Majelis Adat Sasak Dorong Perda Larangan ‘Merarik Kodek’

Posted on

Majelis Adat Sasak (MAS) berencana menemui Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB) buntut kasus pernikahan anak yang viral. Yakni, remaja perempuan SMY (15) perempuan dari Kecamatan Praya Timur, dan remaja lelaki berinisial SR (17) asal Kecamatan Praya Tengah.

“Kami akan ke komisi V DPRD NTB. Kami dorong di sana ada ruang menggunakan hak inisiatif DPRD membuat regulasi tentang larangan merarik kodek (menikah dini) sesuai kondisi sekarang,” kata Pengerakse Majelis Adat Sasak Lalu Sajim Sastrawan, Senin (2/6/2025).

Selain itu, Sajim melanjutkan, Majelis Adat Sasak akan membentuk sebuah forum yang bisa digunakan bersama mengawal persoalan kasus merarik kodek dan kasus lainnya di NTB.

“Kami tindaklanjuti. Karena ada beberapa rekomendasi yang kami dapatkan dari pertemuan ini,” ujarnya seusai dialog Antartokoh NTB mengenai masalah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), kekerasan seksual di lembaga pendidikan, merarik kodek, KDRT, dan seni erotis, di gedung Ikatan Alumni Universitas Mataram.

Dia berpandangan kasus pernikahan anak yang viral tersebut seharusnya dapat diselesaikan di tingkat dusun setempat. Semestinya, Sajim berujar, persoalan seperti itu bisa diselesaikan sebelum dilakukan acara prosesi pernikahan hingga acara nyongkolan (iring-iringan pengantin).

“Seharusnya kita bisa pisahkan atau ‘dibelas’. Jadi kasus ini mulai kepala dusun, camat, harus tanggung jawab. Seharusnya setelah dipisahkan harus dicarikan sekolah. Mereka harus tetap lanjut sekolah. Tapi sekarang tidak,” ujarnya.

Langkah Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram yang melaporkan orang tua kedua mempelai ke ranah hukum dinilai Sajim sudah tepat. Laporan LPA kepada pihak yang terlibat dan berperan dalam pernikahan kedua mempelai sekaligus menjadi efek jera.

“Karena kita tidak membenarkan tindakan demikian,” ujarnya.

Soroti Penari Kecimol Erotis

Selain itu, Sajim melanjutkan, seluruh tokoh adat dan budayawan Sasak menyesalkan maraknya aksi tarian bernuansa pornografi penari pada acara tradisi musik Kecimol pada acara nyongkolan atau iring-iringan pengantin dalam acara pernikahan.

“Kami terganggu. Kami tidak melarang musik dan seninya. Tapi kami larang sikap tarian bernuansa pornografi ini,” tegas dia.

Menurut Sajim, Majelis Adat Sasak sudah berupaya merangkul semua elemen pegiat seni musik kecimol untuk tidak melakukan tarian-tarian erotis. Akan tetapi, dari beberapa pegiat seni menolak untuk bergabung

“Jadi sudah kami kumpulkan semua pegiat kecimol. Tapi banyak yang tidak mau ikut. Nah dari sana muncul aturan dari beberapa desa melarang adanya musik kecimol ini kan lebih rumit lagi,” tegasnya.

Dia pun menyarankan kepada seluruh pegiat seni kecimol yang masih melakukan tarian erotis saat acara prosesi pernikahan untuk berbenah.

“Kalau sudah kesenian tidak masuk di suatu daerah ya karena masyarakat sudah muak dengan adanya praktik pornografi ini. Jadi wajar ketika ada larangan tersebut,” tandasnya.