Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki beragam suku. Setiap suku memiliki cara hidup dan pandangan tersendiri dalam memaknai hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Salah satu suku yang masih mempertahankan tradisi dan ajaran leluhurnya adalah Suku Boti yang mendiami Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Suku Boti memiliki sistem sosial yang kuat. Mereka percaya terhadap kekuatan alam dan sangat menghormati leluhur.
Simak serba-serbi tentang kehidupan, kepercayaan, bahasa, hingga pakaian tradisional Suku Boti seperti dirangkum infoBali dari skripsi Wardy Nubatonis berjudul Kajian Lanskap Budaya Suku Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT.
Suku Boti merupakan kelompok suku asli Pulau Timor. Suku Boti adalah bagian dari Suku Atoni Meto. Secara geografis, Suku Boti bermukim di Desa Boti, Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT. Wilayah ini berada sekitar 40 kilometer (km) dari Kota Soe, ibu kota Kabupaten TTS.
Desa Boti terletak di kawasan perbukitan dengan ketinggian sekitar 800-1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan diapit oleh hutan serta lembah yang masih alami. Kondisi seperti ini yang membuat masyarakat Boti berhasil mempertahankan tradisi, adat istiadat, serta kepercayaan asli mereka hingga kini.
Selain itu, Suku Boti menjadi salah satu komunitas adat yang paling tertutup terhadap pengaruh luar di Pulau Timor. Suku Boti dikenal dengan keteguhan terhadap kepercayaan yang dianut.
Mirip dengan Suku Baduy di Banten, Suku Boti terbagi menjadi dua, yaitu Boti Dalam dan Boti Luar. Jumlah penduduk Boti Dalam sekitar 77 kepala keluarga atau 319 jiwa. Sedangkan, Boti Luar sekitar 2.500 jiwa.
Suku Boti memiliki aturan yang mengharuskan satu keluarga ada yang mewariskan kepercayaan leluhur mereka. Sedangkan, anggota keluarga yang tidak mewariskan akan dibebaskan untuk bersekolah di luar.
Hal ini bertujuan agar tercipta keseimbangan antara kehidupan masa sekarang dengan kehidupan berdasarkan adat dan tradisi yang sudah diwariskan oleh leluhur mereka. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, mereka selalu menghormati dan menghargai alam sesuai dengan ajaran kepercayaan setempat.
Penghormatan ini berbentuk sebuah ritual persembahan untuk alam yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun. Persembahan biasanya dilakukan pada saat membersihkan kebun, setelah menanam, dan setelah memanen.
Suku Boti Dalam menganut kepercayaan Halaika. Menurut kepercayaan ini, mereka mempercayai ada dua penguasa alam, yaitu Uis Pah dan Uis Neno.
Uis Pah sebagai ibu yang mengatur, mengawasi, dan menjaga kehidupan manusia dan alam semesta. Sedangkan Uis Neno sebagai bapak merupakan penguasa alam baka yang akan menentukan seseorang bisa masuk surga atau neraka berdasarkan perbuatannya di dunia.
Uis Neno dan Uis Pah mengajarkan masyarakat untuk selalu menjaga hubungan baik antara manusia dan dewa, manusia dan manusia lainnya, serta manusia dan alam. Masyarakat Boti menghormati roh leluhur mereka sebagai pelindung bumi dan sebagai jembatan antara manusia, alam, dan Roh Ilahi.
Bagi Suku Boti Dalam, manusia harus saling menjaga, mencintai, dan menghormati. Sementara, Suku Boti Luar menganut agama Kristen Protestan dan Katolik.
Bahasa yang digunakan oleh Suku Boti adalah bahasa Dawan atau dikenal dengan nama bahasa Uab Meto. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Boti Dalam menggunakan bahasa Dawan sebagai alat komunikasi utama, baik dalam kegiatan adat, ritual keagamaan, dan percakapan sehari-hari.
Sementara itu, masyarakat Boti Luar menggunakan bahasa Indonesia, terutama saat berhubungan dengan masyarakat dari luar desa. Meski begitu, masyarakat Boti Luar juga menggunakan bahasa Dawan dalam percakapan sehari-hari dengan masyarakat kampung.
Makanan tradisional Suku Boti adalah ubi kayu rebus atau bakar (laok hau), ubi jalar rebus (Iaok loll), jagung rebus (pen pasu), nasi (ma’ka), kacang tanah (Fua Kase) dan daging babi (sisi fafi), daging sapi (sisi bi’a) yang dimasak dengan cara dibakar atau direbus saja.
Makanan ini disajikan dengan menggunakan piring, sendok, dan gelas dari tempurung kelapa, kayu atau tanduk kerbau yang merupakan hasil kerajinan tangan mereka.
Suku Boti selalu menggunakan pakaian adat dari hasil tenunan mereka yang terbuat dari kapas. Pakaian adat untuk laki-laki disebut Beti Ma’u. Sedangkan untuk perempuan disebut Tais.
Dibutuhkan waktu 2 sampai 4 pekan untuk menghasilkan satu pakaian adat ukuran dewasa. Ini sudah termasuk mengolah kapas menjadi benang, pewarnaan benang, mengikat benang menjadi motif, menenun, dan menjahit.
Saat acara-acara khusus, pakaian adat biasanya dilengkapi dengan aksesoris seperti aol noni (tempat sirih pinang yang terbuat dari muti), suni (pedang yang digunakan oleh laki-laki), pilut (ikat kepala bagi laki-laki sebagai tanda kehormatan), dan kil’ noni (sisir kepala yang terbuat dari perak dan digunakan oleh perempuan).
Mengenal Suku Boti
Kehidupan Suku Boti
Kepercayaan Suku Boti
Bahasa Suku Boti
Makanan Tradisional
Pakaian Tradisional
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
