Komang Tri Mahendra alias Komang Wahyu viral di media sosial. Musababnya, siswa kelas 12 di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 1 Gianyar itu memiliki tubuh tinggi menjulang yang mencapai 205 sentimeter (cm).
Video saat Komang Wahyu beraktivitas di sekolah tersebut kerap diunggah melalui TikTok oleh wali kelasnya, Haryantini atau yang akrab disapa Bu Dedik. Dalam salah satu video, Dedik mengunggah momen saat memandu Komang menjawab soal ujian di ruang kelas.
Pada lain kesempatan, Dedik juga mengunggah momen saat dirinya makan bareng bersama pria tunagrahita atau disabilitas intelektual itu. Ada pula video lain yang memperlihatkan betapa tingginya tubuh Komang Wahyu dibandingkan teman-teman sekelas maupun guru-gurunya di sekolah tersebut.
“Bener, Komang Wahyu tingginya dua meter. Saat pemeriksaan kesehatan dari puskesmas sempat diukur. Bawaan genetik sepertinya karena keluarganya juga tinggi-tinggi. Tapi, dia yang paling tinggi,” ujar Dedik saat ditemui infoBali di SLBN 1 Gianyar, Kamis (12/6/2025).
infoBali juga berkesempatan bertemu langsung dengan Komang Wahyu. Saat masuk ruangan, siswa berusia 18 tahun itu perlu menundukkan diri karena tinggi pintu jauh lebih pendek darinya. Komang tidak bisa diajak bicara banyak karena kondisi yang dialaminya.
Dedik menuturkan Komang menempuh pendidikan dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) di SLBN 1 Gianyar. Komang belajar di sekolah itu bersama delapan siswa kelas C1 lainnya dengan mengacu pada Kurikulum Merdeka.
Menurut Dedik, proses belajar mengajar di SLBN 1 Gianyar dikelompokkan berdasarkan jenis disabilitas siswa. Selain itu, materi yang diberikan juga disesuaikan dengan karakteristik dan kapasitas masing-masing anak.
Pada kasus Komang Wahyu, guru di sekolah itu perlu pendekatan atau pola asuh khusus. Menurut Dedik, Komang Wahyu memiliki kecenderungan emosi yang tidak stabil.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Dedik menuturkan dirinya rutin mengajak Komang Wahyu bicara dan memberi kesempatan bermain gim menggunakan gawai sebelum proses belajar dimulai. Pola asuh yang diterapkan Dedik itu lambat laun membuat Komang Wahyu merasa nyaman dan dekat dengan gurunya.
“Pernah saya tidak hadir ke sekolah. Lalu, terima video call dari kawannya Komang Wahyu. Katanya, saya dicari-cari Komang. Jadinya, saya selalu diomelin oleh Komang jika belum tiba di sekolah,” imbuh Dedik.
Menurut Dedik, kedekatannya dengan siswa difabel itu juga membuat Komang lebih terbuka dengan dirinya. Termasuk terkait kondisi keluarganya yang tanpa kehadiran sosok ibu.
Kendati demikian, Dedik menilai Komang sudah mampu mandiri, bisa mandi dan keramas sendiri meski masih kesulitan berpakaian seorang diri. Sebab, kondisi jari tangannya yang terus menekuk dan tidak bisa terbuka lebar.
Dedik mengungkapkan Komang sempat kesulitan untuk menemukan minat dan bakatnya. Saat naik ke kelas 11, guru di sekolah itu pun mengarahkan Komang untuk mempelajari keterampilan tata graha.
“Selama tiga bulan, dia bersih-bersih di sekolah. Itu bisa jadi bekalnya pada masa depan. Tidak pun, harapan saya, dia bisa mandiri, bisa bantu-bantu di rumah,” ujar Dedik.