Dinas Perdagangan (Disdag) Nusa Tenggara Barat (NTB), mengeklaim buyer Amerika Serikat (AS) tetap membeli vanili organik dari Bumi Gora meski terkena tarif impor 47%. Pengenaan besaran tarif impor ini sebelumnya diungkapkan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
“Buyer mengatakan tetap beli karena ini (vanili organik) tidak bisa digantikan, itu yang membuat buyer Amerika tetap akan beli produk kita,” kata Kepala Disdag NTB, Baiq Nelly Yuniarti, saat diwawancarai infoBali di Mataram, Senin (21/4/2025).
Meski demikian, tingginya tarif impor cukup membuat para pengekspor di NTB gigit jari. Mereka khawatir akan kehilangan buyer akibat kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang mematok tarif tinggi untuk Indonesia, dari 32% menjadi 47%.
“Kami masih menunggu kebijakan pusat, presiden sempat menyampaikan akan melakukan negosiasi ulang. Apa pun hasilnya, harus kita ikuti,” terang Nelly.
Menurut Nelly, pengekspor di NTB harus berinovasi menemukan pasar baru setelah kebijakan Trump menaikkan tarif impor 47%. Misalnya, mencari pasar baru di Asia dan Afrika.
“Mau tidak mau (pengekspor) harus berinovasi, menemukan pasar baru yang kebijakannya representatif,” imbuh Nelly.
Nelly menilai Asia hingga Afrika bisa menjadi pilihan bagi pengekspor NTB untuk mencari pasar baru. Apalagi, pemerintah pusat tengah mendorong para pelaku usaha untuk mengepakkan sayap ke sana.
“Kami mengikuti itu karena kalau negara sudah mengarah ke sana, biasanya ada kebijakan yg meringankan kita,” jelas Nelly.
Menurut Nelly, jika pasar Asia-Afrika bisa lebih menjanjikan, para pengekspor akan diarahkan ke arah sana.
“Nanti akan ada 25 dubes ke NTB, kami akan buka ruang pameran pada kunjungan 25 dubes. Itu ada ruang (promosi) bagi kita, Dubes-Dubes itu akan kita arahkan ke pusat UMKM agar mereka bisa liat produk (pelaku usaha di NTB),” jelas Nelly.