Siswi SMP di Jembrana Berhenti Sekolah Usai Jadi Korban Bullying

Posted on

Ni Kadek A (14) memutuskan untuk berhenti sekolah karena diduga menjadi korban bullying atau perundungan. Siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Pekutatan, Jembrana, Bali, itu masih trauma akibat perlakuan teman-temannya.

Kepala Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi, membenarkan kasus perundungan yang dialami Kadek. Ia mengaku sudah mengunjungi kediaman korban pada Kamis (11/9/2025).

“Kami baru mendapatkan informasi dua hari lalu. Tadi pagi kami sudah berkunjung ke kediaman anak ini bersama Dinas PPAPPKB serta Polres Jembrana,” ungkap Utami saat dikonfirmasi infoBali, Kamis.

Informasi yang dihimpun, Kadek A sudah enam bulan berhenti sekolah. Keputusan itu diambil saat Kadek masih duduk di kelas VIII SMP dan akan naik ke kelas IX. Kadek A disebut tidak nyaman karena merasa dikucilkan dan diejek oleh teman-teman sekolahnya.

Akibat perundungan itu, kondisi kesehatan Kadek sempat menurun drastis. Kadek sering sakit dan pingsan karena memikirkan perlakuan teman-temannya.

Orang tua Kadek sempat membujuk agar ia kembali bersekolah. Namun, karena kondisi Kadek yang sakit-sakitan, keluarga pun tidak memaksa putrinya itu untuk kembali bersekolah.

PPA Jembrana telah berkoordinasi dengan Dinas PPAPPKB dan Dinas Pendidikan Jembrana. Menurut Utami, Kadek ditawarkan melanjutkan pendidikan melalui program Kejar Paket.

“Kemungkinan minggu depan anak ini akan mulai melanjutkan pendidikan melalui kejar paket. Kami akan pantau. Kondisi keluarga juga sebagai penerima PKH,” jelas Utami.

Utami menjelaskan kesehatan mental Kadek juga turut menjadi perhatian. PPA Jembrana, dia berujar, akan berkoordinasi dengan Rumah Sakit Umum (RSU) Negara agar korban mendapatkan konseling dengan dokter spesialis kejiwaan.

Utami berharap kejadian serupa tidak terulang kembali. Ia berencana melakukan sosialisasi anti-bullying untuk meminimalisasi kekerasan terhadap anak.

“Hingga saat ini, PPA Jembrana telah menangani 31 kasus kekerasan anak. Termasuk KDRT, kekerasan seksual, kekerasan fisik, kriminal, dan penelantaran. Semoga kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.

PPA Jembrana telah berkoordinasi dengan Dinas PPAPPKB dan Dinas Pendidikan Jembrana. Menurut Utami, Kadek ditawarkan melanjutkan pendidikan melalui program Kejar Paket.

“Kemungkinan minggu depan anak ini akan mulai melanjutkan pendidikan melalui kejar paket. Kami akan pantau. Kondisi keluarga juga sebagai penerima PKH,” jelas Utami.

Utami menjelaskan kesehatan mental Kadek juga turut menjadi perhatian. PPA Jembrana, dia berujar, akan berkoordinasi dengan Rumah Sakit Umum (RSU) Negara agar korban mendapatkan konseling dengan dokter spesialis kejiwaan.

Utami berharap kejadian serupa tidak terulang kembali. Ia berencana melakukan sosialisasi anti-bullying untuk meminimalisasi kekerasan terhadap anak.

“Hingga saat ini, PPA Jembrana telah menangani 31 kasus kekerasan anak. Termasuk KDRT, kekerasan seksual, kekerasan fisik, kriminal, dan penelantaran. Semoga kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.