Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak pemerintah dan otoritas terkait untuk memperketat pengawasan serta melakukan inspeksi rutin terhadap kapal wisata. Desakan ini menyusul tenggelamnya kapal pinisi Putri Sakinah di Labuan Bajo dengan korban pelatih Valencia, Fernando Martin Carreras, bersama keluarganya.
Ketua ASITA NTT Oyan Kristian mengatakan insiden kapal Putri Sakinah menjadi pengingat penting bahwa keselamatan wisatawan adalah prioritas utama dalam industri pariwisata.
“Pemerintah dan otoritas perlu memperketat pengawasan dan inspeksi rutin kapal wisata,” kata Oyan, Selasa (30/12/2025).
Selain pengawasan armada, Oyan juga menilai pentingnya kejelasan alur dan pembagian tanggung jawab terkait keselamatan wisatawan. Menurut dia, peristiwa ini menjadi keprihatinan serius bagi industri pariwisata nasional, khususnya sektor wisata bahari di destinasi super prioritas.
“ASITA memandang bahwa keselamatan wisatawan adalah prioritas mutlak yang tidak dapat ditawar dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan kepada travel agent untuk lebih selektif dalam memilih mitra operator kapal. “Travel agent dan tour operator agar lebih selektif dalam memilih mitra operator kapal. Tidak semata-mata mempertimbangkan harga, tetapi keselamatan, legalitas, dan rekam jejak operator,” urai Oyan.
Oyan menambahkan, setiap operator kapal wisata wajib memiliki izin operasional yang sah dan aktif, didukung awak kapal yang bersertifikat dan berpengalaman. Selain itu, wisatawan harus mendapatkan briefing keselamatan yang jelas sebelum pelayaran.
“Memberikan briefing keselamatan yang jelas kepada wisatawan sebelum berlayar,” katanya.
ASITA menegaskan bahwa insiden ini tidak boleh dianggap sebagai kejadian biasa, melainkan peringatan keras untuk melakukan pembenahan serius demi menjaga keselamatan wisatawan, kepercayaan dunia internasional, dan reputasi pariwisata Indonesia.
“ASITA siap berkolaborasi dengan pemerintah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan standar keselamatan wisata bahari secara berkelanjutan,” urai dia.
Ia juga menekankan perlunya penerapan standar keselamatan yang seragam di lapangan, terpusat, dan diatur oleh otoritas terkait guna menghindari standar ganda. “Tidak ada ruang (sekecil apapun) untuk tawar menawar jika itu menyangkut faktor safety/keselamatan wisatawan,” tandasnya.
Ombudsman Sorot Lemahnya Keselamatan Laut
Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai tenggelamnya kapal wisata Putri Sakinah bukan semata-mata kecelakaan laut. Peristiwa tersebut disebut sebagai indikasi kuat lemahnya tata kelola pelayanan publik di sektor transportasi laut di NTT yang merupakan wilayah kepulauan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT, Yosua P. Karbeka, menegaskan peristiwa tersebut harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera berbenah dengan melakukan penataan pelayanan publik yang mampu melindungi dan memberikan keselamatan masyarakat.
“Tragedi ini menunjukkan paling tidak ada dua masalah serius dalam pengawasan dan pemenuhan standar keselamatan pelayaran termasuk kesiapsiagaan penyelamatan kecelakaan laut yakni problem pada saat sebelum berlayar maupun problem pelayanan bila terjadi kecelakaan,” terang Yosua melalui siaran pers, Selasa (30/12/2025).
Menurut Yosua, kecelakaan kapal wisata kerap disertai pola berulang. Seperti kapal yang tidak laik berlayar, minimnya alat keselamatan, awak kapal tanpa kompetensi memadai, hingga pelayaran yang tetap dipaksakan meski kondisi cuaca buruk.
“Itu adalah pola yang terus berulang dan di sisi lain kecelakaan tersebut sampai sampai merenggut nyawa,” ujar Yosua.
Insiden yang menenggelamkan Fernando Martin Carreras, pelatih tim sepak bola putri Valencia, bersama tiga anaknya, semakin menegaskan bahwa keselamatan penumpang belum menjadi prioritas utama dalam pengelolaan pariwisata bahari di Labuan Bajo yang selama ini dipromosikan sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Ia juga mengungkapkan, sepanjang 2024 hingga akhir 2025, sedikitnya 15 kecelakaan kapal wisata tercatat terjadi di perairan Labuan Bajo. Mulai dari kapal karam, dihantam gelombang tinggi, hingga mengalami gangguan teknis di tengah pelayaran.
“Rangkaian kecelakaan ini memperlihatkan benang merah yang sama, yakni kelalaian yang dibiarkan tanpa koreksi sistemik. Keselamatan sering kali dikorbankan demi mengejar jadwal wisata dan keuntungan ekonomi jangka pendek,” tegas Yosua.
Selain itu, Ombudsman NTT juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan sejak kapal masih berada di dermaga. “Dugaan adanya gangguan mesin pada kapal Putri Sakinah sebelum berlayar menimbulkan pertanyaan serius terkait proses penerbitan izin berlayar,” tandasnya.
Menurut Yosua, jika benar kapal mengalami masalah teknis sebelum berlayar, maka patut dipertanyakan kenapa sehingga kapal wisata Putri Sakinah dinyatakan laik berlayar. Di sinilah kata Yosua, peran Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) seharusnya dijalankan secara substansial, bukan sekadar administratif.
Ia menambahkan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dan berada di kawasan ring off fire, Indonesia seharusnya menerapkan standar keselamatan transportasi laut yang ketat, konsisten, dan berorientasi pada perlindungan jiwa manusia, terlebih di kawasan pariwisata strategis seperti Labuan Bajo yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo.
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT mendorong evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola keselamatan pelayaran wisata di Labuan Bajo untuk semua instansi teknis termasuk stakeholder terkait.
“Jika tragedi seperti ini terus berulang tanpa reformasi nyata, maka kematian di laut wisata tidak lagi bisa disebut kecelakaan, melainkan konsekuensi dari pembiaran. Negara harus bertanggung jawab,” pungkas Yosua.
Ombudsman Sorot Lemahnya Keselamatan Laut
Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai tenggelamnya kapal wisata Putri Sakinah bukan semata-mata kecelakaan laut. Peristiwa tersebut disebut sebagai indikasi kuat lemahnya tata kelola pelayanan publik di sektor transportasi laut di NTT yang merupakan wilayah kepulauan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT, Yosua P. Karbeka, menegaskan peristiwa tersebut harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera berbenah dengan melakukan penataan pelayanan publik yang mampu melindungi dan memberikan keselamatan masyarakat.
“Tragedi ini menunjukkan paling tidak ada dua masalah serius dalam pengawasan dan pemenuhan standar keselamatan pelayaran termasuk kesiapsiagaan penyelamatan kecelakaan laut yakni problem pada saat sebelum berlayar maupun problem pelayanan bila terjadi kecelakaan,” terang Yosua melalui siaran pers, Selasa (30/12/2025).
Menurut Yosua, kecelakaan kapal wisata kerap disertai pola berulang. Seperti kapal yang tidak laik berlayar, minimnya alat keselamatan, awak kapal tanpa kompetensi memadai, hingga pelayaran yang tetap dipaksakan meski kondisi cuaca buruk.
“Itu adalah pola yang terus berulang dan di sisi lain kecelakaan tersebut sampai sampai merenggut nyawa,” ujar Yosua.
Insiden yang menenggelamkan Fernando Martin Carreras, pelatih tim sepak bola putri Valencia, bersama tiga anaknya, semakin menegaskan bahwa keselamatan penumpang belum menjadi prioritas utama dalam pengelolaan pariwisata bahari di Labuan Bajo yang selama ini dipromosikan sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Ia juga mengungkapkan, sepanjang 2024 hingga akhir 2025, sedikitnya 15 kecelakaan kapal wisata tercatat terjadi di perairan Labuan Bajo. Mulai dari kapal karam, dihantam gelombang tinggi, hingga mengalami gangguan teknis di tengah pelayaran.
“Rangkaian kecelakaan ini memperlihatkan benang merah yang sama, yakni kelalaian yang dibiarkan tanpa koreksi sistemik. Keselamatan sering kali dikorbankan demi mengejar jadwal wisata dan keuntungan ekonomi jangka pendek,” tegas Yosua.
Selain itu, Ombudsman NTT juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan sejak kapal masih berada di dermaga. “Dugaan adanya gangguan mesin pada kapal Putri Sakinah sebelum berlayar menimbulkan pertanyaan serius terkait proses penerbitan izin berlayar,” tandasnya.
Menurut Yosua, jika benar kapal mengalami masalah teknis sebelum berlayar, maka patut dipertanyakan kenapa sehingga kapal wisata Putri Sakinah dinyatakan laik berlayar. Di sinilah kata Yosua, peran Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) seharusnya dijalankan secara substansial, bukan sekadar administratif.
Ia menambahkan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dan berada di kawasan ring off fire, Indonesia seharusnya menerapkan standar keselamatan transportasi laut yang ketat, konsisten, dan berorientasi pada perlindungan jiwa manusia, terlebih di kawasan pariwisata strategis seperti Labuan Bajo yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo.
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT mendorong evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola keselamatan pelayaran wisata di Labuan Bajo untuk semua instansi teknis termasuk stakeholder terkait.
“Jika tragedi seperti ini terus berulang tanpa reformasi nyata, maka kematian di laut wisata tidak lagi bisa disebut kecelakaan, melainkan konsekuensi dari pembiaran. Negara harus bertanggung jawab,” pungkas Yosua.
