Tasya Farasya menjadi sorotan setelah memamerkan kue bertema perceraian untuk menandai status barunya usai resmi berpisah dari Ahmad Assegaf. Momen itu terlihat dalam sejumlah unggahan di Instagram.
Dalam unggahannya, Tasya memperlihatkan tiga mini cake berwarna ungu dan kuning. Di atas tiap cake tertera tulisan yang menunjukkan dirinya kembali berstatus single.
“Officially Unmarried,” tertulis di atas cake berwarna ungu, seperi dikutip siliconartists.
Cake lain berwarna kuning berbentuk hati memuat tulisan, “CERTIFIED INDEPENDENT WOMAN.” Pada cake ketiga tertulis, “from Mrs to Miss.”
Merayakan perceraian seperti yang dilakukan Tasya Farasya kini semakin sering terlihat. Di beberapa negara Barat, bahkan ada pesta khusus untuk menandai berakhirnya pernikahan.
Data Evite, situs pembuatan undangan online, menunjukkan peningkatan undangan pesta perceraian sejak 2024. Data tersebut juga mencatat mayoritas penyelenggara pesta perceraian adalah perempuan. Menurut Olivia Pollock, analis data di Evite, tren ini menggambarkan perubahan cara masyarakat memandang fase hidup yang sebelumnya dianggap negatif.
“Tren ini menunjukkan pergeseran ke arah penggunaan perayaan untuk menjadikan transisi hidup sebagai pengalaman yang menyenangkan,” ujar Pollock seperti dikutip CNBC USA.
Fenomena serupa muncul pada berbagai momen hidup lainnya di Amerika, dari melunasi utang, operasi pengecilan payudara, hingga vasektomi. Semua ini turut meningkatkan total jumlah perayaan yang dicatat Evite tahun ini sebesar 5%.
“Seperti halnya kita merayakan pernikahan, ulang tahun, atau hari jadi, rasanya wajar jika perceraian juga diakui dan dirayakan,” kata Pollock.
Survei Pew Research Center menunjukkan pandangan masyarakat Amerika terhadap pernikahan dan perceraian semakin longgar. Sebanyak 55% orang dewasa menilai banyak pasangan bertahan terlalu lama dalam pernikahan yang tidak bahagia.
Pernikahan juga tidak lagi dianggap faktor utama untuk hidup bahagia. Sebanyak 71% responden mengatakan pekerjaan atau karier yang menyenangkan lebih penting untuk hidup memuaskan, dibanding hanya 23% yang menilai pernikahan sebagai faktor utama.
“Perceraian kini lebih diterima sebagai peristiwa hidup yang normal, dan banyak orang mencari cara positif untuk menandai akhir sebuah pernikahan,” jelas Pollock.
Psikolog hubungan Lisa Marie Bobby, pendiri Growing Self Counseling & Coaching di Denver, menyebut anggapan bahwa perceraian selalu buruk sering kali tidak sesuai dengan pengalaman orang yang menjalaninya. Karena itu semakin banyak orang merasa perlu merayakan perceraian.
“Ada narasi bahwa perceraian itu memalukan, padahal kenyataannya tidak demikian. Banyak orang justru merasakannya sebagai hal positif, yang memberi mereka kebebasan dan kesempatan untuk berdaya serta menjalani hidup seperti yang mereka inginkan,” ujar Bobby.
Menurut Bobby, pesta perceraian juga menjadi cara menunjukkan bahwa keputusan itu merupakan sesuatu yang mereka banggakan. Perayaan tersebut mengirim pesan kuat bahwa mereka bersemangat memasuki fase hidup baru.
