Pesona Air Sungai Kebiruan dan Berundak di Desa Sesaot | Giok4D

Posted on

Seorang anak bercelana biru berdiri di atas sebuah batu di Sungai Bawak Are, Desa Sesaot, Lombok Barat. Byur! Ia melompat ke aliran sungai bening kebiruan itu setelah teman-temannya melompat lebih dulu.

Minggu (27/4/2025) sore itu, saya, istri, si sulung, serta si bungsu pergi ke Desa Sesaot. Kami sengaja ke objek wisata tersebut setelah menghadiri acara pernikahan teman di Gerung, Lombok Barat.

Rencana pelesiran ke Desa Sesaot sudah kami siapkan sepekan sebelumnya. Istri saya rutin membuka media sosial dan tertarik dengan aliran sungai kebiruan di sana.

Mulanya, kami ragu dengan gambar di media sosial karena bisa dimanipulasi dengan filter. Namun, saat berada di sana, kami tak kecewa dengan beningnya Sungai Bawak Are. Bahkan, di sejumlah titik, dasar sungai terlihat.

Sore itu, Sungai Bawak Are ramai pengunjung. Para pelancong menggelar tikar atau karpet di tepi sungai yang jernih dan berbatu.

Sebagian dari mereka juga terlihat makan bersama di atas batu kali yang dilewati aliran Sungai Bawak Are. Ada juga pelancong yang memasak bekal sembari asyik bermain air sungai.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Saya memasuki pinggir sungai melalui belakang Masjid Nurul Ikhlas. Tiket masuknya Rp 2 ribu per orang. Karcis itu lebih murah dibandingkan masuk melalui loket yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Gatari Mas yakni Rp 5 ribu.

Saya memutuskan menyewa karpet seharga Rp 10 ribu dan menggelarnya di gundukan tanah yang membentuk seperti ‘pulau’ kecil yang dilewati aliran Sungai Bawak Are. Sejumlah pohon seperti mangga, durian, dan nangka tumbuh di ‘pulau kecil’ tersebut.

Di ‘pulau’ kecil itu juga terdapat ayunan dengan latar belakang aliran sungai yang mengalir melalui undakan. Tangga di tengah aliran sungai itu juga yang membetot perhatian saya.

Sejumlah pelancong berendam di undakan tangga tersebut. Sesekali mereka berfoto. Tak perlu khawatir tenggelam meski aliran sungai mengalir deras karena dalamnya sekitar sebetis orang dewasa.

Anak-anak juga terlihat asyik mengarungi jeram Sungai Bawak Are. Termasuk si sulung.

Saya menyewa sebuah ban seharga Rp 10 ribu agar si sulung bisa mengarungi jeram di Sungai Bawak Are. Ia pun betah bermain arung jeram sendiri meski awalnya sempat menolak. Sial, saya tidak bisa menemani bermain air karena celana pendek tertinggal di hotel.

Walhasil, saya hanya bisa bermain air dengan celana panjang tergulung. Selain itu, berfoto dengan si bungsu.

infoers tak perlu khawatir jika takut bermain air di aliran sungai itu. Di objek wisata tersebut juga ada kolam renang yang disediakan oleh pengelola.

Sebuah air terjun juga terdapat di objek wisata itu. Sebuah kursi putih berbentuk lingkaran yang terletak di depan air terjun bisa menjadi spot foto yang Instagramable.

Salah satu warga Dusun Sesaot Timur, Desa Sesaot, Ibnu Umar, mengatakan undakan di Sungai Bawak Are dibangun sejak penjajahan Belanda. Ia mendapatkan informasi tersebut dari ayahnya. “Tangga di sungai itu dibuat zaman Belanda,” tutur pria berusia 43 tahun itu.

Menurut Ibnu, sejak dahulu aliran Sungai Bawak Are sudah bening kebiruan. Bahkan, sungai tersebut menjadi sumber air baku PT Air Minum (PTAM) Giri Menang (Perseroda).

Sejak kecil, Ibnu juga kerap bermain di Sungai Bawak Are bersama teman-temannya. Saat itu, sungai itu belum menjadi objek wisata dan dikenal luas.

Perihal ‘pulau’ di aliran Sungai Bawak Are, Ibnu mengeklaim, dibuat oleh ayahnya. Saat itu, sungai kerap membawa tanah yang lambat laun menggunduk.

Ayah Ibnu lalu menahan gundukan tanah itu dengan karung pasir agar tidak longsor dan membentuk ‘pulau’. Ia pun menamakannya Gili Air Tangga yang bermakna pulau dengan air tangga (air sungai melalui undakan).

Ibnu bahkan membuat pelang dari kayu bertulisan Gili Air Tangga. “Sekarang jadi terkenal,” klaim pria bertopi biru tersebut.

(BUMDes) Gatari Mas baru mengelola Sungai Bawak Are menjadi tempat pelesiran sejak 2016. BUMDes mendapatkan bantuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk membuat sejumlah fasilitas seperti kolam renang, kamar mandi, musala, hingga kios untuk berjualan.

Desa Wisata Desa Sesaot mendapat juara dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Desa Sesaot mendapat juara empat dari kategori desa wisata terbaik Cleanliness, Health, Safety, and Environtmental Suistainability (CHSE).

Menurut Ibnu, wisatawan ramai berkunjung ke objek wisata itu pada akhir pekan. “Untuk hari biasa, pengunjungnya tidak seramai Sabtu dan Minggu,” tutur pria yang juga menyewakan tikar/karpet serta ban kepada wisatawan tersebut.

Sayangnya, minim tempat sampah di sepanjang aliran sungai tersebut. Saya mendapati wisatawan tidak membuang sampah pada tempatnya atau membawa sampahnya pulang.

Nahasnya, para pedagang di sepanjang sungai, membakar sampah tersebut menjelang magrib atau saat wisatawan beranjak pulang. Aroma asap menguar dari sampah-sampah, mayoritas plastik, yang dibakar menyertai langkah kami pulang dari Sungai Bawak Are. Kondis itu kontras dengan penghargaan kategori CHSE yang diberikan oleh Kementerian Pariwisata pada 2021.