Polemik Pembukaan Supermarket di Lombok Tengah yang Tuai Penolakan Warga

Posted on

Rencana pembukaan sebuah supermarket di Desa Selong Belanak, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), menimbulkan polemik. Sejumlah warga bahkan bersitegang dengan orang yang disebut sebagai preman bayaran perusahaan ritel tersebut.

Kepala Desa (Kades) Selong Belanak, Kadir Jaelani, buka suara terkait gejolak penolakan pembangunan Sahnimart di wilayahnya. Dia mengeklaim pendirian supermarket itu telah mengantongi izin dari pemerintah daerah (pemda).

“Itu mereka sudah lengkap, punya sertifikat, IMB, izin segala macam punya,” kata Kadir, Sabtu (26/4/2025).

Menurut Kadir, keributan yang terjadi di desanya itu sudah berlangsung tiga kali. Dia mengaku sejak awal sudah mengundang kedua belah pihak untuk mediasi di kantor desa.

“Sebagai pemerintah desa, saya tidak membela siapa-siapa. Cuma, kami tidak mau adanya konflik yang berkepanjangan karena persoalan ini,” imbuhnya.

Meski begitu, Kadir menyebut dirinya terbuka dengan para pengusaha. Terlebih, wilayah tersebut merupakan desa wisata. Menurut dia, aktivitas usaha seperti supermarket perlu didukung asalkan sudah mengantongi izin.

“Jangankan ritel seperti ini, hotel saja kami tidak pernah permasalahkan yang penting ada izin,” imbuhnya.

Sebelumnya, sejumlah warga nyaris bentrok dengan orang yang disebut sebagai preman bayaran perusahaan ritel tersebut pada Kamis (24/4/2025). Penolakan warga dipicu karena supermarket itu diduga belum mengantongi izin.

Berdasarkan video yang diterima infoBali, terlihat warga menolak penurunan barang dari kendaraan milik perusahaan. Aksi saling dorong pun tak terhindarkan. Situasi nyaris memanas saat beberapa warga terlihat siap adu pukul dengan orang sewaan perusahaan tersebut.

“Bagaimana kami tidak marah, mereka tiba-tiba mau menurunkan barang mereka. Tanpa ada izin dari pemerintah dan kami sebagai masyarakat setempat,” ujar salah satu warga, Lalu Sikir, Jumat (25/4/2025).

Menurutnya, warga semakin geram karena melihat puluhan orang sewaan berjaga di depan toko seperti hendak menghadapi penolakan warga. Ia mengakui kejadian serupa pernah terjadi sebelumnya.

“Ini lah yang membuat kami semakin marah. Mereka ini membawa preman dari luar seolah menantang kami sebagai masyarakat,” ucapnya.

Ia juga menuding pihak perusahaan memalsukan tandatangan warga dalam dokumen persyaratan izin. Dokumen itu sebelumnya disebut-sebut hanya digunakan untuk pengurusan sertifikat lahan.

“Katanya pada warga di bawah untuk membuat sertifikat lahan. Tapi tidak lama kemudian kami melihat ada bangunan supermarket. Kan bingung kami, tiba-tiba ada,” jelasnya.

Tak hanya itu, Sikir menyoroti bangunan tersebut tidak menyediakan area parkir yang layak. Ia menilai keberadaan supermarket bakal mengganggu akses jalan masyarakat.

Warga lainnya, Lalu Purna, menilai keberadaan supermarket modern itu bisa menghancurkan usaha kecil di sekitar lokasi. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai apatis terhadap suara warga.

“Ini kan sama saja mau membunuh masyarakat. Makanya kami minta kepada pemerintah desa maupun pemerintah daerah untuk tegas. Apakah mau bela masyarakat atau para pemodal,” ujar Purna.

Ia menyebut situasi di desanya sangat mencekam setelah warga nyaris bentrok dengan orang suruhan perusahaan tersebut. Ia khawatir konflik semakin meluas jika pemerintah tidak segera turun tangan.

“Aksi seperti ini sudah beberapa kali. Tapi sampai sekarang tidak ada langkah konkretnya,” pungkasnya.

Warga Nyaris Bentrok dengan Preman

Dinilai Ancam UMKM dan Warung Warga