Inspektorat Investigasi Dugaan Marak Pegawai Bodong di Pemkot Mataram

Posted on

Kabar mengenai banyaknya pegawai bodong tengah santer beredar di kalangan aparatur sipil negara (ASN) lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram. Informasi yang diperoleh, pegawai bodong tersebut bekerja karena keterlibatan pejabat organisasi perangkat daerah (OPD). Mereka disebut bodong lantaran dijadikan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) tak sesuai prosedur yang benar.

“Ini informasi (yang kami dapatkan), Pak Wali sudah memerintahkan Inspektorat untuk melakukan investigasi, terutama PPPK bodong (yang diangkat) berdasarkan SK dari masing-masing OPD,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, saat diwawancarai di ruangannya, Rabu (5/11/2025).

“(Laporan) ini akan dibuktikan oleh Inspektorat. Betul atau tidak, informasi itu,” sambungnya.

Menurut Alwan, dari informasi yang didapatkan, pegawai bodong tersebut diangkat diam-diam oleh salah satu oknum, dan kemudian membaur bersama pegawai lainnya.

“(Dari laporan yang kami dapatkan) ini diangkat diam-diam. Dan kemungkinan ada (potensi serupa dengan kasus di Lombok Barat bahwa ada kepala OPD yang menarik uang). Dan saat ini sedang diinvestigasi oleh Inspektorat,” terangnya.

Alwan memastikan Pemkot Mataram akan menindak tegas oknum yang kedapatan mengangkat pegawai bodong secara diam-diam.

“Kami akan (tindak) tegas. TPK ataupun PPPK paruh waktu yang malas dan kurang disiplin juga kami lakukan pemutusan kontrak,” tuturnya.

Di sisi lain, jika terbukti ada kepala OPD yang terlibat dalam kasus pegawai ‘bodong’, Alwan memastikan Pemkot Mataram akan memberikan sanksi yang berat.

“Kalau terbukti (ada Kepala OPD yang menarik uang seperti yang dilakukan di Lombok Barat), akan kita hukum. Yang jelas ada aturan main disitu. Kan dari awal sudah disampaikan oleh Pak Wali, bahwa beliau tidak ingin ada perekrutan yang mengatasnamakan Pemkot, dan mengambil keuntungan dari hal-hal itu,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah honorer di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lobar diduga dimintai uang saat baru masuk menjadi pegawai. Honorer tersebut kini bakal dirumahkan. Kepala DLH Lobar, M Busyairi mengatakan terdapat 22 orang terindikasi dimintai uang oleh pejabat saat proses pengangkatan. Beberapa dari mereka sudah memberikan pengakuan terkait adanya pungutan liat (pungli) tersebut.

“Kami di LH sendiri memiliki catatan, beberapa orang sudah mengaku bahwa pada saat masuk dahulu dimintai sesuatu atau uang secara indikasinya,” beber Busyairi.

Nasib 655 Honorer

Sementara itu, nasib 655 tenaga honorer di Mataram tengah di ujung tanduk. Pemkot Mataram tengah bimbang, apakah akan mempertahankan mereka atau tidak. Pasalnya, sejumlah kabupaten di NTB, ramai-ramai melakukan pemutusan kontrak pada tenaga non-ASN di tahun ini.

“(Kita tengah) mempertimbangkan kemanusiaan, itu yang lebih condong. Apalagi, ada yang sudah mengabdi tahun, 4-5 tahun, intinya rata-rata mereka mengabdi di atas 2 tahun. Nah ini pertimbangan kita (apalagi banyak tenaga non-ASN yang sudah loyal bekerja),” kata Sekda Mataram Lalu Alwan Basri, Rabu.

Seperti diketahui, sejumlah kabupaten di NTB, mulai marak melakukan pemutusan kontrak tenaga non-ASN. Hal ini dilakukan imbas dari pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD). Pemutusan kontrak kerja ini dilakukan untuk menghemat anggaran belanja pegawai. Adapun, Lombok Barat (Lobar) menjadi salah satu kabupaten yang mem-PHK 1.632 pegawainya.

“Ada pertimbangan (dari Pak Wali Kota), (apakah nanti) bisa diangkat jadi TPK (tanpa melakukan pemutusan kontrak),” tegas Alwan.