Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan komitmennya untuk mewujudkan kemandirian energi bersih di Pulau Dewata sebelum masa jabatannya berakhir pada 20 Februari 2030. Salah satu upaya utama yang akan digenjot adalah optimalisasi pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di berbagai sektor.
“Saya sudah bikin MoU dengan PLN untuk tidak lagi menambah suplai listrik dari luar. Pembangkitan harus dilakukan di Bali dan harus menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan,” ujar Koster dalam peluncuran skema pemasangan PLTS atap, Kamis (15/5/2025).
Menurutnya, pemanfaatan PLTS atap adalah solusi cepat dan fleksibel untuk mendukung kemandirian energi Bali. Teknologi ini bisa diterapkan di perkantoran, hotel, vila, hingga pasar rakyat.
“Dulu serapan listrik dari PLTS atap dibatasi maksimum 20 persen. Sekarang PLN sudah tidak lagi membatasi, bahkan menugaskan anak perusahaannya, PT PLN Icon Plus, untuk menyuplai panel, memasang, merawat, sampai menyerap seluruh listrik yang dihasilkan,” jelas Koster.
Ia membeberkan kebutuhan listrik harian Bali saat ini mencapai 1.200 Megawatt (MW), sedangkan kapasitas terpasang baru 1.400 MW. Artinya, cadangan daya hanya 200 MW, jumlah yang menurutnya sangat rawan jika tidak segera diantisipasi.
“Ini ancaman. Makanya saya rapat dengan SKK Migas, untuk mempercepat pembangunan pembangkit 900 MW, dua unit masing-masing 450 MW. Tambah lagi 200 MW. Jadi total 1.100 MW tambahan, ditopang juga oleh PLTS atap,” katanya.
Tak hanya mengandalkan pembangkit besar, Koster juga menargetkan tambahan 500 MW dari PLTS atap secara bertahap hingga 2029. Ia meminta PT PLN Icon Plus untuk mulai menggarap 100 MW pertama tahun ini.
“Waktu audiensi, Pak Dirut menyampaikan skenarionya 500 MW bertahap. Saya tantang, kalau bisa mulai tahun ini 100 MW. Saya akan dukung penuh, 2026 sampai 2029, saya minta 500 MW itu selesai,” tegas Koster.
Ia pun berharap pemanfaatan PLTS atap menjadi gaya hidup masyarakat Bali ke depan. Tidak hanya tenaga surya, tetapi juga pengembangan energi terbarukan lain seperti angin, gelombang laut, panas bumi, dan biomassa.
“Kalau bisa ke depan sudah menjadi life style, ramai-ramai menggunakan PLTS atap. Bahkan tidak hanya PLTS, tapi juga energi angin, energi gelombang, geothermal, biomassa ,” ujarnya.
Koster menyadari bahwa penerapan PLTS atap memiliki tantangan teknis, terutama kekuatan struktur bangunan. Namun ia optimistis hal itu bisa diatasi, apalagi dengan dukungan dari PLN Icon Plus yang kini mengelola seluruh proses mulai dari pemasangan hingga penyerapan daya.
“Kalau dulu pasang PLTS atap itu biaya sendiri. Sekarang tidak lagi, karena ditangani PLN Icon Plus. Ini beda. Astungkara, dapat jalan yang baik,” katanya.
Dia menegaskan PLTS atap ini harus bisa dirampungkan dalam beberapa waktu ke depan demi citra pariwisata Bali yang lebih baik.
“Kalau ini bisa, dan harus bisa, maka citra Bali sebagai destinasi pariwisata dunia akan naik kelas,” tutup Koster.
Selaras Kebijakan Energi Nasional
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan, menyatakan bahwa arah kebijakan Bali sudah selaras dengan kebijakan energi nasional, yaitu menuju energi bersih dan berkelanjutan.
“Kita sadari juga bahwa Bali tidak ada resourcenya. Nah ini yang jadi tantangan sebenarnya. Kita ingin mandiri menggunakan energi bersih tetapi resourcenya tidak ada di Bali dan ini perlu juga koordinasi intens dukungan pemerintah pusat,” ujar Setiawan seusai acara Sosialisasi dan Skema Pemasangan PLTS Atap, Kamis.
Menurutnya, meski luas wilayah dan jumlah penduduk Bali tidak sebesar provinsi lain, ketahanan energi di Bali sangat krusial, terlebih karena Bali.
“Ketahanan energi Bali penting, bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tapi juga untuk mendukung branding pariwisata yang berkualitas. Ini menjadi komitmen Gubernur untuk terus berkoordinasi dengan pusat,” tegasnya.
Ia menjelaskan sejak 2024, pemerintah pusat telah menerbitkan regulasi baru terkait PLTS atap. Skema ini tidak lagi menggunakan sistem jual beli listrik seperti sebelumnya, melainkan menugaskan PLN untuk menjamin ketersediaan pasokan listrik apabila energi surya tidak mencukupi.
“Tidak ada lagi yang istilahnya jual-beli tetapi ada tanggung jawab dari dalam hal ini PLN gitu yang ditugaskan dalam hal kelistrikan untuk kalau tidak ada pilihan bagi rakyat ya tentunya harus disiapkan,” ujarnya.
Saat ini, kapasitas PLTS di Bali telah mencapai hampir 20 MW dengan kapasitas PLTS atap sekitar 12-13 MW. Selain itu, terdapat beberapa proyek PLTS skala besar seperti di Nusa Penida (3,5 MW), dua unit masing-masing 1 MW, dan yang terdekat adalah PLTS 25 MW di Kubu yang segera beroperasi. Ke depan, sudah dirancang pembangunan PLTS 50 MW di Bali Utara dan 25 MW di wilayah barat.
“Kalau energi skala besar, karena on grid dengan jaringan PLN, kewenangannya ada di pusat. Tapi daerah tetap mendukung penuh,” jelasnya.