Seorang warga asal Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditolak Rumah Sakit (RS) Pratama Manggelewa ketika meminta dirawat inap. Kejadian itu viral di media sosial setelah diunggah oleh akun Facebook bernama Nadif Difa.
Pemilik akun diketahui bernama Junari (32). Junari ditolak RS pada Jumat (11/4/2025) siang.
Dalam unggahannya itu, Junari menceritakan dia menuju rumah sakit dalam kondisi lemas, kepala sakit, pusing mual muntah dan nyeri dada serta panas ulu hati. Bahkan kondisinya itu hampir membuatnya pingsan.
Tak tahan dengan sakitnya, Junari ingin dirawat di rumah sakit dengan menggunakan BPJS. Sesampainya di ruangan instalasi gawat darurat (IGD), dia menceritakan keluhannya kepada perawat perempuan. Diketahui penyakit yang dideritanya adalah asam lambung.
Junari menyebut bukannya segera merawatnya, perawat itu justru mengatakan tidak bisa dilakukan rawat inap. Alasannya karena asam lambung bukan merupakan penyakit gawat darurat atau berbahaya.
“Ibu tidak bisa di opname, kalau mau minum obat saja, karena penyakit asam lambung bukan termasuk penyakit yang gawat darurat atau berbahaya,” tulis Junari mengutip pernyataan perawat itu pada unggahan Facebook dilihat infoBali, Sabtu (12/4/2025).
Mendengar pernyataan itu, Junari mengaku hampir ingin menangis di tempat. Karena ditolak, Junari dan keluarganya akhirnya pulang dan memilih untuk dirawat di puskesmas kecamatan.
“Peringatan untuk kita semua yang ingin ke RS Pratama, di sana tidak melayani atau tidak menerima orang yang punya penyakit asam lambung karna penyakit asam lambung kata perawatnya tidak berbahaya dan tidak termasuk gawat darurat,” tulis Junari.
Manajemen Rumah Sakit Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), membantah perawatnya mengusir Junari. Direktur RS Pratama Manggelewa, Laela Soraya, menuturkan pasien tersebut menderita asam lambung dan kondisinya tidak mesti dilakukan tindakan rawat inap.
“Petugas kami jelaskan pakai rawat jalan dulu, diberi obat. Tapi ya itu, dia langsung pulang. Mungkin dia marah atau apa, langsung pulang,” kata Laela saat dihubungi infoBali Sabtu malam.
Laela mengatakan, saat pertama kali Junari datang langsung meminta agar dipasangkan infus karena kondisinya lemah. Tindakan itu tidak bisa dilakukan karena petugas harus melakukan pemeriksaan identifikasi terlebih dahulu.
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah penyakit pasien ini ditanggung oleh BPJS atau tidak. “Pasien itu datang-datang minta langsung agar dipasangkan infus. Kami sudah jelaskan tentang penyakit yang memang tidak ditanggung oleh BPJS jika dirawat inapkan,” jelasnya.
Laela menegaskan, hasil identifikasi awal terhadap Junari menunjukkan keluhan pasien tidak mesti harus dilakukan rawat inap. “Kondisinya pasien itu memang tidak ada indikasi untuk dirawat inap, jika tidak ada indikasi rawat inap atau kegawatdaruratan BPJS tidak akan menanggungnya di IGD,” sambungnya.