Jadwal Puasa Tasua dan Asyura 2025: Dalil dan Keutamaannya

Posted on

Umat muslim dianjurkan memperbanyak amalan pada Bulan Muharram. Di antaranya adalah menjalankan puasa sunnah Tasua dan Asyura. Kapan puasa ini dijalankan, apa dalilnya, dan apa saja keutamaannya?

Berdasarkan tuntutan syariat, puasa Tasua diamalkan pada 9 Muharram dan puasa Asyura pada 10 Muharram. Pada tahun ini, puasa Tasua jatuh pada Sabtu 5 Juli 2025 dan puasa Asyura pada Ahad atau Minggu 6 Juli 2025.

Mengutip laman muhammadiyah.or.id, puasa Tasua dan Asyura merupakan amalan sunnah yang memiliki keutamaan dalam Islam. Salah satu dalil puasa Asyura ada dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah RA:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ثُمَّ أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصِيَامِهِ حَتَّى فُرِضَ رَمَضَانُ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ [متفق عليه]

“Dari ‘Aisyah RA bahwa orang-orang Quraisy pada zaman Jahiliah biasa berpuasa pada hari Asyura. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut hingga diwajibkannya puasa Ramadan. Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang ingin berpuasa pada hari Asyura, silakan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin, silakan berbuka.” (Muttafaq ‘alaih).

Hadis ini menunjukkan bahwa puasa ‘Asyura’ memiliki akar tradisi yang sudah dikenal sejak zaman Jahiliah, yang kemudian disyariatkan oleh Rasulullah SAW sebelum kewajiban puasa Ramadan ditetapkan. Setelah Ramadan menjadi puasa wajib, puasa Asyura berubah menjadi sunnah, memberikan kebebasan kepada umat untuk memilih melaksanakannya atau tidak.

Selanjutnya, dalil lain yang memperkuat anjuran puasa ‘Asyura’ datang dari Salamah Ibn al-Akwa’ RA:

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلأَكْوَعِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً مِنْ أَسْلَمَ أَنْ أَذِّنْ فِي النَّاسِ أَنَّ مَنْ كَانَ أَكَلَ فَلْيَصُمْ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ لَمْ يَكُنْ أَكَلَ فَلْيَصُمْ فَإِنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ [رواه البخاري]

“Dari Salamah Ibn al-Akwa’ RA bahwa Nabi SAW memerintahkan seseorang dari Bani Aslam untuk mengumumkan kepada masyarakat, “Barang siapa yang sudah terlanjur makan, hendaklah ia berpuasa pada sisa hari itu, dan barang siapa yang belum makan, hendaklah berpuasa, karena hari ini adalah hari ‘Asyura’.” (HR al-Bukhari).

Hadis ini menegaskan betapa Rasulullah SAW memberikan perhatian khusus pada puasa Asyura. Bahkan menginstruksikan umat untuk tetap berpuasa meski hari sudah berjalan, menunjukkan keutamaan hari tersebut. Anjuran ini juga mencerminkan semangat untuk memanfaatkan waktu yang penuh berkah, bahkan bagi mereka yang terlambat memulai.

Keutamaan puasa Asyura semakin diperkuat oleh sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهماُ قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ [رواه البخاري]
“Dari Ibnu Abbas rA, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW membiasakan berpuasa pada suatu hari yang lebih diutamakan dari hari lainnya kecuali hari ini, yaitu hari ‘Asyura’, dan bulan ini, yaitu bulan Ramadan.” (HR al-Bukhari).

Tidak hanya puasa Asyura, Rasulullah SAW juga menganjurkan puasa Tasu’a, yaitu puasa pada hari kesembilan Muharram, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ [رواه مسلم وأبو داود]

“Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, hari ‘Asyura’ adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.” Rasulullah SAW bersabda, “Kalau begitu, Insya Allah tahun depan kita berpuasa juga pada hari kesembilan.” Namun, sebelum tahun depan tiba, Rasulullah SAW telah wafat. (HR Muslim dan Abu Dawud).

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda:

لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ [رواه أحمد و مسلم]
“Jika aku masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari kesembilan, yaitu hari ‘Asyura’.” (HR Ahmad dan Muslim).

Anjuran untuk berpuasa pada hari Tasu’a ini menunjukkan kepekaan Rasulullah SAW untuk membedakan amalan umat Islam dari tradisi Yahudi dan Nasrani, sekaligus menambah keutamaan ibadah dengan memperpanjang durasi puasa.

Terakhir, Sayyidah Hafshah RA menyampaikan:

عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ [رواه أحمد والنسائي]
“Dari Hafshah RA “Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi SAW: puasa Asyura’, puasa sepuluh hari (Dzulhijjah), puasa tiga hari setiap bulan, dan shalat dua rakaat sebelum Subuh.” (HR Ahmad dan an-Nasa’i).

Hadis ini menegaskan bahwa puasa Asyura adalah salah satu amalan yang konsisten dilakukan Rasulullah SAW, menunjukkan betapa pentingnya ibadah ini dalam kehidupan beliau.

Puasa Tasua dan Asyura memiliki banyak keutamaan. Berikut keutamaan-keutamaan puasa Tasua dan Asyura seperti dikutip dari rumaysho.com.

1. Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim Nomor 1163).

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan bulan tersebut. Ath Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al Qori mengatakan bahwa hadits di atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdal untuk berpuasa.

Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum, termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.

2. Puasa Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu.

Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ‘Asyura? Beliau menjawab, “Puasa ‘Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).

Kata Imam Nawawi rahimahullah, yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah dosa kecil sebagaimana beliau penerangkan masalah pengampunan dosa ini dalam pembahasan wudhu. Namun diharapkan dosa besar pun bisa diperingan dengan amalan tersebut. Jika tidak, amalan tersebut bisa meninggikan derajat seseorang. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 46.

Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat secara mutlak setiap dosa bisa terhapus dengan amalan seperti puasa Asyura. Lihat Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 487-501

3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (puasa Tasua).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan -insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134)

Kenapa sebaiknya menambahkan dengan hari kesembilan untuk berpuasa? Kata Imam Nawawi rahimahullah, para ulama berkata bahwa maksudnya adalah untuk menyelisihi orang Yahudi yang cuma berpuasa tanggal 10 Muharram saja. Itulah yang ditunjukkan dalam hadits di atas.

Dalil Puasa Asyura

Dalil Puasa Tasua

Keutamaan-keutamaan Puasa Tasua dan Asyura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *