Terungkap! Lahan HGU-HGB di Indonesia Dikuasai 60 Keluarga

Posted on

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut hak guna usaha (HGU) lahan di Indonesia dikuasai 60 keluarga. Nusron menyoroti isu keadilan pemerataan dalam pemanfaatan lahan.

Nusron awalnya memaparkan peta tanah Indonesia memiliki luas 190 juta hektare, dengan rincian 120 juta hektar berbentuk hutan dan 70 hektare lainnya APL (Area Penggunaan Lain). Hal itu disampaikan dalam diskusi #DemiIndonesia Wujudkan Asta Cita di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).

“Dari 70 juta itu, 55,9 juta sudah disertifikatkan. Di antaranya 39,8 juta adalah bentuk HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan). Dan HGU-HGB di Indonesia 39 juta itu hektar, 48 persennya dikuasai kalau HGU oleh 16 ribu PT, kalau HGB oleh sekitar 300 ribu PT,” katanya.

Setelah ditelusuri lebih jauh, pihaknya menemukan tanah HGU dan HGB tersebut hanya dikuasai oleh 60 keluarga. Menurutnya, hal itu merupakan sebuah persoalan sehingga perlu diatasi dengan menerapkan aturan plasma.

“Kalau di-tracking BO-nya, beneficiary ownership-nya, itu hanya dikuasai oleh 60 keluarga,” tegasnya

“Satu-satunya adalah mereka kalau memperpanjang HGU, tidak bisa kita perpanjang kecuali mandatory (wajib) potong 20 persen untuk plasma,” tambah Nusron.

Peraturan tersebut sudah ditawarkan kepada pengusaha yang memegang HGU. Para pengusaha pun belum berani mengajukan perpanjang HGU.

“Akhirnya mundur semua, belum berani mengajukan perpanjangan HGU sampai hari ini. Karena rata-rata tidak mau ambil potong 20 persen,” katanya.

Menurutnya, terdapat persepsi yang keliru terkait aturan plasma karena menyamakan pengertian plasma dengan splicing. Padahal, plasma merupakan aturan untuk menyediakan sebagian tanah buat digarap masyarakat.

“Definisi plasma adalah ketika orang itu dulu membebaskan hutan, hutannya 20 ribu (hektare), ada kewajiban plasma yang diambilkan 20 persen dari 20 ribu (hektare) itu dipotong untuk rakyat untuk diberikan plasma,” tuturnya.

Di samping itu, Nusron mengimbau kalau lahan persawahan, terutama lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B), tidak boleh dialih fungsikan. Sawah tidak boleh diubah menjadi kawasan perumahan maupun industri.

Pembangunan perumahan maupun industri biasanya menyasar lahan yang murah. Adapun sawah termasuk lahan yang harganya terjangkau.