Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Barat (NTB), Enen Saribanon, mengungkap adanya peluang penetapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC) periode 2012-2016.
Saat ini, dua orang telah berstatus terdakwa dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram. Mereka adalah mantan Sekretaris Daerah NTB, Rosiady Husaenie Sayuti, serta eks Direktur PT Lombok Plaza, Dolly Suthajaya Nasution.
“Iya, ada berkas lain (peluang penetapan tersangka baru),” sebut Enen, Senin (16/6/2025).
Enen tidak menampik dalam dakwaan Rosiady dan Dolly disebutkan sejumlah nama lain yang turut terlibat dalam proyek kerja sama tersebut. Salah satunya Tuan Guru Bajang (TGB) Muhamamd Zainul Majdi, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur NTB.
“Ada, ada, ada, di dalam dakwaan itu ada. Ada (menyebut orang lain). (Termasuk TGB) Karena kebetulan dia jabatan gubernur saat itu,” ungkap Enen.
Sisi lain, Enen enggan mengomentari lebih lanjut terkait apakah keterangan dalam dakwaan Rosiady dan Dolly bisa menjadi pintu masuk penetapan tersangka baru. Ia hanya menyatakan bahwa proses hukum akan merujuk pada dakwaan yang telah dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan.
“Nanti kita lihat lagi yang itu. Pokoknya ada, tuntunannya itu kira-kira dari dakwaan itu,” sebutnya.
Enen berujar, tambahan tersangka baru nanti memungkinkan lebih dari satu orang. Namun, ia belum bersedia mengungkap identitas maupun peran mereka.
“Mungkin ada tambahan lah beberapa berkas. Nanti liat saja hasilnya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Rosiady dan Dolly dalam kasus korupsi NCC didakwa telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 15,2 miliar. Kedua terdakwa disebut menandatangani perjanjian kerja sama pemanfaatan barang milik daerah (BMD) NTB dengan pola bangun guna serah (BGS) pada 19 Oktober 2016.
“Kerja sama itu untuk pembangunan NTB Convention Centre (NCC) dan fasilitas pendukungnya,” kata JPU Ema Muliawati saat membacakan dakwaan.
Jaksa mendakwa keduanya dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.