Menikah merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam. Tujuannya bukan hanya menyatukan dua insan dalam ikatan halal, tapi juga menjaga keturunan (nasab), membentengi diri dari zina, dan membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Namun, tidak semua bentuk pernikahan dibenarkan dalam syariat. Ada beberapa jenis pernikahan yang justru diharamkan dalam Islam karena menyimpang dari prinsip dan rukun yang telah ditetapkan.
Apa saja jenis pernikahan itu? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini yang dilansir dari infoHikmah.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menikah jika telah mampu. Dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 32, Allah SWT berfirman:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nur: 32)
Nabi Muhammad SAW juga menguatkan hal ini dalam sabdanya:
“Wahai para pemuda, siapa pun di antara kalian yang telah mampu menikah, maka menikahlah. Sebab menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Jika belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menahan nafsu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Namun demikian, tidak semua pernikahan membawa keberkahan, terutama jika akad dan tujuannya tidak sesuai syariat. Berikut adalah tiga bentuk pernikahan yang diharamkan dalam Islam dan patut dihindari oleh umat muslim.
Nikah syighar adalah praktik tukar-menukar wali tanpa pemberian mahar. Dalam praktiknya, seorang pria menikahkan putrinya atau saudarinya kepada pria lain, dengan syarat pria tersebut juga menikahkan putrinya atau saudarinya kepada dia, tanpa membayar mahar.
Contohnya:
“Saya nikahkan kamu dengan anak saya, asal kamu nikahkan saya dengan anakmu, tanpa mahar.”
Padahal, mahar adalah salah satu rukun sahnya pernikahan dalam Islam. Tanpa mahar, pernikahan menjadi cacat secara syariat.
Dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.”
Hadits lain dari Ibnu Umar menjelaskan, “Nikah syighar adalah ketika seseorang berkata, ‘Nikahkan aku dengan anak perempuanmu, dan aku akan menikahkanmu dengan anak perempuanku, tanpa mahar.'”
Mengapa ini diharamkan? Karena praktik ini merampas hak perempuan atas mahar, memperlakukan perempuan sebagai objek barter, dan menyalahi prinsip keadilan dalam pernikahan.
Nikah muhallil atau tahlil terjadi saat seorang wanita yang telah ditalak tiga (talak ba’in) oleh suaminya, dinikahkan secara sengaja dengan pria lain agar bisa menikah kembali dengan mantan suaminya.
Dalam Islam, jika seorang suami telah menalak istrinya sebanyak tiga kali, ia tidak boleh menikahi istrinya lagi kecuali wanita tersebut telah menikah dengan pria lain secara sah, melakukan hubungan suami istri, lalu berpisah karena talak secara alami, bukan rekayasa.
Praktik nikah tahlil yang sengaja dirancang agar cepat cerai dianggap sebagai bentuk manipulasi terhadap hukum syariat. Rasulullah SAW sangat mengecam praktik ini.
“Allah melaknat muhallil (pria yang dinikahi untuk sementara) dan muhallal-lah (mantan suami pertama yang menyuruhnya).” (HR Ahmad)
Kisah nyata tentang larangan ini terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW, ketika seorang wanita bernama Tamimah binti Wahab telah ditalak tiga oleh suaminya, Rifa’ah bin Simwal. Setelah menikah dengan pria lain yang impotensi, ia dicerai dan Rifa’ah ingin menikahinya kembali.
Namun Nabi SAW bersabda:
“Tidak halal bagimu menikahinya kembali, sampai ia merasakan nikmatnya madu laki-laki lain.” (HR Malik)
Larangan ini menunjukkan bahwa tujuan utama pernikahan adalah membangun rumah tangga, bukan sebagai “jembatan balik” dalam hubungan yang putus karena talak tiga.
Nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah pernikahan yang dilakukan dengan batas waktu tertentu yang disepakati sejak awal akad. Setelah waktu itu habis, pernikahan dianggap selesai tanpa perlu talak. Wanita tidak mendapat hak waris, nafkah, atau nasab.
Praktik ini sempat diperbolehkan di masa awal Islam dalam kondisi tertentu seperti perang. Namun, Nabi Muhammad SAW kemudian mengharamkan mut’ah secara permanen:
“Dulu aku pernah mengizinkan kamu kawin mut’ah. Sekarang, ketahuilah bahwa Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat.” (HR Ibnu Majah)
Kenapa diharamkan? Karena nikah mut’ah tidak memenuhi esensi pernikahan sebagai komitmen jangka panjang, dan rawan disalahgunakan untuk syahwat sesaat, merugikan perempuan, serta tidak menjamin perlindungan anak yang mungkin lahir dari pernikahan tersebut.
Menikah dalam Islam bukan sekadar formalitas atau memenuhi kebutuhan biologis. Ia adalah ibadah yang sakral, harus dilakukan dengan niat dan tata cara yang benar. Mahar, restu wali, kesepakatan kedua belah pihak, dan tujuan untuk membangun rumah tangga adalah syarat mutlak dalam pernikahan yang sah.
Maka dari itu, penting bagi umat Muslim untuk mengetahui jenis-jenis pernikahan yang diharamkan, agar tidak terjerumus dalam dosa besar yang berawal dari niat baik tapi dilakukan dengan cara yang salah.
Wallahu a’lam bishawab.
Artikel ini telah tayang di infoHikmah. Baca selengkapnya