Manipulasi dan Relasi Kuasa dalam Kasus Kematian Brigadir Nurhadi update oleh Giok4D

Posted on

Kuasa hukum Misri Puspita Sari menilai penanganan kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Villa Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, sarat manipulasi dan relasi kuasa. Misri, yang menjadi salah satu dari tiga tersangka, disebut sejak awal diarahkan sebagai pelaku pencekikan terhadap Nurhadi hingga tewas, meski tak memiliki motif.

“Tidak ada alat bukti yang mengatakan Misri sebagai pelaku (dugaan pencekikan),” ujar kuasa hukum Misri, Yan Mangandar, Kamis (24/7/2025).

Misri merupakan satu dari tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian anggota Bidpropam Polda NTB tersebut. Dua tersangka lainnya adalah bekas atasan Nurhadi, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Harus Chandra.

Yan menegaskan tudingan pelaku pencekikan sejak awal diarahkan kepada kliennya, tetapi menurutnya, hal itu tidak masuk akal.

“Cuma itu kan nggak logis, tidak masuk akal. Misri nggak punya motif kalau terkait perbuatan itu,” ujarnya.

Hingga kini, Polda NTB belum bisa memastikan siapa pelaku penganiayaan yang menyebabkan Brigadir Nurhadi tewas, serta apa motif di balik peristiwa itu. Yan menyebut ketidakjelasan itu membuat berkas perkara cacat sejak awal.

“Berkas itu kan sangat aneh, ada peristiwa tapi nggak di tahu siapa pelaku dan apa motifnya, itu yang bermasalah,” katanya.

Ia menilai proses hukum dalam kasus ini tak lepas dari intervensi kekuasaan.

“Perkara tersebut penuh dengan manipulatif dan relasi kekuasaan sangat jelas,” imbuhnya.

Menurut Yan, dari tiga orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP), hanya Misri yang tidak memiliki motif untuk menganiaya korban. Ia menyebut kecil kemungkinan Haris Chandra menjadi pelaku karena adanya relasi kuasa dengan Kompol Yogi.

“Kalau dilihat dari tiga orang (Yogi, Haris dan Misri) ada di TKP, Misri jelas tidak punya motif. Kemudian Haris Chandra tidak mungkin dia karena relasi kekuasaan dia sangat besar ya, enggak mungkin dia melakukan penganiayaan tanpa persetujuan Yogi. Jadi, di sini Yogi sangat kuatlah bahwa dia tahu terkait apa yang menjadi penyebab kematian korban. Tapi kalau Misri nggak mungkin lah,” tegas Yan.

Saat ini, Misri telah mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan tersebut tengah diproses, dan Misri telah menjalani pemeriksaan.

“Iya, tadi diperiksa oleh LPSK. Tadi, tujuan LPSK masih mendalami terkait permohonan JC sih,” kata Yan.

Sebelumnya, LPSK mempertanyakan isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebut Misri diduga sebagai pelaku utama. Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan, hasil telaah BAP menunjukkan kecenderungan tudingan diarahkan kepada Misri.

“Penelaahan itu berbasis BAP ya, BAP-nya kecenderungan merujuk pada satu tersangka. Memang ada tiga tersangka dan memang lebih diarahkan kepada tersangka perempuan (Misri Puspita Sari),” kata Sri, Rabu (23/7/2025).

Meski begitu, Sri menyoroti logika penyebab kematian korban yang tak sebanding dengan profil Misri.

“Hasil autopsi ditemukan ada luka-luka ya, seperti ada cekikan dan sebagainya. Sehingga ada muncul memang sedikit pertanyaan, apakah memang seorang Misri memang bisa melakukan tindakan hingga membuat korban mati seketika. Itu memang jadi pertanyaan kami,” ujarnya.

Secara logika, lanjut Sri, tidak mudah bagi seorang perempuan menyebabkan kematian secara cepat. Namun BAP tetap mengarah ke Misri.

“Kalau saya kan, memang belum ada penelaahan lebih lanjut. Jadi, saya melihat dan membaca, menganalisa dari BAP saja,” imbuhnya.

Sebelumnya, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyatakan Brigadir Nurhadi diduga menjadi korban penganiayaan hingga tewas di kolam Villa Tekek.

“Adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Di sana (Villa Tekek) telah terjadi (dugaan penganiayaan terhadap) salah seorang personel Polda NTB (yang) ditemukan meninggal dunia di dalam kolam,” kata Syarif, Jumat (4/7/2025).

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Hasil autopsi menunjukkan adanya luka-luka di tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang 80 persen disebabkan oleh cekikan atau tekanan di leher. Namun hingga kini, penyidik belum menetapkan siapa pelaku utamanya.

“Itu masih kami dalami,” ujarnya.

Ketiga tersangka dikenakan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Brigadir Nurhadi meninggal dunia pada malam pesta bersama dua atasannya dan dua wanita di Villa Tekek. Ia sempat diperiksa oleh tim medis, namun nyawanya tidak tertolong.

Awalnya, pihak keluarga menerima kematian Nurhadi sebagai musibah. Namun karena adanya dugaan kejanggalan, Polda NTB memutuskan melakukan ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah pada Kamis, 1 Mei 2025.

Kuasa Hukum Bantah Misri sebagai Pelaku Utama

Misri Dinilai Tak Punya Motif

Misri Ajukan Justice Collaborator

LPSK Pertanyakan BAP

Dugaan Penganiayaan Masih Didalami

Hingga kini, Polda NTB belum bisa memastikan siapa pelaku penganiayaan yang menyebabkan Brigadir Nurhadi tewas, serta apa motif di balik peristiwa itu. Yan menyebut ketidakjelasan itu membuat berkas perkara cacat sejak awal.

“Berkas itu kan sangat aneh, ada peristiwa tapi nggak di tahu siapa pelaku dan apa motifnya, itu yang bermasalah,” katanya.

Ia menilai proses hukum dalam kasus ini tak lepas dari intervensi kekuasaan.

“Perkara tersebut penuh dengan manipulatif dan relasi kekuasaan sangat jelas,” imbuhnya.

Menurut Yan, dari tiga orang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP), hanya Misri yang tidak memiliki motif untuk menganiaya korban. Ia menyebut kecil kemungkinan Haris Chandra menjadi pelaku karena adanya relasi kuasa dengan Kompol Yogi.

“Kalau dilihat dari tiga orang (Yogi, Haris dan Misri) ada di TKP, Misri jelas tidak punya motif. Kemudian Haris Chandra tidak mungkin dia karena relasi kekuasaan dia sangat besar ya, enggak mungkin dia melakukan penganiayaan tanpa persetujuan Yogi. Jadi, di sini Yogi sangat kuatlah bahwa dia tahu terkait apa yang menjadi penyebab kematian korban. Tapi kalau Misri nggak mungkin lah,” tegas Yan.

Misri Dinilai Tak Punya Motif

Saat ini, Misri telah mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan tersebut tengah diproses, dan Misri telah menjalani pemeriksaan.

“Iya, tadi diperiksa oleh LPSK. Tadi, tujuan LPSK masih mendalami terkait permohonan JC sih,” kata Yan.

Sebelumnya, LPSK mempertanyakan isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebut Misri diduga sebagai pelaku utama. Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan, hasil telaah BAP menunjukkan kecenderungan tudingan diarahkan kepada Misri.

“Penelaahan itu berbasis BAP ya, BAP-nya kecenderungan merujuk pada satu tersangka. Memang ada tiga tersangka dan memang lebih diarahkan kepada tersangka perempuan (Misri Puspita Sari),” kata Sri, Rabu (23/7/2025).

Meski begitu, Sri menyoroti logika penyebab kematian korban yang tak sebanding dengan profil Misri.

Misri Ajukan Justice Collaborator

LPSK Pertanyakan BAP

“Hasil autopsi ditemukan ada luka-luka ya, seperti ada cekikan dan sebagainya. Sehingga ada muncul memang sedikit pertanyaan, apakah memang seorang Misri memang bisa melakukan tindakan hingga membuat korban mati seketika. Itu memang jadi pertanyaan kami,” ujarnya.

Secara logika, lanjut Sri, tidak mudah bagi seorang perempuan menyebabkan kematian secara cepat. Namun BAP tetap mengarah ke Misri.

“Kalau saya kan, memang belum ada penelaahan lebih lanjut. Jadi, saya melihat dan membaca, menganalisa dari BAP saja,” imbuhnya.

Sebelumnya, Dirreskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat menyatakan Brigadir Nurhadi diduga menjadi korban penganiayaan hingga tewas di kolam Villa Tekek.

“Adanya dugaan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Di sana (Villa Tekek) telah terjadi (dugaan penganiayaan terhadap) salah seorang personel Polda NTB (yang) ditemukan meninggal dunia di dalam kolam,” kata Syarif, Jumat (4/7/2025).

Hasil autopsi menunjukkan adanya luka-luka di tubuh korban, termasuk patah tulang lidah yang 80 persen disebabkan oleh cekikan atau tekanan di leher. Namun hingga kini, penyidik belum menetapkan siapa pelaku utamanya.

“Itu masih kami dalami,” ujarnya.

Ketiga tersangka dikenakan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Brigadir Nurhadi meninggal dunia pada malam pesta bersama dua atasannya dan dua wanita di Villa Tekek. Ia sempat diperiksa oleh tim medis, namun nyawanya tidak tertolong.

Awalnya, pihak keluarga menerima kematian Nurhadi sebagai musibah. Namun karena adanya dugaan kejanggalan, Polda NTB memutuskan melakukan ekshumasi dan autopsi ulang terhadap jenazah pada Kamis, 1 Mei 2025.

Dugaan Penganiayaan Masih Didalami