Tiga Tahun Terakhir, 65 Perempuan di NTT Meninggal gegara Kanker Serviks

Posted on

Sebanyak 971 perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan terdiagnosa menderita kanker serviks selama kurun waktu tiga tahun terakhir atau 2022-2024. Dari jumlah tersebut, 65 orang di antaranya dilaporkan meninggal dunia.

“Untuk Provinsi NTT jumlah kematian (akibat kanker serviks) sebanyak 65 orang,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Iien Adriany, dalam sambutannya secara daring mewakili Gubernur NTT pada kegiatan sosialisasi dan talkshow pencegahan kanker leher rahim untuk perempuan Indonesia, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Jumat (23/5/2025).

Khusus untuk kabupaten Manggarai Barat, ada 84 perempuan yang menderita kanker yang disebabkan infeksi human papilloma virus (HPV) tersebut. Sebanyak sembilan orang di antaranya meninggal dunia.

Iien mengatakan kanker serviks masih menjadi momok menakutkan bagi perempuan. Kematian akibat penyakit kanker ini terus meningkat baik secara global maupun nasional.

“Untuk konteks Indonesia menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker payudara di kalangan perempuan Indonesia,” kata Iien.

Menurut dia, masih tingginya kematian akibat kanker serviks ini umumnya karena keterlambatan deteksi dan penanganan. Padahal kanker serviks bisa disembuhkan jika masih stadium awal.

“Lebih dari 70 persen kasus kanker ditemukan pada stadium lanjut padahal kanker serviks dapat dicegah dan dideteksi sejak dini, penanganan secara optimal jika diberikan pada stadium awal,” terang Iien.

Sebagian masyarakat, terang dia, masih menganggap kanker serviks adalah penyakit mematikan yang tidak dapat disembuhkan. Begitu divonis kanker tak ada lagi semangat untuk bertahan hidup. Padahal banyak yang bisa sembuh jika penanganan kanker serviks itu masih pada stadium awal.

Ia mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT akan terus berupaya maksimal dan mendorong upaya pencegahan dan deteksi dini dengan meningkatkan cakupan pemberian vaksinasi HPV kepada anak-anak perempuan dan laki-laki sebelum usia 15 tahun.

Juga memperkuat kapasitas fasilitas kesehatan, mengupayakan seluruh Puskesmas di seluruh NTT dapat melakukan dan melayani skrining untuk mendeteksi kanker serviks. Iien meminta masyarakat memanfaatkan program cek kesehatan gratis pemerintah Prabowo-Gibran untuk melakukan skrining kanker serviks.

Stigma Sosial Hambat Pencegahan Kanker Serviks

Stigma sosial yang mengaitkan kanker serviks dengan perilaku seksual tertentu menjadi hambatan signifikan dalam upaya pencegahan dan deteksi dini kanker leher rahim di Indonesia. Pandangan keliru ini menyebabkan banyak perempuan enggan melakukan skrining atau vaksinasi HPV karena takut dicap negatif oleh masyarakat.

“Kalau seorang perempuan ingin melakukan pemeriksaan tes HPV sering kali sangat tergantung izin suami atau keluarga karena kalau dia positif akan ada stigma bahwa dia perempuan yang tidak baik-baik saja,” kata Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmisi, Jumat.

Menurut Siti, stigma tersebut tidak benar. Sebab, virus HPV yang menyebabkan kanker serviks itu juga menginfeksi laki-laki. Suami yang terinfeksi HPV bisa menularkan virus tersebut kepada istrinya hingga menderita kanker serviks. Adapun HPV yang menginfeksi laki-laki dapat menyebabkan sakit tapi bukan kanker.

“Padahal kita tahu bahwa salah satu penyebab dari kanker leher rahim adalah infeksi virus HPV yang juga virus ini mengenai para bapak-bapak. Mengapa kita fokus pada perempuan untuk kanker karena infeksi HPV pada laki-laki tidak menyebabkan kanker seperti pada perempuan,” kata Siti.

“Infeksi dapat menyebabkan sakit (pada laki-laki) tapi kemudian karena ini adalah virus kadang-kadang bisa sembuh dengan sendirinya ,” lanjut dia.

Ia mengatakan yang membahayakan dari suami yang terinfeksi HPV adalah menularkan secara terus menerus virus tersebut kepada istrinya. Itu berpotensi menyebabkan kanker serviks jika istri tidak melakukan pencegahan dan deteksi dini.

“Apalagi infeksi ini terjadi terus menerus dan juga adanya transmisi atau penularan dari suami, dan istrinya terus menerus terpapar virus HPV ini. Ini tentunya yang akan menjadi potensi risiko mendapatkan kanker semakin besar,” lanjut Siti.

Untuk mengatasi masalah ini, Siti mendorong perempuan untuk melakukan vaksinasi HPV dan skrining secara rutin. Vaksinasi HPV kini tersedia gratis bagi anak perempuan dan laki-laki berusia 9 hingga 15 tahun, serta perempuan usia 30 hingga 69 tahun yang belum pernah melakukan skrining sebelumnya. Deteksi dini melalui pap smear atau tes HPV juga sangat dianjurkan, karena kanker serviks dapat disembuhkan jika terdeteksi pada stadium awal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *