Mengenal Lebih Jauh Pura Segara Rupek di Ujung Barat Pulau Bali

Posted on

Di ujung barat Pulau Bali, tersembunyi sebuah pura yang jarang disebut dalam brosur pariwisata. Namanya Pura Segara Rupek, sebuah tempat suci yang berdiri anggun di antara lebatnya hutan Taman Nasional Bali Barat.

Tidak seperti pura-pura terkenal lainnya di Bali yang dipadati wisatawan, Pura Segara Rupek justru menawarkan kesunyian dan keheningan yang nyaris utuh. Seolah waktu berjalan lebih lambat di sini, memberikan ruang bagi siapa saja yang datang untuk benar-benar meresapi ketenangan spiritualnya.

Pura Segara Rupek merupakan salah satu pura suci di Bali yang letaknya sangat terpencil dan sulit diakses. Di era ketika tempat-tempat wisata semakin ramai dan komersial, menemukan lokasi yang tetap alami dan tenang seperti Pura Segara Rupek adalah sebuah keistimewaan.

Di ujung barat Pulau Bali terdapat sebuah pura yang memiliki keunikan tersendiri, yakni Pura Segara Rupek. Pura ini terletak di Sumber Klampok, Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, tepatnya dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat.

Beberapa pengunjung sempat mengabadikan momennya dalam bentuk video dan diunggah ke YouTube, serta foto hingga tulisan diunggah ke Google Review. Rata-rata mereka menyebut pura ini lokasinya cukup jauh dari perkotaan dan berada di tengah-tengah hutan lebat Taman Nasional Bali Barat.

Jaraknya kurang lebih 15 kilometer (km) dari jalan utama Gilimanuk-Singaraja. Aksesnya pun tidak mudah, pengunjung harus membelah hutan dengan lebar jalan yang hanya cukup dilintasi satu mobil saja.

Jika kamu pernah berkunjung sekitar 10-20 tahun yang lalu, mungkin masih merasakan kondisi jalanan yang masih belum beraspal dan berliku. Kini, jalanan sudah cukup bagus dan sebagian besar beraspal. Hanya saja terdapat beberapa dahan pohon dan ranting pohon menjuntai ke jalan, serta banyak satwa liar melintas di jalan sehingga tidak direkomendasikan untuk berkendara dengan kecepatan tinggi.

Dijelaskan pada laporan bertajuk ‘Sejarah dan Struktur Pura Segara Rupek dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA’, I Kadek Adi Widiastika dkk menyebut keistimewaan pura ini terletak pada dugaan bahwa pura ini sudah ada sejak zaman pra-Majapahit.

Hal ini terlihat dari struktur halamannya yang hanya terdiri dari dua bagian: jaba sisi (halaman luar) dan jeroan (halaman dalam), berbeda dari kebanyakan pura yang memiliki tiga halaman. Cerita tentang pendiriannya pun menunjukkan bahwa pura ini telah berdiri sebelum pengaruh Majapahit masuk ke Bali.

Letak Pura Segara Rupek juga sangat unik karena berada di wilayah paling barat Bali, menjadi titik awal penghubung antara Pulau Jawa dan Bali. Namun karena lokasinya yang sulit dijangkau, pura ini belum banyak dikenal atau dibahas. Lokasinya merupakan area terdekat ke Pulau Jawa dari Bali.

Jika dilihat melalui peta, lokasinya berada di bagian paling barat Pulau Bali, seperti di ujung hidung pulau tersebut. Meskipun dari segi arsitektur tampak sebagai pura kuno, bangunan ini sebenarnya baru didirikan kembali pada tahun 2001 dan telah mengalami beberapa renovasi, terutama pada bagian pelinggihnya.

Pura ini dikaitkan dengan kedatangan seorang tokoh dari Jawa bernama Mpu Siddhimantra. Pura Segara Rupek diyakini sebagai tempat Mpu Siddhimantra melakukan yoga semadhi (meditasi spiritual) sebagai bentuk pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), dengan harapan menjaga keharmonisan antara Bali, Jawa, dan alam semesta.

Masih disadur dari sumber yang sama, diyakini sejarah Pura Segara Rupek bersumber dari babad Indik Segara Rupek, yang menceritakan Mpu Siddhimantra bermeditasi memohon keselamatan alam semesta. Ia memiliki putra bernama Ida Bang Manik Angkeran yang kelak dipersembahkan untuk mengabdi kepada Sang Naga Raja, penguasa spiritual yang bersemayam di Goa Besakih, Bali.

Dalam meditasinya kepada Sang Hyang Baruna Geni, Mpu Siddhimantra diperintahkan untuk mengeruk tanah dengan tongkatnya tiga kali. Seketika, tanah itu terbelah, memisahkan daratan Jawa dan Bali dan membentuk Selat Bali (Segara Rupek).

Peristiwa ini diyakini terjadi sekitar abad ke-11 (sekitar tahun 1050 M). Dikisahkan pula bahwa Mpu Siddhimantra memiliki sebuah genta sakti yang bisa memanggil Sang Naga Raja. Berkat kekuatan gentanya, semua permintaan Mpu dikabulkan. Ia juga memohon dikaruniai anak dan kemudian lahirlah Bang Manik Angkeran dari anugerah Bhatara Agni.

Namun, ketika dewasa, Manik Angkeran terjerumus dalam pengaruh negatif, seperti perjudian. Karena terdesak, ia mencuri genta sakti ayahnya dan memanggil Sang Naga Raja untuk meminta harta. Setelah permintaannya dikabulkan, ia melihat ekor Sang Naga Raja dipenuhi permata dan karena tamak, ia memotong ekor naga tersebut dan melarikan diri. Sang Naga Raja marah dan membakar Manik Angkeran hingga tewas. Tempat kematiannya kini dikenal sebagai Pura Manik Mas.

Menyadari anaknya tak kembali, Mpu Siddhimantra menyusul ke Besakih dan menemukannya hangus. Setelah mengetahui anaknya tewas karena perbuatannya sendiri, ia memohon kepada Sang Naga Raja untuk menghidupkan kembali anaknya.

Sang Naga Raja mengabulkan permintaan itu dengan syarat Manik Angkeran akan menjadi abdinya. Mpu Siddhimantra juga mengusulkan agar permata di ekor naga dipindahkan ke kepala sebagai mahkota, dengan bantuan kekuatan spiritualnya.

Setelah dihidupkan kembali, Manik Angkeran menerima takdirnya untuk menjadi pendeta di Pura Besakih dengan gelar Dang Hyang Bang Manik Angkeran. Ia bertugas memimpin berbagai upacara di sana.

Setelah itu, Mpu Siddhimantra kembali ke Jawa. Saat tiba di daerah Gading Wani (Sumberklampok), ia merasa khawatir jika anaknya kembali tergelincir ke jalan buruk. Maka ia melakukan semadhi kembali, memohon kepada Sang Hyang Siwa dan Baruna Geni untuk menjaga keharmonisan tanah Jawa, Bali, dan seluruh Nusantara.

Dalam semadhinya, ia mendapatkan sabda bahwa Jawa akan mencapai kejayaan dan Bali tetap dalam kedamaian. Ia lalu diminta mengetuk tanah tiga kali di daerah sempit (kini Selat Bali), yang kemudian membelah daratan dan membentuk Segara Rupek. Sebagai bentuk penghormatan, setiap tahun harus dilaksanakan upacara yadnya (ritual suci) agar keharmonisan antara Jawa dan Bali tetap terjaga.

Turut dijelaskan bahwa pura ini baru ditemukan kembali pada 8 April 2001 oleh 21 peserta napak tilas yang melakukan penelusuran berdasarkan petunjuk dari naskah lontar, data geografis, dan keyakinan spiritual. Mereka dibimbing oleh I Gusti Mangku Kubayan Manik Arjawa, seorang pemangku dari Pura Gua Besakih.

Sebelum penemuan ini, kelompok Paiketan Semeton Mahakerthawarga Danghyang Bang Manik Angkeran Siddhimantra sempat melakukan pencarian pada 4 Februari 2001, tapi belum berhasil menemukan lokasi tepatnya. Kemudian pada 6 Juni 2005, pura ini direstorasi berkat inisiatif dan dukungan berbagai pihak, termasuk para pemangku, pemedek, wiku, dan tokoh masyarakat setempat, serta Bupati Buleleng saat itu.

Banyak orang berkunjung ke pura ini untuk beribadah, atau disebut juga dengan ‘tangkil’ ke Pura Besakih. Tangkil adalah sebuah ritual keagamaan Hindu Bali, agar umat datang untuk memuja dan berdoa di Pura. Ritual ini sering dilakukan bersama-sama, seperti saat upacara besar. Berikut beberapa daya tarik wisata di pura Pura Segara Rupek:

Masuk ke dalam bagian TNBB, untuk masuk kedalam harus membayar tiket desa Rp 15 ribu untuk rombongan. Sementara untuk tiket masuk taman nasional secara online dapat dibeli dengan harga Rp 20 ribu/orang pada hari kerja dan Rp 25 ribu/orang pada hari libur.

Selain menikmati suasana spiritual pura, pengunjung juga bisa melakukan berbagai aktivitas menarik di kawasan ini. Seperti contohnya melihat Pura Segara Rupek yang secara rutin menggelar upacara keagamaan Piodalan. Wisatawan diperbolehkan menyaksikan prosesi dari area luar pura, namun diharapkan menjaga ketenangan agar tidak mengganggu jalannya upacara.

Bagi yang ingin memahami lebih dalam sejarah pura, tersedia layanan pemandu lokal yang akan mengajak Anda berkeliling sambil memberikan penjelasan terkait sejarah dan makna spiritualnya.

Jika tidak menggunakan jasa pemandu, Anda tetap bisa menjelajahi area pura sambil mencari spot-spot foto yang estetik. Pengunjung diwajibkan mengenakan busana adat Bali saat berada di dalam kompleks pura, yang juga menjadi momen menarik untuk diabadikan.

Sebagai tempat suci bagi umat Hindu, Pura Segara Rupek kerap dikunjungi untuk bersembahyang. Salah satu tujuan spiritual yang sering dimohonkan adalah memohon keturunan, mengingat kisah spiritual Manik Angkeran yang menjadi bagian dari sejarah pura ini.

Lokasi pura yang berdekatan dengan laut memungkinkan wisatawan menikmati panorama pantai. Dari pantai ini, Pulau Jawa tampak sangat jelas, bahkan lebih dekat dibanding dari Pelabuhan Gilimanuk. Di sekitar area juga dapat dijumpai hewan liar seperti kera dan rusa (menjangan).

Nah itulah tadi penjelasan tentang Pura Segara Rupek yang cukup jarang dibahas para traveller. Semoga informasi tadi cukup membantu, ya!

Mengenal Pura Segara Rupek

Sejarah Pura Segara Rupek

Daya Tarik Wisata di Pura Segara Rupek

1. Tarif Masuk yang Terjangkau

2. Menyaksikan Upacara Piodalan

3. Tur Keliling Pura

4. Berburu Foto Menarik

6. Menikmati Keindahan Pantai

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *