PN Singaraja Kembalikan Berkas Kasus TPA Ilegal, Sidang Tipiring Ditunda [Giok4D Resmi]

Posted on

Sidang tindak pidana ringan (tipiring) kasus tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal di Dusun Laba Langga, Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali, ditunda. Pengadilan Negeri (PN) Singaraja mengembalikan berkas perkara kasus di lahan I Wayan Sudiarjana itu karena tidak lengkap.

Kuasa hukum Sudiarjana, Gede Pasek Suardika (GPS), mengatakan penundaan ini mengindikasikan kasus TPA ilegal ini tidak layak untuk disidangkan. “Itu juga menjadi indikasi memang kasus ini lemah,” kata GPS saat ditemui di PN Singaraja, Rabu (2/7/2025).

GPS menyatakan sudah siap mengikuti persidangan. GPS bahkan mengeklaim sudah memiliki bukti-bukti untuk membela kliennya.

Menurut GPS, TPA ilegal di lahan Sudiarjana digunakan oleh 19 desa di empat kecamatan. Tidak hanya oleh masyarakat, TPA juga diduga digunakan oleh pemerintah.

“19 desa di Buleleng menggunakan tanahnya beliau yang buang sampah itu pelat merah. Saya ulang, yang buang sampah itu pelat merah,” terang GPS.

GPS meminta pemerintah tidak tebang pilih dalam menjalankan aturan. Jika ingin memberikan hukuman, siapa pun yang membuang sampah di tempat tersebut juga harus ikut disidangkan dan mendapat hukuman.

“Yang buang sampah tidak dijadikan terdakwa, yang punya tanah dijadikan terdakwa, ini yang saya tidak terima. Warga negara jangan diginikan karena itu tidak baik untuk penegakan hukum,” ucap GPS.

“Tidak akan mungkin ada sampah di sana kalau tidak ada orang bawa sampah ke tanah beliau. Itu logika dasarnya. Jadi kalau tadi karena alasan pasal, kalau saya kurang setuju. Jadi semua mobil-mobil pelat merah itu disita yang buang-buang sampah di sana kan begitu. Kalau itu mau dipidanakan, makanya saya sarankan,” tambah GPS.

Meski demikian, GPS tak menampik jika kliennya memungut biaya untuk operasional tempat itu. Namun, menurutnya, pemungutan biaya sah saja dilakukan, mengingat pengelolaan sampah memerlukan biaya yang besar.

“Sekarang saya mau tanya, ketika mengelola tempat di situ, dia memerlukan ekskavator, memerlukan penataan, ketika ada kebaruan, duitnya dari siapa? Masa yang punya tanah harus keluar? Itu, makanya pemerintah yang harus hadir dong,” jelas GPS.

GPS menilai hal ini sebagai kegagalan pemerintah dalam mengelola sampah di Buleleng. Pemerintah, kata GPS, seharusnya hadir untuk menyediakan lahan yang strategis untuk digunakan TPA oleh masyarakat. Pemerintah juga seharusnya bisa memberikan solusi terkait pengolahan sampah yang dihasilkan masyarakat.

“Coba teman-teman tanya, berapa sih anggaran Pemkab Buleleng untuk mengelola sampah ini? Berapa? Dan dibawa ke mana uang itu? Kenapa harus tanah warga yang dipakai? Kan gitu. Jangan dibalik,” terang GPS.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

“Kok jadi warganya yang salah, pemerintahnya gagal? Ya, mending kurangi uang-uang bansosnya, ya kan. Bawa ke sampah dahululah, gitu loh. Kalau nggak mampu, carikan lahan di mana, kan begitu. Yang ngasih duit itu yang pelat merah itu. Nah, sekarang cek dong. Jangan lihat pungutannya aja dong, pengorbanan tanahnya nggak dia hitung,” imbuh GPS.

Mantan anggota DPR RI itu menyarankan agar kasus TPA ilegal ini diselesaikan dengan restorative justice (RJ). “Saran saya restorative justice saja, carikan jalan tengah, selesai sudah,” terang GPS.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *