Warga di Desa Seriwe, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), terpaksa membawa jenazah menggunakan perahu untuk menyeberangi muara ke pemakaman lantaran jembatan rusak. Dalam video berdurasi 59 info yang viral di media sosial (medsos), terlihat dua lelaki dewasa mengayuh perahu kecil dengan keranda berisi jenazah di atasnya.
Video tersebut mengundang beragam komentar yang mempertanyakan kinerja pemerintah desa dan pemerintah daerah setempat.
“Mudahan sak boye sik petugas desend Tiye adekn kah mentiye tan lalo betalet (semoga dilihat oleh pemerintah desa, supaya tidak seperti ini lagi kalau pergi melayat,” komentar akun Facebook @Zilla zilla.
“Bapak gubernur NTB tolong lihat rakyatmu yg di bawah bapak,” ujar akun Facebook @hayati aya,
Kepala Desa Seriwe, Hudayana, membenarkan jenazah yang dibawa tersebut merupakan warganya yang meninggal pada Senin (3/11/2025) pagi. Hudayana menjelaskan lokasi pemakaman berada di seberang muara laut sehingga warga harus menggunakan perahu untuk menyeberang membawa keranda jenazah.
“Untuk warga kami ini di Dasan Penyonggok sejak dulu lokasi pemakamannya berada di seberang muara,” kata Hudayana saat dikonfirmasi infoBali, Selasa (4/11/2025).
Hudayana mengungkapkan bukan hanya urusan pemakaman, fasilitas pendidikan dan sarana ibadah juga berada di seberang muara. Walhasil, anak-anak setiap hari harus menyeberangi muara untuk berangkat ke sekolah.
“Bukan hanya untuk pemakaman saja, anak-anak kami setiap hari pergi ke sekolah dengan menyeberangi muara ini,” kata Hudayana.
Muara tersebut merupakan akses satu-satunya bagi masyarakat yang berada di Penyonggok untuk mengakses layanan publik di kantor desa maupun sarana ibadah. Sehingga keberadaan jembatan di tempat tersebut sangat dibutuhkan oleh warganya.
“Muara ini satu-satunya akses terdekat bagi masyarakat kami di Penyonggok, karena kalau melalui darat mereka harus menempuh perjalanan 5 kilometer lebih, sehingga masyarakat kami lebih memilih menggunakan perahu untuk menyeberang,” ucap Hudayana.
Sebelumnya, dia berujar, pernah dibangun jembatan bambu menggunakan anggaran dana desa. Akan tetapi jembatan tersebut kini telah roboh diterjang angin puting beliung.
“Dulu pernah kami buat jembatan bambu tapi itu sudah roboh karena puting beliung. Kalau buat jembatan bambu lagi tidak mungkin harus permanen, karena di sana itu arusnya kencang dan bentangannya cukup panjang,” urai Hudayana.
Dia pernah mengusulkan pembangunan jembatan permanen agar akses warga lebih mudah. Namun, hingga ini belum ada titik terang dari Pemkab Lombok Timur.
“Kalau untuk membangun jembatan dari dana desa itu tidak akan cukup karena dana desa sendiri sudah jelas pos-pos anggaranya, sehingga kami pernah melaporkan ini ke Pak Bupati, tetapi masih belum ada kejelasan. Harapan kami semoga pembangunan jembatan ini bisa dibiayai oleh APBD,” ujar Hudayana.
