Terik matahari tepat pukul 14.30 Wita cukup menyengat di ubun-ubun. Siang itu suhu di area Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencapai sekitar 35 derajat Celsius.
Suhu panas nan menyengat siang itu tidak membuat Tarmuzi (33) mengeluh. Pria lulusan Universitas Mataram yang menjadi Technician Engineer di PLTS Sengkol tampak mondar-mandir memantau dua bawahannya, Suradim (35) dan Bakti Negara (32). Dua warga Desa Sengkol itu tengah fokus bekerja di lokasi PLTS dibangun. Mereka adalah field support yang bekerja membersihkan panel fotovoltaik (PV) di PLTS Sengkol.
Sebagai seorang teknisi, Tarmuzi memiliki kewajiban menjaga sinar matahari agar tetap menampar seluruh panel untuk diproduksi menjadi listrik agar bisa disalurkan ke rumah-rumah warga di Lombok Tengah.
“Kami setiap hari memantau dan bersihkan panelnya. Yang sering membuat produksi listrik berkurang selain mendung ya panel berdebu,” cerita Tarmuzi ketika berbincang sambil memantau dua bawahannya, Kamis (16/10/2025).
Tarmuzi menuturkan untuk mencapai produksi puncak, modul-modul panel surya harus terus dicuci dan dibersihkan setiap hari oleh Suradim dan Bakti Negara. Total panel yang dibersihkan mencapai 21.560 unit. Waktu yang dibutuhkan sekitar satu bulan. Pembersihan dilakukan dengan disiram, dipel dan rumput di area bawah panel dipangkas.
“Panel-panel ini berdiri di lahan seluas 9 hektar. Kita mulai bersihkan minggu pertama dari sisi timur sampai sisi barat. Kalau tidak dicuci produksi listrik pasti akan turun,” ujar pria yang memiliki dua anak itu.
Bersihkan Kotoran Burung
Selain cuaca mendung dan debu Tarmizi berujar, kotoran burung yang menempel di atas panel surya juga kerap menyebabkan produksi listrik dari seluruh panel menurun drastis.
“Selain cuaca, kotoran burung yang nempel di panel juga mengurangi produksi. Jadi kebersihan modul tetap kita jaga supaya produksi listrik kita semakin optimal,” ujarnya.
Setiap hari, pembersihan panel-panel mulai dilakukan dari pukul 07.00 hingga pukul 17.00 Wita. Untuk membersihkan seluruh panel, Tarmuzi membagi peran dengan tiga bawahannya. Dua orang bertugas membersihkan panel dari debu dan kotoran burung, satu orang di membersihkan rumput di bawah panel.
Menurutnya, satu panel memiliki lebar sekitar 3,2 kaki dengan panjang 6,4 kaki itu bisa menyimpan listrik 325 Watt peak (Wp). Jika semua panel bisa memproduksi panas matahari menjadi listrik, maka listrik yang dihasilkan dari seluruh total panel tersebut bisa mencapai daya puncak 7 Megawatt (MW) setiap hari.
“Hari ini sedang dalam puncak produksi. Selain kami bersihkan, kami juga memeriksa sistem, kabel panel yang terhubung ke penyimpanan listrik. Rata-rata produksi listrik PLTS Sengkol ini mampu menghasilkan 5,4 MW setiap hari,” jelas Tarmuzi.
Untuk memastikan panel tetap berfungsi menghasilkan listrik, dia bersama rekannya terus melakukan monitoring di dalam ruang pantau. Jika panel terjadi trouble, pasti akan terdeteksi dalam dalam ruang pantau di dekat pintu masuk PLTS Sengkol.
“Biasa ada gangguan itu karena kabel minta diganti karena sudah lama biar kembali bisa memproduksi listrik dengan baik,” katanya.
Melawan Hujatan Tetangga
Sebagai seorang teknisi di PLTS Sengkol, Tarmuzi kerap melawan cemooh dari tetangganya. Pria kelahiran tahun 1992 di Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, itu sering mendapat protes dari tetangganya jika ada pemadaman berkala dari PLN. Dia menuturkan cemooh dari tetangganya tidak membuat dirinya patah semangat.
“Saya merasa sangat luar biasa bahagia bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Apalagi listrik ini memberikan manfaat kebutuhan sehari-hari. Kalau tidak ada listrik masyarakat pasti akan kesulitan kan? Karena listrik hampir dimanfaatkan di semua lini kehidupan kita butuh listrik semua,” katanya.
Hujatan yang didapatkan dari orang-orang dekat Tarmuzi pun kerap dia hadapi dengan santai.
“Kalau listrik padam biasanya kan kita ditanya itu. ‘Tarmuzi ini kok listrik mati padahal kita sudah bayar tagihan’,” kata Tarmuzi bercerita.
Padahal, kata dia, pemadaman listrik tidak melulu tentang transaksi ‘beli dan bayar’. Pemadaman terjadi biasanya disebabkan adanya gangguan yang terjadi karena faktor alam, alat dan faktor lainnya.
“Walaupun masih ada masyarakat yang tidak begitu paham bagaimana saya bekerja di lapangan menjaga listrik tetap nyala. Saya tetap bangga,” ujarnya sambil tersenyum.
Tarmuzi menjelaskan kondisi seluruh panel di PLTS Sengkol sejak berdiri tahun 2019 lalu memang butuh pengembangan. Modul-modul yang sudah berusia lebih dari 7 tahun memang harus terus dilakukan pemantauan. Untuk modul-modul yang memiliki trouble telah diusulkan untuk segera diganti dengan modul baru yang dipesan dari luar NTB.
“Saya melihat PLTS Sengkol ini memiliki potensi untuk dikembangkan, kemarin, ada beberapa modul diganti pake modul baru berdasarkan hasil pemeriksaan thermal imajiner. Yang semula biasa produksi 4 MW setelah pergantian itu sampai 5,4 MW,” urainya.
“Jadi memang dilema ketika dilakukan pemadaman. Masyarakat kadang tidak tahu kami bertugas menjaga produksi bagaimana pun caranya. Ketika ada gangguan di lapangan kita segera menyelesaikan, tapi malah ada yang mencemooh kami,” keluh Tarmuzi.
Menurut Tarmuzi, batas waktu perbaikan ketika terjadi gangguan yang berujung pemadaman listrik di PLTS Sengkol ditetapkan dalam waktu paling singkat 30 menit. Kala itu cerita Tarmuzi terdapat gangguan pada sistem produksi. Dia pun bergegas dari rumah menuju PLTS Sengkol.
Gangguan yang terjadi pada sistem produksi itu terjadi saat hendak berbuka puasa pada bulan Ramadan tahun 2024 tahun lalu. Sore itu, Tarmuzi pulang untuk berbuka puasa bersama sanak keluarga. Tiba-tiba, saat makan bersama keluarga, dia mendapat telepon dari atasan untuk segera datang ke PLTS Sengkol.
“Waktu itu saya tinggalkan anak istri saat bulan Ramadan. Karena sama-sama ada kewajiban saya bergegas ke PLTS. Saya berpikir, di rumah kita bisa lama, tapi gangguan sistem di sini kan tidak setiap hari jadi harus segera diperbaiki,” katanya.
Saat itu, dua anak Tarmuzi sempat menahannya untuk tidak meninggalkan rumah karena masih dalam situasi berbuka puasa. Namun, setelah diberikan pemahaman, akhirnya anak dan istri Tarmuzi tidak menahan dirinya untuk tetap berbuka bersama.
“Waktu itu modul switchgear di mesin produksi gangguan pas lagi berbuka bersama, saya lari ke sini malam-malam. Sampai subuh tidak tidur karena sparepart juga harus didatangkan dari luar daerah,” keluh Tarmuzi.
Semangat serupa juga dimiliki oleh Bakti Negara (32). Field support di PLTS Sengkol yang merupakan bawahan Tarmuzi itu mengaku senang bisa bekerja di PLTS Sengkol. Menurut Bakti, pekerjaan membersihkan 14 table PV modul tenaga surya di lahan seluas 9 hektare itu membutuhkan kesabaran.
“Satu table itu ada sekitar 1.540 panel yang harus disiram dan dipel agar bersih dari debu dan kotoran burung. Jadi kita bertiga bekerja sambil bercanda-canda di bawah terik paparan sinar matahari,” cerita Bakti.
Bakti menjelaskan dalam sehari dia bersama Suradim mampu membersihkan 1.540 panel atau satu table modul. Pembersihan dilakukan dengan mengalirkan air dari selang lalu dipel menggunakan alat pel yang ditopang dengan bambu sepanjang 10 meter.
“Suradim nyiram saya ngepel. Kalau dia ngepel saya nyiram. Kami bergiliran setiap hari,” katanya.
Untuk menghindari terik matahari, Bakti dan Suradim pun mengenakan helm dan penutup muka untuk menghindari kulit terbakar oleh paparan sinar terik. Menurutnya, pekerjaan membersihkan modul-modul itu lebih berarti daripada harus meninggalkan anak istri menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri.
“Saya hanya lulusan SMK, daripada jadi PMI ke Malaysia mending kerja di sini dekat sama anak istri walaupun dengan gaji di atas UMR,” ujar Bakti.
Produksi EBT Baru 5 Persen di NTB
General Manager PT PLN Unit Induk Wilayah (UIW) NTB Sri Heny Purwanti mengatakan PLTS Sengkol memiliki puluhan tenaga kerja lokal. “PLTS ini dibangun tahun 2018-2019 dengan pekerja lokal dan nasional,” kata Heny kepada infoBali
Heny membeberkan saat ini produksi listrik dari energi baru terbarukan (EBT) di Provinsi NTB baru mencapai 5 persen. Salah satu penyumbang produksi terbesar berasal dari PLTS Sengkol, Sambelia, dan PLTS Selong di Lombok Timur.
Menurut Heny, angka 5 persen EBT di NTB tersebut ditargetkan terus merangkak naik hingga tahun 2034 sesuai dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2025 hingga 2034.
“PLTS Sengkol ini jenis modul MPV (modul fotovoltaik) dengan kapasitas sekarang 5 MW Peak sejak berdiri tahun 2019 lalu,” kata Heny.
Dia mengatakan sistem kelistrikan di PLTS Sengkol mampu menyumbang reduksi dari karbon untuk menghasilkan daya listrik mencapai maksimum 7 MW setiap hari.
Untuk di NTB, Heny berujar, daya yang dihasilkan dari produksi EBT, mulai dari tenaga surya, tenaga air hingga co-firing mencapai 22 MW. Untuk mencapai angka 25 persen dari target dalam RUPTL 2025-2034, PT PLN terus melakukan pengembangan sesuai dengan target pemerintah pusat net zero emisi tahun 2050.
“Memang saat ini EBT masih berada di angka 5 persen, ini akan terus meningkat 2034 kita targetkan sampai 25 persen EBT,” sebut Heny.
Angka tersebut, kata dia, merupakan komitmen untuk wujudkan transisi menuju energi bersih di Bumi Gora. Pengembangan EBT di Lombok dan Sumbawa, 72 persen dilakukan oleh anak perusahaan dari PT PLN sisanya 18 persen dikembangkan oleh pihak ketiga atau swasta.
“Yang dikelola oleh kami itu 10 persen dan 72 persen oleh anak perusahaan kami,” jelas Heny.
Ada pun, beban maksimum sistem kelistrikan di NTB mencapai 401 MW setiap hari. Beban itu masih ditopang oleh energi kotor (PLTU). Penopang EBT paling besar tersebar di PLTS Sengkol 7 MW, PLTS Selong 7 MW dan PLTS Sambelia 5 MW berada di Lombok Timur.
“Beban kita cukup besar sampai 401. MW,” katanya.
Dia mengatakan, salah satu PLTS yang masih dalam perencanaan adalah PLTS Tambora di Kabupaten Dompu. Pembangunan PLTS Tambora masih dalam proses lelang ke pihak ketiga.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, Heny melanjutkan, jumlah produksi EBT di NTB masih berada jauh dari produksi EBT di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur yang mencapai 50 MW dan beberapa daerah di lain di Pulau Jawa.
Bantu Kelistrikan Saat MotoGP
Menurut Heny, produksi listrik 5,4 MW di PLTS Sengkol juga masuk ke dalam sistem great untuk membantu kebutuhan listrik dengan skema ‘zero down time’ saat event MotoGP yang berlangsung pada 3-5 Oktober 2025 di Sirkuit Mandalika.
“PLTS ini kan masuk ke dalam sistem great, jadi semua pembangkit kami masukkan dalam sistem besar kemudian kami gunakan salah satu dari PLTS Sengkol ke Sirkuit Mandalika,” katanya.
Selain itu, Heny berujar, untuk mendukung transisi energi bersih pada event MotoGP, PT PLN UIW NTB juga menghadirkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) selama ajang MotoGP Mandalika 2025. Langkah ini menjadi bagian dari upaya PLN dalam mendorong percepatan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia serta menunjukkan kesiapan infrastruktur energi hijau di NTB.
“Saat ajang MotoGP kemarin kami pasang dua unit SPKLU mobile berkapasitas masing-masing 200 kilowatt (kW) di area parkir timur Sirkuit Mandalika,” katanya.
Heny mengatakan fasilitas tersebut disediakan untuk mendukung kebutuhan pengguna kendaraan listrik, baik masyarakat lokal maupun wisatawan dari luar daerah, yang hadir menyaksikan gelaran balapan kelas dunia tersebut.
Seluruh SPKLU tersebut merupakan bagian dari 36 unit SPKLU yang telah beroperasi di seluruh Pulau Lombok. Kehadiran unit pengisian daya ini menegaskan kesiapan PLN dalam membangun infrastruktur kendaraan listrik di destinasi wisata kelas dunia di Mandalika.
“SPKLU mobile di kawasan Mandalika dilengkapi dengan sistem ultra fast charging yang mampu mengisi daya kendaraan hingga penuh dalam waktu sekitar 30 menit selama penyelenggaraan MotoGP,” tutur Heny.
Terpisah, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mengatakan Pemprov NTB siap menggandeng PT PLN UIW NTB untuk pengembangan potensi EBT demi meningkatkan energi hijau di NTB. Dengan begitu, Iqbal menargetkan NTB bisa mewujudkan zero emisi tahun 2050.
“Kami beberapa waktu lalu bertemu dengan menteri ESDM Bahlil Lahadalia. NTB punya peluang mengembangkan waste energi,” kata Iqbal.
Iqbal mengatakan, NTB masuk ke dalam kawasan pariwisata nasional setelah Pulau Bali. Maka dari itu, NTB tentu harus memiliki rencana untuk pengembangan potensi EBT di beberapa daerah di 10 kabupaten kota di NTB.
“Harapan saya, rencana ke depan ini bisa diakomodasi masuk dalam RUPTL 2025-2034. Karena, RUPTL ini menjadi dasar hukum juga dalam mendorong waste energi di NTB,” tandas mantan Dubes Indonesia untuk Turki itu.
Melawan Hujatan Tetangga
Sebagai seorang teknisi di PLTS Sengkol, Tarmuzi kerap melawan cemooh dari tetangganya. Pria kelahiran tahun 1992 di Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, itu sering mendapat protes dari tetangganya jika ada pemadaman berkala dari PLN. Dia menuturkan cemooh dari tetangganya tidak membuat dirinya patah semangat.
“Saya merasa sangat luar biasa bahagia bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Apalagi listrik ini memberikan manfaat kebutuhan sehari-hari. Kalau tidak ada listrik masyarakat pasti akan kesulitan kan? Karena listrik hampir dimanfaatkan di semua lini kehidupan kita butuh listrik semua,” katanya.
Hujatan yang didapatkan dari orang-orang dekat Tarmuzi pun kerap dia hadapi dengan santai.
“Kalau listrik padam biasanya kan kita ditanya itu. ‘Tarmuzi ini kok listrik mati padahal kita sudah bayar tagihan’,” kata Tarmuzi bercerita.
Padahal, kata dia, pemadaman listrik tidak melulu tentang transaksi ‘beli dan bayar’. Pemadaman terjadi biasanya disebabkan adanya gangguan yang terjadi karena faktor alam, alat dan faktor lainnya.
“Walaupun masih ada masyarakat yang tidak begitu paham bagaimana saya bekerja di lapangan menjaga listrik tetap nyala. Saya tetap bangga,” ujarnya sambil tersenyum.
Tarmuzi menjelaskan kondisi seluruh panel di PLTS Sengkol sejak berdiri tahun 2019 lalu memang butuh pengembangan. Modul-modul yang sudah berusia lebih dari 7 tahun memang harus terus dilakukan pemantauan. Untuk modul-modul yang memiliki trouble telah diusulkan untuk segera diganti dengan modul baru yang dipesan dari luar NTB.
“Saya melihat PLTS Sengkol ini memiliki potensi untuk dikembangkan, kemarin, ada beberapa modul diganti pake modul baru berdasarkan hasil pemeriksaan thermal imajiner. Yang semula biasa produksi 4 MW setelah pergantian itu sampai 5,4 MW,” urainya.
“Jadi memang dilema ketika dilakukan pemadaman. Masyarakat kadang tidak tahu kami bertugas menjaga produksi bagaimana pun caranya. Ketika ada gangguan di lapangan kita segera menyelesaikan, tapi malah ada yang mencemooh kami,” keluh Tarmuzi.
Menurut Tarmuzi, batas waktu perbaikan ketika terjadi gangguan yang berujung pemadaman listrik di PLTS Sengkol ditetapkan dalam waktu paling singkat 30 menit. Kala itu cerita Tarmuzi terdapat gangguan pada sistem produksi. Dia pun bergegas dari rumah menuju PLTS Sengkol.
Gangguan yang terjadi pada sistem produksi itu terjadi saat hendak berbuka puasa pada bulan Ramadan tahun 2024 tahun lalu. Sore itu, Tarmuzi pulang untuk berbuka puasa bersama sanak keluarga. Tiba-tiba, saat makan bersama keluarga, dia mendapat telepon dari atasan untuk segera datang ke PLTS Sengkol.
“Waktu itu saya tinggalkan anak istri saat bulan Ramadan. Karena sama-sama ada kewajiban saya bergegas ke PLTS. Saya berpikir, di rumah kita bisa lama, tapi gangguan sistem di sini kan tidak setiap hari jadi harus segera diperbaiki,” katanya.
Saat itu, dua anak Tarmuzi sempat menahannya untuk tidak meninggalkan rumah karena masih dalam situasi berbuka puasa. Namun, setelah diberikan pemahaman, akhirnya anak dan istri Tarmuzi tidak menahan dirinya untuk tetap berbuka bersama.
“Waktu itu modul switchgear di mesin produksi gangguan pas lagi berbuka bersama, saya lari ke sini malam-malam. Sampai subuh tidak tidur karena sparepart juga harus didatangkan dari luar daerah,” keluh Tarmuzi.
Semangat serupa juga dimiliki oleh Bakti Negara (32). Field support di PLTS Sengkol yang merupakan bawahan Tarmuzi itu mengaku senang bisa bekerja di PLTS Sengkol. Menurut Bakti, pekerjaan membersihkan 14 table PV modul tenaga surya di lahan seluas 9 hektare itu membutuhkan kesabaran.
“Satu table itu ada sekitar 1.540 panel yang harus disiram dan dipel agar bersih dari debu dan kotoran burung. Jadi kita bertiga bekerja sambil bercanda-canda di bawah terik paparan sinar matahari,” cerita Bakti.
Bakti menjelaskan dalam sehari dia bersama Suradim mampu membersihkan 1.540 panel atau satu table modul. Pembersihan dilakukan dengan mengalirkan air dari selang lalu dipel menggunakan alat pel yang ditopang dengan bambu sepanjang 10 meter.
“Suradim nyiram saya ngepel. Kalau dia ngepel saya nyiram. Kami bergiliran setiap hari,” katanya.
Untuk menghindari terik matahari, Bakti dan Suradim pun mengenakan helm dan penutup muka untuk menghindari kulit terbakar oleh paparan sinar terik. Menurutnya, pekerjaan membersihkan modul-modul itu lebih berarti daripada harus meninggalkan anak istri menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
“Saya hanya lulusan SMK, daripada jadi PMI ke Malaysia mending kerja di sini dekat sama anak istri walaupun dengan gaji di atas UMR,” ujar Bakti.
Produksi EBT Baru 5 Persen di NTB
General Manager PT PLN Unit Induk Wilayah (UIW) NTB Sri Heny Purwanti mengatakan PLTS Sengkol memiliki puluhan tenaga kerja lokal. “PLTS ini dibangun tahun 2018-2019 dengan pekerja lokal dan nasional,” kata Heny kepada infoBali
Heny membeberkan saat ini produksi listrik dari energi baru terbarukan (EBT) di Provinsi NTB baru mencapai 5 persen. Salah satu penyumbang produksi terbesar berasal dari PLTS Sengkol, Sambelia, dan PLTS Selong di Lombok Timur.
Menurut Heny, angka 5 persen EBT di NTB tersebut ditargetkan terus merangkak naik hingga tahun 2034 sesuai dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2025 hingga 2034.
“PLTS Sengkol ini jenis modul MPV (modul fotovoltaik) dengan kapasitas sekarang 5 MW Peak sejak berdiri tahun 2019 lalu,” kata Heny.
Dia mengatakan sistem kelistrikan di PLTS Sengkol mampu menyumbang reduksi dari karbon untuk menghasilkan daya listrik mencapai maksimum 7 MW setiap hari.
Untuk di NTB, Heny berujar, daya yang dihasilkan dari produksi EBT, mulai dari tenaga surya, tenaga air hingga co-firing mencapai 22 MW. Untuk mencapai angka 25 persen dari target dalam RUPTL 2025-2034, PT PLN terus melakukan pengembangan sesuai dengan target pemerintah pusat net zero emisi tahun 2050.
“Memang saat ini EBT masih berada di angka 5 persen, ini akan terus meningkat 2034 kita targetkan sampai 25 persen EBT,” sebut Heny.
Angka tersebut, kata dia, merupakan komitmen untuk wujudkan transisi menuju energi bersih di Bumi Gora. Pengembangan EBT di Lombok dan Sumbawa, 72 persen dilakukan oleh anak perusahaan dari PT PLN sisanya 18 persen dikembangkan oleh pihak ketiga atau swasta.
“Yang dikelola oleh kami itu 10 persen dan 72 persen oleh anak perusahaan kami,” jelas Heny.
Ada pun, beban maksimum sistem kelistrikan di NTB mencapai 401 MW setiap hari. Beban itu masih ditopang oleh energi kotor (PLTU). Penopang EBT paling besar tersebar di PLTS Sengkol 7 MW, PLTS Selong 7 MW dan PLTS Sambelia 5 MW berada di Lombok Timur.
“Beban kita cukup besar sampai 401. MW,” katanya.
Dia mengatakan, salah satu PLTS yang masih dalam perencanaan adalah PLTS Tambora di Kabupaten Dompu. Pembangunan PLTS Tambora masih dalam proses lelang ke pihak ketiga.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, Heny melanjutkan, jumlah produksi EBT di NTB masih berada jauh dari produksi EBT di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur yang mencapai 50 MW dan beberapa daerah di lain di Pulau Jawa.
Bantu Kelistrikan Saat MotoGP
Menurut Heny, produksi listrik 5,4 MW di PLTS Sengkol juga masuk ke dalam sistem great untuk membantu kebutuhan listrik dengan skema ‘zero down time’ saat event MotoGP yang berlangsung pada 3-5 Oktober 2025 di Sirkuit Mandalika.
“PLTS ini kan masuk ke dalam sistem great, jadi semua pembangkit kami masukkan dalam sistem besar kemudian kami gunakan salah satu dari PLTS Sengkol ke Sirkuit Mandalika,” katanya.
Selain itu, Heny berujar, untuk mendukung transisi energi bersih pada event MotoGP, PT PLN UIW NTB juga menghadirkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) selama ajang MotoGP Mandalika 2025. Langkah ini menjadi bagian dari upaya PLN dalam mendorong percepatan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia serta menunjukkan kesiapan infrastruktur energi hijau di NTB.
“Saat ajang MotoGP kemarin kami pasang dua unit SPKLU mobile berkapasitas masing-masing 200 kilowatt (kW) di area parkir timur Sirkuit Mandalika,” katanya.
Heny mengatakan fasilitas tersebut disediakan untuk mendukung kebutuhan pengguna kendaraan listrik, baik masyarakat lokal maupun wisatawan dari luar daerah, yang hadir menyaksikan gelaran balapan kelas dunia tersebut.
Seluruh SPKLU tersebut merupakan bagian dari 36 unit SPKLU yang telah beroperasi di seluruh Pulau Lombok. Kehadiran unit pengisian daya ini menegaskan kesiapan PLN dalam membangun infrastruktur kendaraan listrik di destinasi wisata kelas dunia di Mandalika.
“SPKLU mobile di kawasan Mandalika dilengkapi dengan sistem ultra fast charging yang mampu mengisi daya kendaraan hingga penuh dalam waktu sekitar 30 menit selama penyelenggaraan MotoGP,” tutur Heny.
Terpisah, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal mengatakan Pemprov NTB siap menggandeng PT PLN UIW NTB untuk pengembangan potensi EBT demi meningkatkan energi hijau di NTB. Dengan begitu, Iqbal menargetkan NTB bisa mewujudkan zero emisi tahun 2050.
“Kami beberapa waktu lalu bertemu dengan menteri ESDM Bahlil Lahadalia. NTB punya peluang mengembangkan waste energi,” kata Iqbal.
Iqbal mengatakan, NTB masuk ke dalam kawasan pariwisata nasional setelah Pulau Bali. Maka dari itu, NTB tentu harus memiliki rencana untuk pengembangan potensi EBT di beberapa daerah di 10 kabupaten kota di NTB.
“Harapan saya, rencana ke depan ini bisa diakomodasi masuk dalam RUPTL 2025-2034. Karena, RUPTL ini menjadi dasar hukum juga dalam mendorong waste energi di NTB,” tandas mantan Dubes Indonesia untuk Turki itu.
