Ruang bagi pecinta buku mulai tumbuh di tengah keramaian pariwisata Bali selatan. Hal itu ditandai dengan kehadiran Pasar Republik Buku untuk pertama kalinya di Jimbaran Hub, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Minggu (13/7/2025).
Hamzah, sang inisiator, mengatakan Pasar Republik Buku diadakan untuk menghidupkan komunitas buku yang kurang aktif di Bali, khususnya Kuta Selatan. Ia melihat kebanyakan acara buku masih berpusat di Denpasar.
“Jadi, Pasar Republik Buku ini sebenarnya tujuannya ya pengen ngaktifin komunitas buku di Jimbaran. Di Kuta Selatan sih sebenarnya. Karena, kan kalau kami ngelihat gelaran buku di Bali biasanya berpusat di Denpasar,” ujar Hamzah saat ditemui infoBali pada pertengahan acara.
Di bawah komunitas The Bookit Club, Pasar Republik Buku hadir atas inspirasi dari berbagai festival, seperti Ubud Writers and Readers Festival dan Singaraja Literary Festival. Namun, Pasar Republik Buku dibuat lebih sederhana dan santai untuk mengenalkan komunitas buku di Jimbaran.
“Kami bikin yang lebih kecil dan santai saja karena kan mikirnya berangkatnya ya ini komunitas saja, kecil-kecilan. Jadi kami pengen Pasar Republik Buku ini adalah platform bagi komunitas buku di Jimbaran,” tambah Hamzah.
Pasar Republik Buku menampilkan bazar buku dari beberapa toko, seperti There But for The Books, Books on The Hill, Periplus Bookshop, dan Shelf Therapy. Selain bazar, ada pula membaca senyap (silent reading) hingga talk show.
Ada dua sesi talk show dalam gelaran Pasar Republik Buku. Talk show pertama membahas book club dan book community di Bali. Acara bincang-bincang kedua kemudian berbicara soal tokoh buku di Pulau Dewata.
Hamzah ingin berkolaborasi lebih besar dengan berbagai komunitas buku di Bali. Keinginan itu diharapkan dapat tercipta setelah adanya sumber daya yang memadai.
Sekar Wulandari, salah satu pemilik toko buku indie There But For The Book, ikut menghadiri Republik Pasar Buku. Berdiri sejak 2018, toko buku milik Sekar menjual buku second khusus penulis perempuan. Sekar juga baru pertama kali ikut pop up di Jimbaran.
“Pertama tentu karena diajak Hamzah. Dan aku juga, kebetulan aku belum pernah pop up ke Jimbaran. Paling sering di Ubud, Sanur, Seminyak, Pererenan.Terus, sebenarnya aku punya misi di mana aku pengen traveling bookstore ke mana-mana gitu,” terang wanita 30 tahun itu.
Sekar menghadirkan konsep blind date with a book di toko bukunya dan menjadi hal yang sangat dicari pengunjung. “Jadi aku bungkus bukunya pakai kertas cokelat, terus aku tulis kisi-kisi bukunya, kayak cuma satu kalimat saja gitu.Terus aku jual Rp 50 ribu, terus orang tuh suka banget,” ungkapnya.
Selain blind date, buku non fiksi, seperti teori feminisme juga banyak disukai melebihi buku-buku fiksi. “Beberapa ada buku-buku kayak teori, queer theory, feminism, itu pasti kayak cepat lakunya,” ucap Sekar.
Selain Sekar, Made Ayudyah datang dari Denpasar untuk mengunjungi Pasar Republik Buku demi merasakan suasana baru komunitas buku di Jimbaran. Ia datang ke Pasar Republik Buku bersama komunitas Bali Book Party.
“Karena tempatnya beda, jadi sekalian pengen lihat kalau di Jimbaran itu kayak apa buku-bukunya. Kalau di Denpasar kan ada toko buku mayor saja dan koleksinya itu rata-rata sama. Kalau di Jimbaran aku pengen tahu biasanya orang-orang itu sukanya kayak apa,” ujar Ayudyah.
Perempuan berusia 28 tahun itu mengungkapkan koleksi buku yang ditawarkan di Pasar Republik Buku ternyata cukup beragam. Beberapa buku bahkan belum pernah dilihatnya di tempat lain.
“Kalau dari buku-bukunya sih sesuai ekspektasi karena ternyata macam-macam pilihannya dan orang-orangnya juga beda. Belum pernah ketemu toko-toko bukunya, aku cuma pernah ketemu yang There But For The Books, tetapi itu pun nggak sering,” jelas asisten psikolog tersebut.
Ayudyah juga menilai kehadiran acara seperti Pasar Republik Buku sangat membantu untuk para pembaca. Sebab, menurutnya, membaca lebih mengasyikkan jika dilakukan bersama banyak orang.
“Itu bantu kita connect sama orang-orang juga dan ada sesi diskusinya tuh sering senang kan karena kita jadi tahu kalau yang kita baca tuh nggak cuma buat kita aja kayak perspektifnya beda ya,” terang perempuan yang senang membaca sejak SMA itu.
Terlebih, menurut Ayudyah, toko buku di Bali kini sudah mulai berkurang. Kebanyakan yang hidup sekarang adalah toko-toko buku indie atau independen.
“Kalau menurutku di Bali toko bukunya sudah sedikit karena di mal pun sudah hampir nggak ada kan. Mereka sekarang toko bukunya tuh kayak berdiri sendiri saja dan kalau pun ada itu yang specialise bahasa Inggris dan harganya juga beda,” ungkap Ayudyah.
Ayudyah membeli buku kumpulan cerpen ‘You Know You Want This’ karya Kristen Roupenian di Pasar Republik Buku. Ia tertarik karena salah satu cerpen dalam buku tersebut sempat viral di New York Times.
“Kalau nggak salah soal perempuan yang dia tuh dikejar sama cowok, tetapi dia nggak suka sama cowoknya, tetapi dia suka sama perasaan diinginkannya,” tutur Ayudyah.