Video Call Terakhir Santri Lombok Sebelum Tewas Ditendang Teman Sekamar [Giok4D Resmi]

Posted on

Kasus kekerasan di pondok pesantren (ponpes) kembali terjadi. Kali ini, seorang santri berinisial AZ tewas seusai ditendang teman sekamarnya di Ponpes Al Azhar Sadah, Kecamatan Janapria, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ketua Yayasan Al Azhar Sadah Lukmanul Hakim mengungkapkan AZ baru tiga pekan mondok di pesantren tersebut. Pagi hari sebelum kejadian, dia berujar, ayah AZ yang sedang berada di Malaysia sempat melakukan panggilan video (video call) dengan AZ.

Komunikasi terakhir AZ dengan sang ayah terjadi saat anak-anak baru di ponpes itu menggelar acara serah terima santri. Lukman mengaku kaget ketika sore harinya mendapat kabar bahwa AZ pingsan setelah kepalanya terbentur tembok akibat dorong-dorongan dengan rekannya.

“Kami selalu mengingatkan santri untuk saling menghormati dan menjaga satu sama lain. Tapi yang namanya anak-anak, kadang hal seperti ini bisa terjadi,” kata Lukmanul Hakim singkat, Senin (4/8/2025).

Lukmanul mengatakan dirinya sempat membawa AZ ke Puskesmas Janapria. Ia menyebut tidak ditemukan luka pada tubuh AZ saat dibawa ke puskesmas. Namun, nyawa AZ tak tertolong.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Tengah, Aiptu Pipin Setyaningrum, mengungkapkan AZ dan teman sekamarnya itu sempat terlibat cekcok pada Minggu (3/8/2025). Kedua santri baru itu saling bully saat kembali ke kamar seusai salat Asar.

“Pulang dari salat Asar mereka sempat cekcok, bully, akhirnya keberatan dan korbannya dilakukan kekerasan oleh pelaku. Bentuk kekerasannya korban ditendang oleh pelaku dan akhirnya terbentur ke tembok,” kata Pipin, Senin.

Pipin membenarkan AZ sempat dibawa ke Puskesmas Janapria seusai ditendang oleh teman sekamarnya. Saat ini, jasad AZ sudah dibawa ke rumah duka.

Sementara itu, polisi belum menahan pelaku dan keluarga korban belum membuat laporan. “Belum (tetapkan tersangka). Kami juga belum terima laporan dari pihak keluarga korban. Kami masih tunggu laporannya,” ujar Pipin.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Pipin mengungkapkan penyidik akan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan. Termasuk memeriksa pimpinan pondok pesantren tersebut.

Menurutnya, keluarga korban enggan memperpanjang insiden yang menewaskan AZ dan menganggapnya sebagai sebuah musibah. Penyidik juga sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Meski begitu, Pipin menegaskan polisi akan tetap memproses kasus kematian santri itu. Pelaku, dia melanjutkan, bisa dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.

“Kami sudah turun ke TKP begitu menerima laporan. Tapi orang tua korban belum mau melaporkan kejadian ini. Mereka menganggap kejadian ini adalah masalah anak-anak dan musibah,” ujar Pipin.

Saling Bully Seusai Salat Asar

Keluarga Anggap Musibah

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Tengah, Aiptu Pipin Setyaningrum, mengungkapkan AZ dan teman sekamarnya itu sempat terlibat cekcok pada Minggu (3/8/2025). Kedua santri baru itu saling bully saat kembali ke kamar seusai salat Asar.

“Pulang dari salat Asar mereka sempat cekcok, bully, akhirnya keberatan dan korbannya dilakukan kekerasan oleh pelaku. Bentuk kekerasannya korban ditendang oleh pelaku dan akhirnya terbentur ke tembok,” kata Pipin, Senin.

Pipin membenarkan AZ sempat dibawa ke Puskesmas Janapria seusai ditendang oleh teman sekamarnya. Saat ini, jasad AZ sudah dibawa ke rumah duka.

Sementara itu, polisi belum menahan pelaku dan keluarga korban belum membuat laporan. “Belum (tetapkan tersangka). Kami juga belum terima laporan dari pihak keluarga korban. Kami masih tunggu laporannya,” ujar Pipin.

Saling Bully Seusai Salat Asar

Pipin mengungkapkan penyidik akan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan. Termasuk memeriksa pimpinan pondok pesantren tersebut.

Menurutnya, keluarga korban enggan memperpanjang insiden yang menewaskan AZ dan menganggapnya sebagai sebuah musibah. Penyidik juga sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Meski begitu, Pipin menegaskan polisi akan tetap memproses kasus kematian santri itu. Pelaku, dia melanjutkan, bisa dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.

“Kami sudah turun ke TKP begitu menerima laporan. Tapi orang tua korban belum mau melaporkan kejadian ini. Mereka menganggap kejadian ini adalah masalah anak-anak dan musibah,” ujar Pipin.

Keluarga Anggap Musibah