Anggota DPD RI Komite 2 Ni Luh Djelantik tetap menyarankan Bali untuk tetap menggunakan insinerator demi mengatasi sampah. Meskipun solusi tersebut dilarang Menteri Lingkungan Hidup (LH).
Hal itu diungkapkan Ni Luh dalam kunjungan Advokasi Pimpinan Komite II DPD RI terkait bencana banjir Bali di Kantor DPD Provinsi Bali, Rabu (5/11/2025). Ia mengatakan bahwa penggunaan insinerator ini merupakan hak pemerintah daerah Bali untuk menentukan pemakaiannya.
“Sekarang Bali berhak menentukan masa depannya. Kita bisa melihat kemarin, Senator Mira, bagaimana dengan perjalanan ke Tokyo?” ujarnya sembari bertanya kepada Mirah Midadan Fahmid, anggota DPD RI Dapil NTB, Rabu (5/11/2025).
Menanggapi hal itu, Mira menjelaskan insinerator di Tokyo menggunakan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Sehingga bisa meminimalisasi asap pembakaran yang menyebar.
“Ya, mereka masih pakai insen, tapi memang lebih ramah lingkungan ya, karena mereka membuat kawasannya itu memang sengaja ditutup ya, jadi tidak ada asapnya itu tidak akan keluar gitu,” jawab Mira.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Meski sudah terdapat teknologi canggih dapat mengurangi risiko bahan beracun, Mira menegaskan bahwa keputusan penggunaan insinerator tetap berada di tangan pemerintah daerah masing-masing.
“Ya itu penggunaan teknologinya memang luar biasa canggih ya, kalau memang mau dibuat insen kecil-kecilan, ya kembali lagi nanti ke kebijakan Pemda masing-masing sebenarnya,” lanjutnya.
Ni Luh menambahkan, yang terpenting adalah kebijakan ini dapat diterapkan sesuai kondisi tiap daerah. Ia berharap masalah sampah bisa menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya masyarakat atau pemerintah desa.
“Karena di akhir-akhir sampah akan terus numpuk, jadi tidak bisa hanya menyerahkan kepada masyarakat, tidak bisa hanya menyerahkan kepada kepala desa, terus dari pihak pemerintah kita sendiri, misalnya menggunakan leaflet dan lain sebagainya, tidak bisa,” tutupnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup melarang pengelolaan sampah menggunakan insinerator, terutama jika dilakukan tanpa kaidah yang benar atau berskala kecil.
“Itu akan menimbulkan penyakit ataupun bencana yang lebih besar daripada sampah itu sendiri,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol saat acara Pembinaan Penilaian Kinerja Lingkungan Hidup Sektor Perhotelan di Bali, Jumat (26/9/2025).
Faisol menjelaskan pembakaran sampah dengan insinerator dapat menghasilkan zat berbahaya berupa dioksin dan furan. Zat ini terbentuk apabila proses pembakaran berlangsung pada suhu rendah, di bawah 1.850 derajat celsius.
“Bila mana sampah dibakar secara langsung, sampahnya masuk langsung, tidak ada pembakarnya, dipastikan suhunya tidak akan mencapai segitu. Kalaupun mencapai segitu, terjadi fluktuasi yang sangat tinggi, dan itu dipastikan akan menimbulkan dioksinfuran,” jelasnya.
Zat berbahaya tersebut berukuran sangat kecil, hanya beberapa milimikron, sehingga tidak bisa disaring oleh masker biasa. Bahkan, dioksin dan furan dapat menetap hingga 20 tahun di dalam tubuh manusia.
“Dioksinfuran ini itungannya, ukurannya milimikron, yang tidak bisa kita saring dengan apapun. Dengan masker pun tidak bisa, dan umurnya sangat panjang, sampai 20 tahun,” katanya.
