari pemilihan benang dan pewarna alami hingga proses nyeseq (menenun dalam bahasa Sasak), dibutuhkan waktu dua minggu hingga sebulan untuk menyelesaikan satu lembar kain, tergantung tingkat kesulitannya.
“Proses pembuatan satu kain tenun itu bisa menghabiskan waktu dua minggu sampai satu bulan, tergantung ukuran dan kerumitan polanya,” jelas Andi.
Selama ini, para pengrajin kain tenun belum bisa memenuhi kehidupan sehari-hari dari hasil menjual kain tenun. Sebab, penjualannya tidak menentu.
“Selama ini para penenun hanya mengandalkan panjar (uang muka) sebagai modal. Sehingga ketika tidak ada yang memesan maka pengrajin tenun tidak akan bisa memproduksi, jika dibiarkan kondisi demikian maka kain tenun lenek lambat laun akan punah,” ucap Andi.
Tantangan lain para pengrajin kain tenun Lenek yakni masifnya kain tenun produksi pabrik. Kain tenun pabrikan dijual harga murah sehingga hal tersebut membuat para pengrajin merasa dirugikan.
“Dari harga tentu produksi dari pabrik yang menggunakan mesin untuk membuat kain tenun tentunya lebih murah dibandingkan kain tenun yang dibuat secara tradisional. Namun dari kualitas tentu lebih bagus yang dibuat secara tradisional,” ujar Andi.
Dari kondisi tersebut, Andi bersama Deni berkongsi untuk membuat Galeri Tenun Solah yang beralamat di Jalan Wirangbaya, Desa Lenek Kecamatan Lenek, Lombok Timur.
Keunikan Kain Tenun Lenek
Lombok Timur selama ini dikenal luas sebagai sentra penghasil kain tenun, khususnya dari Desa Pringgasela. Namun, keindahan tenun tradisional tidak hanya lahir dari satu tempat. Di desa lain seperti Sembalun, Kembang Kerang, dan Lenek, juga memiliki kekayaan motif yang tak kalah memikat.
“Kain tenun di Lenek beda motif dan warnanya dengan yang ada di Pringgasela. Begitu juga dengan Sembalun dan Desa Kembang Kerang masing-masing memiliki keunikan tersendiri,” jelas Andi.
Kain tenun Lenek memiliki ciri khas sendiri yaitu dengan motif sari menanti. Di mana terdapat garis-garis kecil yang dipadukan sentuhan motif pucuk rebung (tunas muda bambu) dan motif sepit udang.
“Kalau tenun Pringgasela itu motifnya garis tengah yang dipadukan bunga di tengahnya. Dengan adanya perbedaan motif ini menandakan Lombok Timur kaya akan seni terutama di kain tenun ini,” imbuh Andi.
Setiap motif dan pewarnaan kain tenun, tentunya memiliki alasan masing-masing. Baik dari segi sejarah hingga filosofi yang terkandung dari setiap garis dan motifnya. Andi menambahkan, untuk membedakan kain tenun asli yang dibuat secara tradisional dengan produksi pabrik dapat dirasakan melalui sentuhan kain dan juga warna.
“Kalau yang asli, biasanya sentuhannya itu lembut dan lentur serta warnanya tidak terlalu terang sementara dari hasil pabrik biasanya agak keras ketika disentuh dan warnanya lebih terang,” bebernya.
Galeri Tenun Solah Jadi Harapan Baru bagi Penenun Lenek
Keberadaan Galeri Tenun Solah (GTS) bagaikan secercah harapan bagi para pengrajin tenun di Kecamatan Lenek. Galeri ini bukan hanya menjadi tempat menampung hasil produksi tenun tradisional, tetapi juga berperan sebagai pusat pembinaan, pemberdayaan, hingga akses permodalan yang selama ini sulit dijangkau para pengrajin.
“Saat ini galeri kami sudah membentuk kelompok penenun dengan anggota mencapai 500 orang pengrajin tenun di Kecamatan Lenek,” ungkap Andi.
Sehingga para pengrajin tenun, tidak merasa khawatir lagi terkait kendala pemasaran maupun akses permodalan karena semuanya telah diatur melalui manajemen Galeri Tenun Solah.
Produk yang dihasilkan melalui kain tenun Lenek di GTS cukup beragam bukan hanya berbentuk kain biasa. Namun menyesuaikan dengan tren terkini mulai dari baju, syal, tas, hingga busana lainya.
“Selama ini kan kita tahu kalau anak-anak muda sekarang beranggapan kalau memakai kain tenun itu kolot, sehingga kami mencoba menyesuaikan dengan tren saat ini. Tujuanya kain tenun ini diterima oleh semua kalangan usia,” kata Andi.
Dampak nyata dari kehadiran GTS dirasakan langsung oleh para pengrajin, salah satunya Inaq Atun (50), penenun asal Desa Lenek Lauq. Ia dulu sempat putus asa karena sulitnya menjual hasil karyanya.
“Sebelumnya kan saya bingung, karena ketika barangnya sudah jadi kadang sampai tiga bulan tak satupun ada yang beli. Saat itu kan hanya menunggu kedatangan pembeli di rumah,” ucap Inaq Atun.
Kini, setelah bergabung sebagai mitra GTS, hidupnya berubah. Ia tak hanya terbantu dalam hal pemasaran, tapi juga lebih termotivasi untuk terus memproduksi.
“Sebelumnya kadang dua bulan hanya satu kain tenun yang saya buat, tapi sekarang setiap bulan itu ada dua hingga tiga kain tenun yang bisa saya buat karena saya kerjakan setiap hari,” ujar Inaq Atun.
Wisatawan tidak hanya bisa membeli di galeri, tapi bisa melakukan memesan melalui akun media sosial atau marketplace.