Model Bali Sawitri Berbagi Kisah Perundungan di Masa Sekolah

Posted on

Di balik gemerlap panggung mode internasional, model asal Bali, Sawitri, menyimpan kisah kelam tentang perundungan yang ia alami sejak kecil. Lewat media sosial, ia kini berani membagikan kisahnya untuk mengedukasi generasi muda Indonesia tentang bahaya bullying dan pentingnya kesehatan mental.

Sawitri mengalami bullying sejak duduk di bangku kelas 2 SD hingga 2 SMA. Bahkan, menurut ibunya, perundungan sudah terjadi sejak kelas 1 SD hingga membuatnya tinggal kelas.

“Di ingatan aku, aku di-bully dari kelas 2 SD sampai 2 SMA. Bahkan, saat kelas 2 SD, mataku sampai berdarah karena terkena ujung tali sepatu yang dilempar seseorang,” katanya kepada infoBali, Rabu (26/3/2025).

Perundungan yang dialami tidak hanya secara verbal, tapi juga fisik. Saat takut dan menangis, Sawitri kecil tak mencari pertolongan ke ruang guru atau ruang konseling, melainkan bersembunyi di belakang sekolah, duduk sendirian di pura.

Salah satu pengalaman paling membekas terjadi saat ia menyampaikan cita-citanya kepada guru BP. Ia mengatakan ingin bekerja di dunia perfilman dan membantu banyak orang. Namun pernyataan itu disalahartikan dan jadi bahan ejekan.

“Waktu itu, ada kakak kelas yang dengar dan salah paham, mereka pikir aku bilang ingin jadi model. Terus, dia bilang ‘kalau nanti kamu jadi model, aku berani potong kuping aku’,” kenangnya.

Saat duduk di bangku SMA, Sawitri diterima di dua fakultas, namun memutuskan tidak melanjutkan kuliah di sana karena mengetahui pelaku bullying-nya juga diterima di kampus tersebut.

“Aku tidak mau satu sekolah lagi sama mereka,” ucap perempuan yang akrab dipanggil Iti itu.

Rundungan yang diterima Sawitri juga menyasar fisiknya. Gigi yang sangat putih, tubuh yang kurus, serta kulit yang gelap kerap dijadikan bahan olokan.

“Karena memang gigi aku terlalu putih dan aku terlalu kurus, kulit aku gelap. Jadi kalau aku senyum dan ketawa dibilang ‘gigi aja nih yang putih sama mata’. Itu dipakai untuk bully aku,” ujarnya.

Saat mencoba melapor ke guru BP, ia malah mendapat respons yang mengecewakan.

“Aku tuh cerita kok sama guru BP, tapi karena sering di-bully mereka tidak percaya, jadi mereka bilang ‘mungkin kamu sendiri yang mulai’. Sejak itu aku tidak perlu cerita-cerita lagi,” katanya getir.

Meski kini telah sukses, luka akibat bullying masih membekas. Salah satunya adalah sulitnya membangun kepercayaan terhadap orang lain.

“Aku mungkin sekarang tidak langsung 100 persen percaya sama orang, jadi punya kayak second devil thought untuk protect diri aku biar tidak tersakiti lagi,” ujar model berusia 28 tahun itu.

Ia juga kerap mengalami mimpi tentang masa sekolah. “Aku suka mimpiin SD aku, sepertinya aku benar-benar attached dengan masa itu,” ucapnya.

Tahun 2024, usai lulus kuliah dari Jakarta dan pulang ke Bali, ia bertemu kembali dengan salah satu pelaku bullying di sebuah minimarket. Meski sempat merasa takut, ia kemudian merasa bangga karena telah berhasil mengubah hidupnya.

“Dari yang tadinya aku happy lagi graduate, tiba-tiba aku langsung keringat dingin, merasa ketakutan, tapi setelah itu, aku menangis, bukan karena takut, tapi karena bangga. ‘Oh my goodness, aku model loh sekarang’,” kenangnya.

Kini bermukim di Lisbon, Portugal, Sawitri mendapat perspektif baru tentang pentingnya mental health.

“Di sini, pergi ke psikiater itu hal biasa. Bahkan, bagi perempuan yang sedang menstruasi, ada edukasi khusus dan diberikan libur oleh kantor,” tuturnya.

Ia mengakui bahwa dulu kerap merasa bersalah karena tidak berbagi cerita tentang perundungan yang dialami kepada keluarga.

“Aku dulu merasa salah karena nggak cerita ke orang tua… Tapi sisi positifnya, aku jadi fokus mengejar karier, nggak terjebak cinta-cintaan, banyak baca buku,” kata ibu dua anak itu.

Saat ini, ia mendapat dukungan penuh dari suami dan keluarga mertuanya untuk terus menyuarakan pentingnya kesehatan mental.

“Dulu, sekolah terasa seperti dunia yang berat. Tapi sekarang aku bahagia, mertua baik, suami baik, kerjaan lancar. Rasanya seperti berakit-rakit ke hulu, bersenang-senang kemudian,” ucapnya.

Lewat akun media sosialnya, Sawitri kerap berbagi cerita tentang pengalamannya, berharap dapat menyadarkan publik bahwa bullying adalah isu serius.

“Aku nggak mau Instagramku hanya berisi foto-foto manja dan cantik, tapi juga harus ada topik yang bisa membantu orang-orang,” jelasnya.

Ia rutin berdiskusi dengan psikiater dan suami tentang cara sehat membagikan kisahnya. “Awalnya aku merasa bersalah karena membicarakan masa lalu, tapi psikiaterku bilang, ‘Itu karena kamu orang baik’,” ungkapnya.

Sawitri menyampaikan pesan kuat kepada korban perundungan agar tetap fokus pada diri sendiri.

“Kita nggak bisa mengubah pandangan orang terhadap kita… Yang penting kita belajar bagaimana memasukkan kata-kata mereka dari telinga kiri dan mengeluarkannya dari telinga kanan,” ujarnya.

Ia juga menyarankan untuk menjadikan pengalaman buruk sebagai bahan bakar untuk meraih kesuksesan.

“Dulu aku melawan bullying secara fisik di SMP, tapi di SMA aku sadar kalau bicara nggak akan menghentikan mereka. Kamu akan menang, tidak peduli apa yang mereka katakan,” pungkasnya.

Masa Sekolah Penuh Luka

Bullying karena Penampilan

Dampak Psikologis Berkepanjangan

Pentingnya Kesehatan Mental

Edukasi lewat Media Sosial

Pesan untuk Korban Bullying

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *