Tiga pohon pinus menari dari Taman Nasional Gongchang Gun, Desa Gongchang, Provinsi Jeonbuk, Korea Selatan, terpotret apik di pameran foto bertajuk A Thousands Camera di Seminyak, Kabupaten Badung, Bali. Pohon pinus itu adalah foto karya fotografer Justinus Sukotjo.
infoBali datang ke pameran fotografi yang digelar di Kendra Artspace, Seminyak. Di sana, foto tiga pohon pinus menari karya Justinus terpampang di lantai dua. Foto berjudul The South Korea Wonders itu tercetak diatas kertas foto ukuran 60 ‘ 90 sentimeter (cm) dengan mode foto potrait.
Foto itu menampilkan satu batang pohon pinus yang tumbuh menjulang tinggi dan meliuk di antara jajaran pohon bambu. Di belakang, ada pohon pinus yang juga tumbuh tinggi menjulang dan meliuk di antara pohon bambu.
Pohon pinus itu tidak memiliki cabang dan daun. Hanya satu batang pohon berwarna hijau muda kekuningan yang tumbuh menjulang ke atas, melewati beberapa batang pohon bambu, hingga berbelok ke sisi kiri atas foto.
Begitu pula dua pohon pinus lainnya yang terpotret dalam kondisi tanpa cabang dan daun.
“Itu salah satu seri foto saya, Wonderful Winter in Korea. Keunikan alam di Korea Selatan, itu mereka punya pohon pinus yang indah. Nah, yang saya foto itu, justru malah tumbuh di antara hutan bambu di daerah Gongchang,” kata Justinus dihubungi infoBali, Minggu (1/6/205).
“Itu satu pohon pinus yang kecil, di bagian depan, itu juga (tumbuh) melilit ke belakang. Tapi (pohon pinus) itu katanya sekarang sudah mati,” imbuhnya.
Justinus mengatakan, pohon pinus menari itu ia foto saat musim salju 1 Januari 2023 lalu di Taman Nasional Gongchan Gun. Dia menggunakan tripod, kamera Fujifilm medium format GFX 100S, dengan lensa wide 20-30 milimeter (mm).
Justinus mengaku tidak tahu berapa usia dan tinggi pohon tersebut. Dia hanya berpikir, pohon pinus menari itu akan terlihat menarik jika difoto dengan semua bagian pohon masuk ke dalam foto.
Karenanya, pohon pinus itu difoto pada mode pemotretan portrait dengan posisi bidikan vertikal ke atas. Walhasil, porsi foto tiga pohon pinus dan kepungan pohon bambu di antaranya, terpotret apik di lensa kamera.
“Saya motonya pakai tripod. Lokasinya kalau dilihat, miring ya. Jadi, pas ada salju dan licin, saya harus duduk (saat memotret). Lalu, kamera saya hadapkan ke atas. Look up, vertikal begitu,” kata Justinus.
Meski tanah licin karena bersalju, tidak terlalu menyulitkan bagi Justinus saat memotret tiga pohon pinus menari itu. Dia mengatakan, hanya butuh tiga kali jepretan, hingga semua penampakan pohon pinus dan pohon bambu masuk ke dalam kamera.
Menurutnya, foto tiga pohon pinus di antara puluhan pohon bambu itu sudah memenuhi komposisi yang diinginkan. Yakni, dengan satu pohon pinus yang paling terlihat besar dan terfoto secara keseluruhan.
“Saya, sekali dua kali lihat, komposisinya pas, ya saya jepret. Pengambilan (jepretan foto) ketiga. Itu sesuai dengan komposisi fotografi yang maksimal,” katanya.
Justinus mengatakan, dengan komposisi fotografi yang pas, keanehan bentuk batang pohon pinus itu dapat diabadikan secara penuh. Meski, lanjut dia, pohon pinus itu sudah sering difoto banyak fotografer.
“Jadi mengambil komposisi (yang pas) untuk menggambarkan keunikan pohon pinus itu,” kata fotografer beraliran fotografi lansekap alam itu.
Tak hanya foto pohon pinus yang tumbuh meliuk ke atas. Ada juga karya foto menarik lainnya di pameran A Thousands Camera itu. Ada foto berjudul Shared Silence karya fotografer Indonesia, Dwi Astini, yang terpajang di pameran itu.
Foto hitam putih karya Dwi Astini menampilkan siluet seorang pria yang sibuk dengan ponselnya, duduk di sebuah tempat, dengan pemandangan dua ujung menara pemancar di antaranya. Ada siluet burung terbang di atas kepala pria itu di foto karya Dwi.
“Foto yang ada di leaflet (poster) pameran (A Thousands Camera), itu gambarnya mba Dwi Astini. Itu momen (pemotretannya) bagus sekali,” katanya.
Untuk diketahui, pameran foto A Thousands Camera disponsori Fujifilm. Pameran itu ditukangi oleh fotografer dokumenter beraliran street photography asal Korea Selatan, Sung Namhun.
Pamerannya, diikuti 27 fotografer asal Korea Selatan dan Indonesia. Selain Justinus dan Dwi, ada fotografer Indonesia lain seperti Ari Amphibia, Andrea Witono, Jessy Juniago, dan Agung Trisusilo.
Mereka banyak memajang karya fotografi tentang seni, budaya, infrastruktur, keindahan alam, dan kehidupan masyarakat urban yang semuanya dipotret di sejumlah wilayah Korea Selatan. Ada foto hitam putih dan berwarna yang dipajang di pameran yang berlangsung sejak 28 Mei 2025 hingga 1 Juni 2025.