Tiga Daerah di NTB Belum Punya Perda KTR, Kemenkes Minta Segera Susun baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyoroti tiga daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang hingga kini belum memiliki peraturan daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ketiga daerah tersebut yakni Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia. Sementara itu, prevalensi perokok usia 15-19 tahun pada 2024 tercatat sebesar 12,4 persen.

“Dalam RPJMN kami harus menurunkan angka prevalensi perokok tadi ke 8,4 persen tahun 2029 nanti. Ini tantangan yang besar,” ujar Nadia dalam agenda Workshop Peningkatan Upaya Pengendalian Bahaya Rokok Untuk Kesehatan di NTB melalui video conference di Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Kamis (3/7/2025).

Menurut Nadia, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 ini ada upaya pemerintah daerah dalam menekan angka prevalensi perokok. Sehingga dibutuhkan Perda KTR yang mengatur tentang kawasan bebas rokok.

Nadia menjelaskan salah satu yang diatur dalam perda KTR adalah melarang warga menjual rokok dalam radius 500 meter di kawasan satuan pendidikan dan tempat bermain anak. “Ada juga larangan iklan rokok melalui media sosial dan larangan menjual rokok batangan,” katanya.

Dari 10 kabupaten/kota di NTB, baru tujuh yang memiliki perda KTR. Kemenkes pun meminta semua daerah untuk segera menyusun Perda KTR, termasuk menyesuaikan regulasi terkait rokok elektrik sesuai amanat PP 28 Tahun 2024.

“Kami mendorong semua daerah membentuk Perda KTR ini,” ujarnya.

Sementara, Asisten III Setda NTB Eva Dewiyani akan mengajak akademisi dan organisasi masyarakat untuk terlibat dalam menyiapkan aturan kawasan bebas asap rokok di NTB. Ia menekankan semua daerah wajib memiliki Perda KTP untuk mengatur zona bebas rokok maupun yang diperbolehkan merokok

“Untuk daerah yang belum memiliki Perda KTR ini kami mendorong melalui Dinas Kesehatan NTB,” kata Eva.

Eva menjelaskan pembentukan Perda KTR sudah dilakukan sejak 2014. Apa pun kendala tiga kabupaten/kota belum memiliki Perda KTR tersebut akan dibedah bersama pemerintah kabupaten kota setempat.

“Ya harapan kami mudahan jadi perhatian. Kalau pun sudah ada intervensi dari kabupaten kota akan kami dorong. Kami sampaikan ke dinas kesehatan provinsi. Karena pengendalian KTR ini tidak bisa dari pemerintah saja, jadi ini harus ada dukungan dari masyarakat juga,” katanya.

Dengan adanya kerjasama Universitas Udayana Central, Universitas Mataram, dan Pemprov NTB dalam melakukan kajian ilmiah tentang pengendalian bahaya rokok ini diharapkan bisa terus berkelanjutan untuk lebih aware terhadap bahaya rokok.

Ketua Udayana Udayana Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health (Central) dr. Putu Ayu Swandewi Astuti mengatakan salah satu yang diatur dalam perda KTR itu terkait larangan merokok di dalam ruangan tertutup. Hal itu untuk menghindari adanya dampak negatif dari asap rokok bagi perokok pasif.

“Masyarakat boleh merokok dengan syarat keluar dari ruang tertutup. Itu diatur dalam perda KTR,” ujarnya.

Selain itu, perokok aktif juga dilarang merokok di kawasan satuan pendidikan, tempat kerja, tempat ibadah, dan tempat-tempat umum termasuk di dalam layanan transportasi umum.

“Kerjasama ini kami harapkan memberikan proteksi. Kami juga minta daerah yang memiliki perda KTR harus disosialisasikan dengan memperbanyak papan informasi larangan merokok,” ujarnya.

Putu mengatakan tentang Perda KTR ini adalah masih banyak iklan rokok yang ditemukan di beberapa lokasi strategis. Musababnya, maraknya iklan rokok ini mendorong orang untuk terus merokok dan menghambat orang untuk berhenti merokok.

“Kami juga melihat pemahaman masyarakat juga sangat berpengaruh termasuk tentang bahaya rokok elektrik,” katanya.

Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Sistem Informasi Unram Akmaluddin menyebut jika Unram telah menerapkan kawasan tanpa rokok.

“Unram sudah masuk kawasan bebas rokok. Intinya kami mendukung penerapan KTR ini,” ujarnya.

Akmaludin juga mendorong pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di NTB untuk dialokasikan ke Badan Riset dan Inovasi Daerah NTB dan ke institusi pendidikan. Dana itu bisa dimanfaatkan ke dalam riset-riset tentang kesehatan.

“Ya posisi kami kan dilema. Ada dua sisi, pertama rokok itu berbahaya tapi bermanfaat bagi petani dan memilih dan bagi hasil yang bisa dialokasikan ke anggaran perbaikan layanan kesehatan yang lain,” tandas Akmaludin.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *