Hujan deras tidak hanya menimbulkan banjir di Bali, tapi juga menyebabkan penumpukan sampah di kawasan pemukiman warga. Seperti di Desa Dauh Puri Kangin, Denpasar Barat, Denpasar, Bali.
Dari depan rumah hingga gang-gang sempit, tumpukan sampah terlihat tak terangkut. Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi TPA Suwung yang overload dan akan ditutup pada 23 Desember 2025.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Dewa Ayu, pemilik kos di Desa Dauh Puri Kangin, mengeluhkan kondisi ini. Ia mengaku kesulitan melakukan pengelolaan sampah karena sudah satu bulan sampah tidak diambil.
Menurutnya, tukang sampah langganannya masih harus mengantre panjang untuk bisa masuk ke TPA Suwung.
“Sekarang sampah agak susah di TPA Suwung penuh,” ujar Ayu ditemui infoBali, Jumat (19/12/2025).
Keluhan serupa disampaikan Ketut, tukang sampah yang biasa melayani kawasan kos tersebut. Menurutnya, kondisi normal jauh berbeda dengan situasi saat ini.
“Kalau nggak musim hujan lancar, saya pakai roda tiga ke TPS, lalu nanti truk bawa ke TPA Suwung,” jelas Ketut, tukang sampah langganan Ayu.
Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Urusan Pengelolaan Sampah di Desa Dauh Puri Kangin, Nyoman Gde Ananda Sambhawitasya, mengatakan masalah semakin kompleks karena di desanya tidak memiliki Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Di beberapa titik, sampah menumpuk di pinggir gang utama hingga menimbulkan bau menyengat.
Kerusakan armada pengangkut akibat medan ekstrem di TPA membuat operasional sempat terhenti satu hingga dua hari.
“Kemacetan total, medan jadi ekstrem, banyak truk terperosok. Truk kami mengalami kerusakan, ban dan kaki truk bermasalah sistem pengeremannya,” jelas Nanda.
Nanda menjelaskan bahwa pengelolaan sampah tetap rutin dilakukan setiap hari. Pengambilan sampah dilakukan 03.00 Wita hingga 10.00 Wita. Selain penggunaan truk, desa menggunakan armada motor cikar (moci) juga mulai menerapkan teba modern.
Di sisi lain, pengelolaan sampah dengan iuran ternyata tidak sepenuhnya diindahkan warga setempat. Warga merasa iuran yang dikeluarkan tidak sebanding jika masih harus melakukan pemilahan sampah mandiri.
“Orang-orang nggak mau (memilah), ribet, padahal dulu disuruh bayar Rp 40 ribu atau Rp 50 ribu, orang-orang pada nggak mau, nggak ada sampah, kalau sekarang Rp 25 ribu,” jelas Ayu, pemilik warung sekitar.
