Suka cita mewarnai proses penyembelihan hewan kurban saat Idul Adha di depan Masjid Baiturrahman, Kampung Angantiga, Kecamatan Petang, Badung, Jumat (6/6/2025). Siang itu, baik bapak-bapak, maupun remaja bahu-membahu merebahkan sapi yang siap disembelih.
Warga lainnya turut menyaksikan dari kejauhan, satu per satu hewan kurban yang dipotong. Di tempat lainnya, tidak jauh dari lokasi penyembelihan, tampak para pria dengan beragam perkakas, sibuk memotong daging sapi dan kambing yang selesai dikuliti.
Kebahagiaan tidak hanya dirasakan warga kampung Angantiga. Warga nonmuslim di wilayah itu juga merasakan suka cita Idul Adha. Warga Kampung Angantiga membagikan beberapa potong daging kurban kepada warga di desa adat setempat, khususnya prajuru (pengurus) adat di wilayah itu.
Sama seperti tradisi kebanyakan di wilayah lainnya di Bali, warga kampung Angantiga melakukan ‘ngejot’. Ini merupakan tradisi Bali yang bermakna saling memberi, utamanya membagikan makanan dan lainnya saat hari keagamaan.
“Karena ini adalah tradisi, sudah dilakukan oleh leluhur kami sejak ratusan tahun lalu. Kami meneruskan tradisi yang bagus ini sampai sekarang. Tetap ngejot,” kata Kepala Kampung Angantiga, M Ramsudin.
Ada 24 kambing kurban dan empat sapi yang dipotong. Hewan kurban itu adalah sumbangan sukarela dari warga, termasuk ada yang disumbangkan oleh lembaga, terutama pemerintah desa setempat.
“Dalam ajaran, yang memberikan hewan kurban dianjurkan memotong hewan kurbannya sendiri. Jika tidak kuat secara mental, minimal ia menyaksikan proses penyembelihan,” kata Ramsudin.
Seluruh bagian daging kurban dikumpulkan. Kemudian para pria mulai memotong daging itu menjadi bagian kecil-kecil. Setelah daging dikumpulkan, dan diperiksa kelayakannya, panitia membungkus beberapa daging untuk siap dibagikan ke warga.
“Kami memberikan daging kurban juga ke pemangku adat setempat, pecalang, aparat desa dan warga. Khusus untuk warga kami, menyangkut daging kurban ini suci, semua bagian harus dibagikan kepada yang berhak menerima dan dagingnya tidak boleh diperjualbelikan,” sambung dia.
Ramsudin mengatakan pembagian daging kurban kepada umat Hindu di kampung itu didasari atas rasa bahagia atau suka cita menyambut Idul Adha. Tradisi ngejot juga menjadi cara mempererat hubungan antaragama dan suku di wilayah itu.
Diketahui, warga muslim di Angantiga membentuk satu perkampungan di Desa Adat Angantiga yang dinamai Kampung Angantiga. Kampung ini berada di tengah permukiman warga Hindu. Warga muslim suku Bugis ini sudah mendiami wilayah Angantiga sekitar 400 tahun lalu.
Bendesa Adat Angantiga I Nyoman Kamiana bersyukur hubungan antarumat di desanya masih terjalin harmonis. Ia menegaskan akan tetap menjaga hubungan, sebagai mana yang diwariskan leluhur mereka selama beratus-ratus tahun.
“Umat muslim Angantiga sudah menjalankan apa yang diwarisi, yakni ngejot saat hari raya, terkhusus Idul Adha. Kami juga memberikan hal yang sama saat hari raya Galungan. Mudah-mudahan ini terus berjalan sampai generasi berikutnya,” ucap Kamiana.