Ikatan Keluarga Ngada Sembelih Babi, Tolak PTDH untuk Kompol Cosmas

Posted on

Ikatan Keluarga Ngada (Ikada) menggelar ritual adat Zia Ura Ngana dengan menyembelih babi di Jalan Bajawa, Kelurahan Fatululi, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini sebagai bentuk solidaritas untuk menolak pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae.

Kompol Cosmas merupakan Danyon Resimen IV Korbrimob Polri yang baru saja mendapat sanksi PTDH alias dipecat sebagai anggota polisi. Ia menjadi salah satu personel yang diduga terlibat melindas driver ojek online (ojol), Affan Kurniawan, menggunakan kendaraan taktis (rantis) Brimob saat demonstrasi di Jakarta.

“Ritual ini digelar untuk memohon doa dari leluhur saat ada kejadian yang melibatkan keluarga,” ujar Darius Tiwu, salah satu tokoh Bajawa, Ngada, di sela-sela menggelar ritual Zia Ura Ngana, Kamis (4/9/2025).

Antonius menjelaskan ritual adat yang digelar hari ini merupakan bentuk keprihatinan atas sanksi yang diterima Kompol Cosmas. Menurutnya, rekam jejak Kompol Cosmas yang telah mengabdi untuk negara seharusnya menjadi bahan pertimbangan sebelum sanksi PTDH itu diputuskan.

“Kami sangat kecewa dengan putusan tersebut. Pemimpin Polri tidak melihat apa yang telah dilakukan oleh Cosmas,” jelas Antonius.

Ia menuturkan para sesepuh, tokoh adat, hingga mahasiswa asal Ngada juga melantunkan doa dan syair dalam bahasa daerah saat ritual tersebut digelar. Mereka juga menaburkan beras ke ternak babi sebagai simbol kehidupan dan kesuburan.

“Dalam prosesi itu juga kami menyembelih seekor babi dengan cara memotong kepalanya dengan parang,” tutur Antonius.

Ketua Ikada, Sipri Radho Toly, menyatakan keluarga besar Ngada di Kupang turut berduka cita dan prihatin atas meninggalnya Affan Kurniawan. Namun, Sipri menolak putusan PTDH terhadap Cosmas dan menilai sidang kode etik terkesan terlalu terburu-buru.

Menurutnya, Cosmas saat itu bukan bertindak sebagai komandan, tetapi menyelamatkan diri dari aksi massa yang anarkis. Ia berharap sanksi PTDH yang diberikan untuk Cosmas ditinjau ulang.

“Kami menuntut pertanggungjawaban Kapolri terhadap putusan ini karena Kompol Cosmas menjalankan tugas negara,” ujar Sipri.

Sebelumnya, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Kompol Cosmas rampung digelar. Perwira polisi itu dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat buntut kasus tewasnya Affan Kurniawan yang dilindas rantis Brimob.

“Menjatuhkan sanksi berupa etika yaitu perilaku terlanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela,” kata Ketua Komisi Sidang Etik di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025), dilansir dari infoNews.

“Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” imbuhnya.

Peristiwa nahas yang menewaskan Affan terjadi pada Kamis (28/8) malam di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Rantis Brimob sempat menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali hingga melindas korban yang sudah tergeletak di jalan.

Insiden ini memicu kemarahan massa. Pengemudi ojol dan warga mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Massa yang mengamuk bahkan sempat membakar pos polisi di bawah flyover Senen.

Selain Kompol Cosmas, ada enam anggota Brimob lain yang ikut diproses terkait insiden tersebut. Mereka dibagi dalam kategori pelanggaran berat dan sedang.

Adapun anggota Brimob dengan pelanggaran etik berat, yakni Bripka Rohmat (sopir rantis) dan Kompol Cosmas (duduk di sebelah sopir). Kemudian, pelanggaran etik sedang terdiri dari penumpang belakang rantis, yakni Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David.

Peristiwa nahas yang menewaskan Affan terjadi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8) malam. Rantis Brimob sempat menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali hingga melindas pengemudi ojol yang sudah tergeletak di jalan.

Insiden ini memicu kemarahan massa. Pengemudi ojol dan warga mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Massa yang mengamuk bahkan sempat membakar pos polisi di bawah flyover Senen.

Sanksi PTDH untuk Kompol Cosmas

Ia menuturkan para sesepuh, tokoh adat, hingga mahasiswa asal Ngada juga melantunkan doa dan syair dalam bahasa daerah saat ritual tersebut digelar. Mereka juga menaburkan beras ke ternak babi sebagai simbol kehidupan dan kesuburan.

“Dalam prosesi itu juga kami menyembelih seekor babi dengan cara memotong kepalanya dengan parang,” tutur Antonius.

Ketua Ikada, Sipri Radho Toly, menyatakan keluarga besar Ngada di Kupang turut berduka cita dan prihatin atas meninggalnya Affan Kurniawan. Namun, Sipri menolak putusan PTDH terhadap Cosmas dan menilai sidang kode etik terkesan terlalu terburu-buru.

Menurutnya, Cosmas saat itu bukan bertindak sebagai komandan, tetapi menyelamatkan diri dari aksi massa yang anarkis. Ia berharap sanksi PTDH yang diberikan untuk Cosmas ditinjau ulang.

“Kami menuntut pertanggungjawaban Kapolri terhadap putusan ini karena Kompol Cosmas menjalankan tugas negara,” ujar Sipri.

Sebelumnya, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Kompol Cosmas rampung digelar. Perwira polisi itu dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat buntut kasus tewasnya Affan Kurniawan yang dilindas rantis Brimob.

“Menjatuhkan sanksi berupa etika yaitu perilaku terlanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela,” kata Ketua Komisi Sidang Etik di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025), dilansir dari infoNews.

“Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” imbuhnya.

Sanksi PTDH untuk Kompol Cosmas

Peristiwa nahas yang menewaskan Affan terjadi pada Kamis (28/8) malam di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Rantis Brimob sempat menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali hingga melindas korban yang sudah tergeletak di jalan.

Insiden ini memicu kemarahan massa. Pengemudi ojol dan warga mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Massa yang mengamuk bahkan sempat membakar pos polisi di bawah flyover Senen.

Selain Kompol Cosmas, ada enam anggota Brimob lain yang ikut diproses terkait insiden tersebut. Mereka dibagi dalam kategori pelanggaran berat dan sedang.

Adapun anggota Brimob dengan pelanggaran etik berat, yakni Bripka Rohmat (sopir rantis) dan Kompol Cosmas (duduk di sebelah sopir). Kemudian, pelanggaran etik sedang terdiri dari penumpang belakang rantis, yakni Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David.

Peristiwa nahas yang menewaskan Affan terjadi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8) malam. Rantis Brimob sempat menabrak Affan, berhenti sejenak, lalu melaju kembali hingga melindas pengemudi ojol yang sudah tergeletak di jalan.

Insiden ini memicu kemarahan massa. Pengemudi ojol dan warga mendatangi Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Massa yang mengamuk bahkan sempat membakar pos polisi di bawah flyover Senen.