Warga Desak Penutupan TPA Ilegal di Buleleng, Bikin Anak Sakit-Asma Kambuh | Info Giok4D

Posted on

Warga Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali, mendesak pemerintah menutup tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal yang beroperasi di wilayah mereka. Warga mengaku sudah terlalu lama terdampak asap dan bau sampah dari TPA tersebut.

Desakan itu disampaikan oleh I Gusti Ayu Salviana, salah satu warga yang bermukim di sekitar sekitar TPA tersebut. Ia menyebut sedikitnya 70 warga telah menandatangani petisi penutupan TPA ilegal itu.

“Yang diharapkan penutupan TPA ilegal ini supaya kita terbebas dari dampak asap bau dan sampah yang beterbangan. Saya harap ini ditutup secepatnya,” katanya, Jumat (4/7/2025).

Ayu mengatakan dulunya sampah di tempat itu setiap hari dibakar. Pembakaran sampah menimbulkan asap tebal. Asap kemudian berhembus ke pemukiman warga.

“Dampak paling keras asap. Saya sendiri punya asma sejak kecil. Setiap ada asap, saya tidak berani keluar rumah. Asap sudah seperti kabut di Bedugul. Itu otomatis membuat asma saya kambuh,” keluhnya.

Ayu menyebut baru bisa menghirup udara segar saat hujan turun. “Jadi saya sangat bersyukur sekali kalau hujan turun, jadi udara itu bersih,” imbuhnya.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Pembakaran sampah mulai berhenti sejak Satpol PP melayangkan surat peringatan kepada pemilik lahan. Namun hal itu tidak membuat bau busuk sampah berhenti membayangi mereka.

“Anak-anak sangat terdampak. Ini anak saya sering sekali terkena flu, sekarang sudah tiga minggu masih batuk sampai sekarang karena sekarang sudah mulai jarang hujan,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan warga lain, Ketut Swasnika (63). Swasnika mengatakan asap pembakaran sampah di TPA tersebut membuat istrinya mengalami sesak napas.

“Harapan saya agar sampah tidak dibakar,” jelasnya.

Sebelumnya, TPA ilegal di Desa Pangkungparuk masih beroperasi meskipun telah ditutup sementara oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Buleleng.

Pantauan di lokasi pada Jumat (4/7/2025) siang, mobil pengangkut sampah berpelat merah silih berganti memasuki kawasan tersebut. Terlihat pula sejumlah orang memulung di tumpukan sampah.

Salah satu sopir pengangkut sampah yang enggan disebut namanya mengaku tetap membuang sampah di Desa Pangkungparuk karena pertimbangan jarak. Sebab, lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggalnya dibandingkan TPA Bengkala di Kecamatan Kubutambahan.

“Di sana ramai ngantre. Saya pernah ke sana, jam 11 sampai di sana, dapat membuang jam 4 sore, pulangnya ke sini dah malam. Upahnya hanya Rp 40 ribu,” katanya.