Kajari dan Kasi Intel Peras Kepala Dinas di HSU, Modusnya Terungkap

Posted on

Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P Napitupulu (APN) diduga memeras sejumlah kepala dinas di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Dalam aksinya, Albertinus diduga mengancam akan memproses hukum para pejabat tersebut jika tidak menyerahkan sejumlah uang.

Dalam perkara ini, dua pejabat Kejari HSU lainnya juga turut terlibat, yakni Kasi Intel Kejari HSU Asis Budianto (ASB) dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Taruna Fariadi (TAR).

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Albertinus menjabat sebagai Kajari HSU sejak Agustus 2025. Selama menjabat, Albertinus diduga menerima aliran dana hasil pemerasan dengan nilai ratusan juta rupiah.

“Setelah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara pada Agustus 2025 saudara APN diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta rupiah, secara langsung maupun melalui perantara yakni Saudara ASB selalu Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara dan saudara TAR selaku Kepala Seksti Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari HSU serta pihak lainnya,” kata Asep dalam jumpa pers di KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025), dikutip dari infoNews.

Asep menjelaskan uang tersebut berasal dari dugaan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Kabupaten HSU. Modus yang digunakan adalah ancaman akan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Kejari HSU.

“Penerimaan uang tersebut berasal dari dugaan tindak pidana pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan rumah sakit umum daerah. Permintaan tersebut disertai dengan ancaman yaitu dengan modus bahwa agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak akan ditindaklanjuti proses hukumnya,” jelasnya.

Asep menyebut pemerasan tersebut terjadi dalam rentang November hingga Desember 2025. Uang diterima melalui dua klaster perantara.

“Dalam kurun waktu November sampai Desember 2025, dari permintaan tersebut APN diduga menerima aliran uang sebesar 804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara. Melalui perantara saudara TAR yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 270 juta dan Saudara EVN selalu Direktur RSUD Hulu Sungai Utara sebesar Rp 255 juta,” ujar Asep.

“Klaster kedua melalui perantara saudara ASB yaitu penerimaan dari YND selalu Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Rp 149,3 juta. Sementara itu Saudara ASB yang merupakan perantara APN tersebut, dalam periode Februari-Desember 2025, diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp 63,2 juta rupiah,” lanjutnya.

Selain dugaan pemerasan, KPK juga mengungkap dugaan penyimpangan anggaran di lingkungan Kejari HSU. Albertinus disebut memotong anggaran kejaksaan untuk kepentingan pribadi.

“Selain melakukan dugaan pidana pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara yang digunakan untuk dana operasional pribadi, dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa surat perjalanan dinas SPPD dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi,” kata Asep.

Albertinus juga diduga menerima aliran dana lain di luar pemerasan tersebut.

“APN juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan perincian tranfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp 45 juta,” tuturnya.

KPK turut mengungkap peran Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Datun Kejari HSU. Taruna diduga melakukan pemerasan terhadap pejabat di Kabupaten HSU sejak 2022.

“Selain menjadi perantara APN terhadap Sudara TAR juga diduga menerima aliran uang senilai Rp 1,07 miliar, dengan rincian, pada tahun 2022 yang berasal dari Mantan Kepada Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai 930 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta,” ujar Asep.

Asep menjelaskan ancaman yang dilakukan para tersangka hanya dijadikan modus. Berdasarkan keterangan saksi, sejumlah kepala dinas yang diperas tidak sedang menangani pengadaan barang dan jasa.

“Ancaman hanya sebagai modus, karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ, jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan, kemudian ditindaklanjuti laporannya bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungilah kepada SKDP-nya, itu modusnya,” kata Asep.

Modus Pemerasan Kepala Dinas

Kajari HSU Diduga Potong Anggaran

Peran Kasi Datun Kejari HSU

Selain dugaan pemerasan, KPK juga mengungkap dugaan penyimpangan anggaran di lingkungan Kejari HSU. Albertinus disebut memotong anggaran kejaksaan untuk kepentingan pribadi.

“Selain melakukan dugaan pidana pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara yang digunakan untuk dana operasional pribadi, dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa surat perjalanan dinas SPPD dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi,” kata Asep.

Albertinus juga diduga menerima aliran dana lain di luar pemerasan tersebut.

“APN juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan perincian tranfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp 45 juta,” tuturnya.

KPK turut mengungkap peran Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Datun Kejari HSU. Taruna diduga melakukan pemerasan terhadap pejabat di Kabupaten HSU sejak 2022.

“Selain menjadi perantara APN terhadap Sudara TAR juga diduga menerima aliran uang senilai Rp 1,07 miliar, dengan rincian, pada tahun 2022 yang berasal dari Mantan Kepada Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai 930 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta,” ujar Asep.

Asep menjelaskan ancaman yang dilakukan para tersangka hanya dijadikan modus. Berdasarkan keterangan saksi, sejumlah kepala dinas yang diperas tidak sedang menangani pengadaan barang dan jasa.

“Ancaman hanya sebagai modus, karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ, jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan, kemudian ditindaklanjuti laporannya bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungilah kepada SKDP-nya, itu modusnya,” kata Asep.

Kajari HSU Diduga Potong Anggaran

Peran Kasi Datun Kejari HSU