Panen Raya Terhambat, 60% Padi Dibiarkan gegara kekurangan Tenaga Tebas

Posted on

Panen raya di Kabupaten Jembrana justru menghadapi masalah. Sebanyak 60 persen padi dibiarkan di sawah karena kekurangan tenaga tebas. Bahkan, sebagian petani terpaksa membuang padi yang sudah rusak.

Pantauan infoBali pada Senin (28/4/2025), padi di sejumlah sawah di Kecamatan Jembrana dan Kecamatan Mendoyo rusak akibat terlambat dipanen. Biji padi yang sudah tua mulai tumbuh kembali, sementara banyak batang padi yang rebah.

“Sebenarnya tenaga tebas yang susah. Jadi banyak padi yang belum dipanen hingga padinya rontok dan tumbuh menjadi bibit padi lagi,” ungkap Wayan Widia (56), seorang petani di Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, saat ditemui infoBali, Senin.

Widia terpaksa memanen padi sendiri dibantu keluarganya. Ia menjual hasil panen dengan harga murah untuk mengurangi kerugian.

“Sejumlah petani meminjam uang atau sarana di koperasi subak, sehingga saat panen baru dibayarkan. Kalau dibuang seperti beberapa lahan petani di sebelah sawah saya ini, ya sudah pasti rugi,” ujar Widia.

Kepala Bidang Pertanian Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Komang Ngurah Arya Kusuma, membenarkan kurangnya tenaga tebas saat ini. Selain itu, faktor jumlah mesin panen (harvester) yang terbatas juga membuat panen raya terhambat. Hal ini membuat beberapa sawah tidak dijangkau mesin panen.

“Tidak ada pendataan khusus soal lahan yang belum dipanen karena kekurangan tenaga tebas. Tapi estimasi dari realisasi tanam seluas 2.058 hektare pada April 2025, sekitar 60 persen di antaranya mengalami kesulitan tenaga panen,” kata Arya.

Menurut Arya, hampir seluruh subak di Jembrana sudah sangat kekurangan sekaa manyi atau kelompok tenaga panen. Karena itu, ia mendorong agar sistem kebersamaan dalam subak dihidupkan kembali, mirip seperti sekaa tanam yang masih bertahan.

“Solusi jangka pendeknya adalah panen gotong royong seperti saat tanam. Solusi jangka panjang, menghidupkan kembali sekaa manyi. Namun proses penggilingan menggunakan mesin agar lebih efektif dan efisien,” papar Arya.

Arya menyebut sudah ditetapkan harga minimal gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg). Bulog siap menyerap hasil panen petani tanpa syarat, asalkan gabah sudah dikarungkan dan ditempatkan di pinggir jalan yang bisa dilalui mobil.

“Positifnya, harga tidak anjlok saat panen raya. Petani bisa menghubungi kelian subak atau PPL di lapangan,” pungkas Arya.