Mantan Bos Perusahaan Teknologi Raksasa China Dihukum Mati

Posted on

Pengadilan China menjatuhkan hukuman mati untuk mantan chairman sebuah perusahaan semikonduktor atau chip Tsinghua Unigroup. Bos perusahaan teknologi raksasa bernama Zhao Weiguo itu terbukti korupsi dan menggelapkan uang.

Namun, dilansir infoInet, Zhao tidak langsung dieksekusi. Pengadilan di Provinsi Jilin memberikan masa penangguhan hukuman dua tahun. Artinya, Zhao baru akan dieksekusi jika melakukan kejahatan selama kurun dua tahun. Jika tidak, dia akan menjalani hukuman penjara seumur hidup.

Tidak hanya itu, pengadilan juga menjatuhkan denda total US$ 12,67 juta pada Zhao karena dia terbukti secara ilegal menyebarkan keuntungan perusahaan untuk teman-teman dan keluarganya sendiri.

Zhao pertama kali dituntut atas kasus korupsi pada tahun 2023. Perusahaan yang dia pimpin, Tsinghua Unigroup, awalnya berada dalam naungan kampus bergengsi di China, Tsinghua University.

Berdiri pada tahun 1988, perusahaan itu digadang-gadang akan menjadi andalan China dalam produksi chip canggih. Namun demikian, Zhao mengelola perusahaan dengan sembarangan.

Perusahaan tersebut menghabiskan miliaran dolar untuk akuisisi terkait chip, tapi juga bisnis lain yang tidak terkait dan tidak menguntungkan, mulai dari real estat hingga judi online. Hal itu akhirnya menyebabkan perusahaan tersebut gagal membayar sejumlah obligasi pada akhir tahun 2020 dan menghadapi kebangkrutan.

Pada 2022, Tsinghua Unigroup menyelesaikan rencana restrukturisasi yang dikendalikan oleh Wise Road Capital, Jianguang Asset Management, dan sejumlah entitas yang berafiliasi dengan negara.

Zhao pernah dianggap memiliki kekayaan hampir US$ 2,8 miliar. Ia awalnya dituduh melakukan korupsi oleh Central Commission for Discipline Inspection China sebelum akhirnya dijatuhi hukuman berat.

“Sebagai seorang manajer perusahaan milik negara, dia dibutakan oleh keserakahan, bertindak gegabah, mengkhianati tugas dan misinya, menyalahgunakan sumber daya publik untuk keuntungan pribadi, mengubah properti publik menjadi properti pribadi, dan menganggap perusahaan milik negara yang dikelolanya sebagai wilayah pribadi,” kata mereka.

Artikel ini sudah tayang di infoInet, baca selengkapnya